Taksi yang ditumpangi oleh Raina dan Rian, baru saja berhenti di depan Penginapan Singo. Itu tertulis di gerbang akan masuk.
Sang supir taksi membantu Rian mengeluarkan koper dari dalam bagasi, lalu kembali menutup pintu bagasi. Rian memberikan selembar uang seratus ribu, karena tarif untuk mereka berdua senilai lima ribu perorang.
Saat akan masuk ke dalam kawasan vila, seorang pemuda berkulit coklat berjalan menghampiri Rian dan Raina.
"Maafkan saya, Tuan, Nyonya! Seharusnya tadi saya menjemput Tuan dan Nyonya," ucap Ardhaffa dengan menundukkan sedikit kepalanya.
"Tidak apa-apa," jawab Rian dengan tersenyum.
"Terimakasih, Tuan. Mari saya bantu." Daffa mengambil alih koper yang dibawa Rian, lalu menuntun sepasang suami istri itu menuju meja resepsionis.
Sebenarnya, tadi Rian dan Raina akan dijemput oleh pelayan vila ke bandara. Tapi, beberapa masalah membuat Rian dan Raina harus naik taksi menuju penginapan. Itu sebabnya pria yang bernama Ardhaffa meminta maaf, karena itu memang tugasnya untuk menjemput Rian dan Raina.
Setelah mengurus administrasi, Rian dan Raina berjalan menuju kamar. Ardhaffa kembali pergi meninggalkan sepasang suami istri itu setelah sampai di depan pintu kamar.
Rian membuka pintu kamarnya dengan menggunakan kunci yang diberikan oleh penjaga meja resepsionis tadi. Saat berada di dalam kamar, tanpa diminta Raina langsung menjatuhkan bobot tubuhnya di atas kasur yang empuk.
Raina merasa begitu lelah, setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh baginya. Sementara Rian membuka koper, lalu mengeluarkan beberapa pakaian yang akan ia gunakan.
Rian berniat akan membersihkan dirinya terlebih dahulu, sebelum mengistirahatkan tubuhnya. Beberapa menit berada di dalam kamar mandi, Rian kembali keluar dengan wajah yang segar bugar. Rian mengacak-acak rambut basahnya dengan handuk kecil.
Saat akan menyuruh Raina mandi, ternyata sang empu sudah tertidur pulas dengan sepatu yang masih terpakai. Raina sepertinya memang terlihat begitu lelah, buktinya dia tidur tanpa membuka sepatunya terlebih dahulu.
Rian meletakkan handuknya tadi di atas meja, lalu ia membangun Raina membuka sepatu. Rian memperbaiki posisi tidur istrinya itu. Raina tidak terbangun saat Rian mengendongnya, karena dia memang sudah tertidur saat pulas.
Rian menyelimuti tubuh Raina dengan selimut. Tidak seperti biasanya, kali ini Raina tidak menepiskan selimut itu. Rian duduk di sisi ranjang, ia menatap wajah Raina yang terlihat begitu damai dan tenang. Ia belum pernah Raina begitu dekat. Ternyata Raina memiliki hidung mungil, bibir yang merah merona. Padahal Raina tidak menggunakan listip sama sekali.
Tanpa sadar Rian menyentuh wajah Raina dengan lembut, lalu perlahan jari jempol Rian menyentuh bibir bawah Raina. Yang membuat Rian menelan slivannya. Rian mulai mendekati wajahnya ke arah Raina, saat bibir Rian akan menyentuh bibir Raina. Tiba-tiba deringan ponsel membuat niat Rian terhenti, dengan buru-buru Rian mengambil ponsel yang ada di atas nakas. Lalu melihat siapa yang sudah mengganggunya, tertulis di layar 'Sayang'
Rian langsung menoleh ke arah Raina, sepertinya Raina tidak terganggu oleh suara ponsel itu. Rian berjalan pergi meninggalkan Raina, ia berjalan menuju balkon kamarnya. Lalu mengakat penelpon yang bernama Sayang itu.
"Ya, Hallo!" Tiba-tiba Rian berbicara dengan suara dingin, padahal sebelum ini dia orang yang suka berbicara dengan lemah lembut. Lalu siapa sebenarnya Sayang itu?
"Sayang, aku benar-benar minta maaf. Aku bisa jelas--"
"Maaf? Semudah itukah kamu meminta maaf, hah? Setelah apa yang kamu lakukan padaku dan keluargaku? Seharusnya kamu itu ngomong, kalau kamu tidak mau menikah denganku, jangan kabur kayak anak kecil. Sekarang kamu mau jelasin, apa?!" potong Rian yang terdengar marah.
"Aku ... aku ...." Terdengar wanita yang berada di dalam telpon kesulitan memilih alasan. Lagi dan lagi Rian kembali memotong perkataan wanita itu.
"Sudahlah, sekarang kita berdua sudah tidak ada hubungan apa-apa. Aku tidak butuh alasanmu lagi. Lagipula, tidak ada yang berubah setelah kamu menceritakan alasanmu itu, karena aku sudah menikah dengan Raina. Semoga menemukan pria yang lebih baik dariku. Assalamualaikum." Rian langsung mematikan teleponnya, tanpa sadar ia meneteskan air matanya.
Tubuhnya tiba-tiba terasa lemas, padahal dia amat mencintai wanita yang bernama Serlin Mahira Salim. Mereka berdua sudah lama berpacaran, tapi kenapa dihari yang ditunggu-tunggu, wanita yang ia cintai malah kabur? Kenapa? Untuk sekian kalinya Rian bertanya kepada dirinya sendiri.
*****
"Aku menyesal meninggalkan kamu Rian, hanya demi pria brengsek itu. Aku kira dia benar-benar mencintaiku, tapi ternyata dia malah memanfaatkan aku ...," lirih wanita dengan penampilan kacau balau, tengah menangis tersedu-sedu di atas ranjang.
Siapa dia? Ya, dia adalah Serlin--calon istri Rian, tapi dia malah memilih kabur saat dihari bahagianya dengan Rian, hanya demi pria yang kini juga sudah meninggalkannya. Setelah merenggut apa yang dia jaga selama ini, dan membawa kabur beberapa barang berharga Serlin.
Entah apa yang dipikirkan Serlin saat itu, hingga pergi meninggalkan pria sebaik Rian, demi pria yang statusnya saja tidak jelas. Serlin terbuai dengan janji-janji manis sang pria, padahal Rian selama ini sangat mencintainya dan tak pernah memberikan janji-janji palsu kepadanya.
Meskipun saat ini Serlin menyesal? Dia juga tidak bisa mengubah apapun, semua ini salah dia sendiri. Mengambil keputusan tanpa memikirkan akibatnya. Penyesalan tak ada gunanya, karena nasi sudah menjadi bubur. Rian kini sudah membencinya, menangis juga tidak ada gunanya. Semuanya hancur karena perbuatan cerobohnya.
*****
Raina terbangun dari tidurnya, ia menatap sekeliling tempat ia berada. Ia terbangun saat mendengarkan suara hujan disertai dengan petir yang cukup keras.
TUURR ...!
"Ibu ...!" teriak Raina yang langsung menyembunyikan wajahnya di balik selimut. Raina menangis ketakutan, saat mendengar suara petir itu kembali.
"Aina! Aina!" panggil Rian.
Raina yang mendengar suara Rian, ia langsung keluar dari dalam selimut, lalu memeluk Rian dengan sangat erat. Raina menyembunyikan wajahnya di dalam dada bidang Rian.
"Raina ta--takut, Kak ...," lirih Raina dengan menangis sesenggukan.
"Tidak apa-apa. Kakak ada di sini," jawab Rian seraya mengelus lembut rambut Raina. Ia menoleh ke luar jendela kamarnya. Terlihat kilatan petir dari luar disertai hujan angin yang kencang. Raina memiliki masa lalu yang buruk soal hujan dan kilatan petir. Sehingga dia memiliki fobia terhadap dua hal itu.
Cukup lama hujan dan petir itu berlangsung. Raina tidak bisa tidur sampai hujan itu reda. Rian mulai merasakan kantuk, akan tetapi ia tidak bisa tertidur dengan kondisi Raina seperti ini.
Malam berlalu begitu saja, hujan sudah reda di luar. Cahaya matahari mulai memasuki celah-celah kamar Rian dan Raina. Sepasang suami istri itu masih tertidur pulas, dengan posisi saling berpelukan.
Raina membuka matanya, saat merasakan silau cahaya matahari. Cahaya matahari memang langsung menembus gorden kamar Raina, karena jendela kamar Raina menghadap ke arah matahari terbit--Timur. Apalagi, vila yang ditempati Raina dan Rian berada di atas bukit. Akan terasa indah saat melihat pemandangan dari atas balkon.
Raina baru sadar, bahwa dirinya sedang memeluk Rian. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Tiba-tiba ia mengingat saat hujan petir berlangsung, Rian yang terbantu lalu memanggilnya dan ia langsung memeluk Rian dengan erat. Refleks Raina mendorong dada bidang Rian, hingga Rian jatuh dari tempat tidur.
"Aww ... Ai, kenapa kamu dorong kakak?" lirih Rian yang begitu kesakitan.
"Ma--maaf, Kak. Aina gak sengaja," jawab Raina dengan menatap bersalah kepada Rian. Ia bangun dari tempat tidurnya, lalu membantu Rian bangun.
"Aww ... sakitnya bokong aku," lirih Rian seraya mengusap-usap bokongnya.
"Maaf, Kak!" ucap Raina yang merasa bersalah. Rian menatap kesal ke arah Raina, tapi saat Rian akan pergi dari hadapan Raina. Tiba-tiba kakinya tersandung, hingga membuat mereka berdua jatuh kembali di atas kasur dengan posisi Rian menidih Raina.
Mata Raina membulat dengan sempurna, saat merasakan ada sesuatu yang lembut menempel di bibirnya. Jantungnya terasa berhenti berdetak, apalagi matanya saling bertatapan dengan Rian. Tapi ... Rian malah memanfaatkan kesempatan yang ada.
'Rejeki nomplok di pagi hari,' batin Rian dengan tertawa senang.
Raina yang merasakan bibirnya tengah dilumat, langsung kaget bukan kepalang. Ia mencoba mendorong dada bidang Rian, tapi Rian malah memegang kedua tangan Raina dan melancarkan aksinya.
Bersambung .....
Dosa tanggung sendiri ....🤣🤣🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Sadar diri kamu yg Salah dan Bodoh,Jadi jangan menyalahkan orang lain dan berniat utk menjadi Pelakor ya..😡
2023-10-11
0
Siti Aminah
😂😂😂mumpung lagi pas momennya kan sda halal juga😃😃
2021-07-06
0
Eti Guslidar
sama bucin
2021-06-08
0