Inilah Aku!

Inilah Aku!

Katanya Aku 'Pembunuh!'

"Dasar pembunuh! PEMBUNUH! Kembalikan anakku!" teriakan itu berkali-kali terucap ulang dari mulut pria yang berdiri dan memandangku dengan tajam, tatapannya seakan ingin menikam dan melenyapkanku dari dunia ini.

"Kenapa harus dia, kenapa bukan kamu saja yang meninggal!" lagi, teriakan dari pasangan sang pria yang menatapku tajam, malah menangis segunggukan dan menatap dengan tatapan menyalahkan diriku.

Aku hanya diam, tak membuka mulutku sedikitpun. Padahal aku juga terluka, padahal aku juga sakit, tapi mereka tak peduli. Padahal bukan hanya mereka yang kehilangan anaknya, aku pun juga kehilangan satu-satunya saudaraku, saudara kembarku tepatnya.

Aku menunduk, tanganku terkepal erat, kuterima semua tuduhan yang sama sekali tak benar dalam diam. Tubuhku terkadang diguncang karena diriku tak juga membuka suara menjawab mereka, tamparan keras tak sedikit mendarat di pipiku. Namun, aku tetap diam. Air mata pun tak ada yang keluar, apa aku telah berubah menjadi gadis tanpa hati setelah ditinggal oleh kakak kembarku. Aku pun tak tahu bagaimana perasaanku sekarang, pikiranku kosong dan hanya mampu mendengar teriakkan kedua orang tuaku tanpa melawan.

Lelah berteriak, pria yang sejak tadi menatap garang diriku terduduk sambil memegang tengkuknya. Pria yang juga ayah kandungku terlihat meringis, menahan sakit. Si wanita yang juga merupakan Ibu kandungku, ikut duduk dengan raut wajah khawatir seraya memegang dada suaminya. "Jantung papa sakit?" tanyanya dengan nada suara yang bergetar ketakutan. Sepertinya dia takut jika suaminya menyusul anak laki-laki mereka. Wanita yang juga merupakan Ibuku itu menoleh dan menatapku dengan sangat-sangat tajam. "Semua karena kamu! Semua salahmu! Lebih baik kamu yang pergi untuk selamanya?! Semua kesialan ini terjadi karena KAMU!" ucapan menyakitkan dan tuduhan tak benar kembali menikam diriku, aku hanya dapat tersenyum getir mendengar kata-kata kasar dan makian dari Ibuku.

"Keluar kamu, keluar sekarang juga!" hardiknya padaku yang tak juga membuka mulut atau melawan sejak tadi. Aku keluar dengan langkah tegar, senyum pahit tergambar jelas di bibirku. Begitu sampai di kamar, aku menutup pintu dan bersandar di baliknya. Tubuhku merosot jatuh, terduduk di lantai yang dingin. Ah, bahkan perasaan dingin ini mengalahkan rasa dingin yang ada di hatiku. Air mata yang tadi terbendung akhirnya menggenang juga, aku menangis dalam diam. Sebenarnya dari mana semua ini terjadi, kesalahan apa yang kulakukan. Mereka orang tuaku, tapi mereka membenciku seperti membenci musuh bebuyutan mereka.

Aku berdiri dan menyeret langkahku yang terasa sangat berat, seolah ada beban yang menggelantung dan semakin memberatkan setiap langkah yang kuambil. Kuhempas tubuhku ke atas ranjang, ranjang tua yang tak pernah diganti setelah sekian lama pun berderit. Suara deritan seakan meronta meminta untuk diperlakukan lebih baik lagi, salah-salah ranjang ini akan ambruk beberapa waktu ke depan.

Kuusap wajahku kasar seraya menghela napas panjang, kembali teringat kejadian beberapa waktu lalu, saat saudara kembarku menghembuskan napas terakhirnya menggantikan diriku. "Kenapa kamu harus melakukan itu, kak?" lirihku bertanya dengan air mata yang mengalir lambat di ujung mataku.

"Andai saja kakak tak menggantikan aku, itu pasti lebih baik untuk semua orang." senyum getir kembali terpatri di sudut bibirku, perlakuan Ayah dan Ibuku tadi kembali membuatku terpuruk dalam kesedihan.

"Kakak yang disayang dan bukan aku, seharusnya kakak yang tetap hidup tanpa mengorbankan nyawa untukku!" raungku dengan perasaan marah, sedih, dan kecewa yang sangat terasa.

Aku memang masih bocah, masih butuh kasih sayang. Namun, Ayah dan Ibuku selalu tak memedulikan diriku. Bagi mereka hanya kakak kembarkulah yang pantas jadi anak mereka. Kak Adrian sangat baik dan memiliki kepintaran yang selalu dibanggakan oleh orang tuaku. Sedangkan aku, hanya aib yang tak pantas menjadi bagian dari mereka. Kata Ibuku ketika dia marah, aku hampir merenggut nyawanya karena terlalu susah dan lama terlahir. Ibulah sebabnya aku dibenci, terlebih aku tak mau dicintai hanya karena pintar dan sebagainya. Aku ingin merasakan kasih sayang yang tulus dari Ayah dan Ibuku, bukan karena ada sebab apapun, tapi hanya karena aku anak mereka. Namun, sepuluh tahun lebih bersama, tak pernah sedetik pun kurasakan kasih sayang tercurah dari mereka untukku.

Keberadaanku dianggap angin, tak dipedulikan, dan malah terlupakan. Aku tak protes, tak menyuarakan pendapat, dan tak juga ingin mengubah diriku agar lebih pintar guna menarik perhatian orang tuaku. Aku cukup bahagia melihat mereka tertawa bersama kakakku, tak ada rasa iri yang kurasakan pada kembaranku itu. Saudara kembarku, Adrian juga sangat baik padaku, dia membagi hadiah ulang tahun yang dia terima setiap tahunnya. Hanya dia satu-satunya tempat aku mendapat kasih sayang keluarga. Namun, semua tak akan sama lagi. Tak akan ada hadiah yang terbagi, tak akan ada tawa ceria lagi, aku ditinggal sendiri, diselamatkan oleh dia yang menjadi keluargaku yang sesungguhnya selama ini.

Aku tak peduli dengan hinaan serta cacian orang tuaku tadi, kalau bisa diubah, aku ingin menggantikan dia untuk pergi. Biarkan Adrian hanya selamat, biar keluargaku bisa terus bahagia. Pikiranku kusut dan terus-menerus menangis tertahan. Hingga batasnya,aku tertidur karena kelelahan.

Keesokan harinya, aku terbangun lebih cepat dari biasanya. Aku seperti orang linglung, kepalaku berdenyut sakit tak tertahankan, belum lagi mataku yangbengkak disertai rambut yang sangat acak-acakan. Hasil jambakan atau karena bangun tidur, aku pun tak bisa memastikan. Kupegang pipiku, sedikit sembab terasa di ujung jariku. Aku pun tersenyum kecut. "Rupanya bukan mimpi," lirihku pilu, setetes air mata kembali menodai pipiku yang tirus.

"Padahal aku berharap semua yang terjadi kemarin adalah mimpi, kak," lanjutku, dadaku semakin sesak terasa.

"Ha-ha, bodohnya aku yang berharap," tawa sumbang terdengar bercampur dengan kepahitan.

"Kamu pergi, kak! Dan bagaimana aku menghadapi kehidupan bagai di neraka sendirian?" keluhku sambil memeluk lututku.

"Huh, dan kamu membuatku berjanji untuk tetap hidup dan bahagia? Lebih parahnya lagi, kenapa aku mengiyakan permintaan terakhirmu? Sungguh, julukan idiot sangat pantas untukku?" ocehku meluapkan sedikit rasa sesak di dadaku.

Kuhapus air mataku dan melangkah gontai ke kamar mandi, kutatap pantulan diriku di cermin. Aku tertawa miris melihat penampilanku sendiri, satu kata yang bisa mengibaratkan semuanya, aku kacau, baik dari segi penampilan ataupun dari segi kondisi batinku yang terguncang. Melihat saudara sendiri meregang nyawa bukanlah hal mudah untuk dilupakan.

Aku menunduk sebelum kembali mendongak. "Kakak tenang saja, aku pasti akan menepati janji yang kubuat! Meski aku tak bisa bahagia sekarang, aku bisa bahagia di masa yang akan datang ..., mungkin!" kataku disertai senyum kecil yang jelas kupaksakan. Kata 'Mungkin' kuucapkan dengan sangat lirih, aku tak yakin apa aku bisa bahagia atau tidak. Aku hanya perlu mencoba dan berusaha untuk menepati janji, keinginan dari kembaranku.

Terpopuler

Comments

Oi Min

Oi Min

gtu bgt jadi orang tua. g waras aq ngira orang tua Adrian ini.

2022-11-06

0

Hasnah Siti

Hasnah Siti

haiiii thor..aku hadir nih dikarya story mu ...moga seru yah story nya..🔥❤❤❤

2022-07-31

1

Kustri

Kustri

Baru awal, ky'a menarik

2022-02-23

1

lihat semua
Episodes
1 Katanya Aku 'Pembunuh!'
2 Si kembar.
3 Putusan.
4 Pemecatan Tak Terduga.
5 Waktu yang Tersisa.
6 Pindah kamar.
7 Siapa Si Bodoh Itu.
8 Berangkat.
9 Selamat Tinggal Semuanya.
10 Semuanya baru.
11 Ulang Tahun Pertama.
12 Akting atau berbohong?
13 Harus Selalu Begitu.
14 Pesta.
15 Lautan Manusia Bermuka Dua.
16 Waktu Yang Berlalu.
17 Kembali Ke Awal.
18 Tuan Muda Ferdinan.
19 Heboh, Gila, Luar biasa!
20 Misi Sempurna, Waktunya Kembali.
21 Indonesia, Aku Kembali!
22 Rumah Sederhana!
23 Mengisi Perabotan.
24 Sekolah? Lagi?
25 Bertemu.
26 Ternyata Dia!
27 Chat Berlanjut.
28 Dia, sangat berbeda.
29 Aku Harus Memanggil Dia, Apa?
30 Kecurigaan.
31 Kesimpulan.
32 Pangeran Sekolah.
33 Teman Baru.
34 Rumit.
35 Alya Damartasya.
36 Penasaran.
37 Obrolan.
38 Sepanjang Jalan.
39 Weekend.
40 Tugas.
41 Rencana Rian.
42 Mencari Tahu Dengan Perlahan.
43 Ayah Dan Anak.
44 Mengemudi.
45 Alex.
46 Mobil Yang Dijanjikan.
47 Rafael.
48 Ngumpul-Ngumpul Lagi.
49 Musuh Dari Musuhmu Adalah Temanmu!
50 Rian, Diego, dan Rafael.
51 Ultah Ke-18.
52 Pesta Dan Perkiraan.
53 Sungguh, Anak Yang Sial!
54 Benci.
55 Siuman.
56 Rian Sedikit Berubah.
57 Cemilan Buatan Sahabatku.
58 Gangguan.
59 Pagi Yang Indah Untukku.
60 Perhatian Sahabat.
61 Tamparan.
62 Laporan.
63 Lagi-Lagi Dia.
64 Ke Luar Dari Rumah Sakit.
65 Hanya Alat.
66 Menyelamatkan Hari Libur?
67 Ulah Orang Iseng.
68 Rencana Balasan.
69 Tugas Selesai.
70 Ternyata Dia Pelakunya.
71 Teriakan Yang Wah Sekali!
72 Damai Itu Indah.
73 Minggu Ceria.
74 Desita Mencari Masalah.
75 Kaget? Pastinya.
76 Sidang?
77 Damai Bagi Rian.
78 Desita Memperpanjang Hari Liburnya.
79 Rian Sakit?!
80 Rafael Menyatakan Dirinya, Gila!
81 Butuh Obat Yang Mujarab.
82 Petak Umpet Dimulai.
83 Secara Tak Sadar.
84 Belajar Bersama.
85 Ujian Ternyata Mudah.
86 Waktunya Menghilang.
87 Rencana Untuk Bebas.
88 Kabar Duka.
89 Terpukul.
90 Mengintai Dari Kejauhan.
91 Pekerjaan Baru.
92 Bibit Baru Yang Mengguncang Dunia Bisnis.
93 Mimpi Buruk.
94 Siapa Yang Tak Mengenal Diriku!.
95 Aku Kembali.
96 Kerjasama.
97 Diundang Ke Rumah Diego.
98 Gosip Paling Baru.
99 Kalian?
100 Pembuat Masalah.
101 Ketahuan.
102 Aldi, Sang Wartawan.
103 Liburan Bersama.
104 Usaha Herman.
105 Kembali.
106 Mengambil Apa Yang Seharusnya Menjadi Milikku.
107 Pertentangan.
108 Makan Malam Kantor.
109 Herman Gigit Jari.
110 Bertemu Aldi Lagi.
111 Acara Penyambutan.
112 Kenangan Tentang Dia.
113 Pagi Yang Indah.
114 Kesalahan Yang Dibuat-buat.
115 Apa Ini?
116 Kejujuran.
117 Seperti Mimpi.
118 Di Atas Angin.
119 Kaget, Gak? Kaget, Gak? Kaget, Lah Masa, Gak Sih?!
120 Mencoba Peruntungan.
121 Kembali Ke Rutinitas Sehari-hari.
122 Tunangan, Eh?
123 Hari Patah Hati Berjamaah.
124 Baju Pun Jadi Masalah.
125 Hari H.
126 Pengakuan Yang Tak Tahu Malu.
127 Takut.
128 Pengakuan Ana.
129 Penjelasan.
130 Tunangan Berasa Bodyguard.
131 Krisis Ekonomi.
132 Kolaborasi Camer Dan Catu.
133 Masalah Baru.
134 Tugas Akhir.
135 Penyesalan.
136 Tak Tahu Malu.
137 Berbagi.
138 Bibit-Bibit Pelakor.
139 Terpuruk.
140 Berita Duka.
141 Dunia Terus Berputar.
142 Mengikuti Alur.
143 Ikan Terperangkap.
144 Kehancuran.
145 Apa Yang Terjadi Sebenarnya?!
146 Karma.
147 Renungan.
148 Akhir Menjadi Awal.
149 Liburan.
Episodes

Updated 149 Episodes

1
Katanya Aku 'Pembunuh!'
2
Si kembar.
3
Putusan.
4
Pemecatan Tak Terduga.
5
Waktu yang Tersisa.
6
Pindah kamar.
7
Siapa Si Bodoh Itu.
8
Berangkat.
9
Selamat Tinggal Semuanya.
10
Semuanya baru.
11
Ulang Tahun Pertama.
12
Akting atau berbohong?
13
Harus Selalu Begitu.
14
Pesta.
15
Lautan Manusia Bermuka Dua.
16
Waktu Yang Berlalu.
17
Kembali Ke Awal.
18
Tuan Muda Ferdinan.
19
Heboh, Gila, Luar biasa!
20
Misi Sempurna, Waktunya Kembali.
21
Indonesia, Aku Kembali!
22
Rumah Sederhana!
23
Mengisi Perabotan.
24
Sekolah? Lagi?
25
Bertemu.
26
Ternyata Dia!
27
Chat Berlanjut.
28
Dia, sangat berbeda.
29
Aku Harus Memanggil Dia, Apa?
30
Kecurigaan.
31
Kesimpulan.
32
Pangeran Sekolah.
33
Teman Baru.
34
Rumit.
35
Alya Damartasya.
36
Penasaran.
37
Obrolan.
38
Sepanjang Jalan.
39
Weekend.
40
Tugas.
41
Rencana Rian.
42
Mencari Tahu Dengan Perlahan.
43
Ayah Dan Anak.
44
Mengemudi.
45
Alex.
46
Mobil Yang Dijanjikan.
47
Rafael.
48
Ngumpul-Ngumpul Lagi.
49
Musuh Dari Musuhmu Adalah Temanmu!
50
Rian, Diego, dan Rafael.
51
Ultah Ke-18.
52
Pesta Dan Perkiraan.
53
Sungguh, Anak Yang Sial!
54
Benci.
55
Siuman.
56
Rian Sedikit Berubah.
57
Cemilan Buatan Sahabatku.
58
Gangguan.
59
Pagi Yang Indah Untukku.
60
Perhatian Sahabat.
61
Tamparan.
62
Laporan.
63
Lagi-Lagi Dia.
64
Ke Luar Dari Rumah Sakit.
65
Hanya Alat.
66
Menyelamatkan Hari Libur?
67
Ulah Orang Iseng.
68
Rencana Balasan.
69
Tugas Selesai.
70
Ternyata Dia Pelakunya.
71
Teriakan Yang Wah Sekali!
72
Damai Itu Indah.
73
Minggu Ceria.
74
Desita Mencari Masalah.
75
Kaget? Pastinya.
76
Sidang?
77
Damai Bagi Rian.
78
Desita Memperpanjang Hari Liburnya.
79
Rian Sakit?!
80
Rafael Menyatakan Dirinya, Gila!
81
Butuh Obat Yang Mujarab.
82
Petak Umpet Dimulai.
83
Secara Tak Sadar.
84
Belajar Bersama.
85
Ujian Ternyata Mudah.
86
Waktunya Menghilang.
87
Rencana Untuk Bebas.
88
Kabar Duka.
89
Terpukul.
90
Mengintai Dari Kejauhan.
91
Pekerjaan Baru.
92
Bibit Baru Yang Mengguncang Dunia Bisnis.
93
Mimpi Buruk.
94
Siapa Yang Tak Mengenal Diriku!.
95
Aku Kembali.
96
Kerjasama.
97
Diundang Ke Rumah Diego.
98
Gosip Paling Baru.
99
Kalian?
100
Pembuat Masalah.
101
Ketahuan.
102
Aldi, Sang Wartawan.
103
Liburan Bersama.
104
Usaha Herman.
105
Kembali.
106
Mengambil Apa Yang Seharusnya Menjadi Milikku.
107
Pertentangan.
108
Makan Malam Kantor.
109
Herman Gigit Jari.
110
Bertemu Aldi Lagi.
111
Acara Penyambutan.
112
Kenangan Tentang Dia.
113
Pagi Yang Indah.
114
Kesalahan Yang Dibuat-buat.
115
Apa Ini?
116
Kejujuran.
117
Seperti Mimpi.
118
Di Atas Angin.
119
Kaget, Gak? Kaget, Gak? Kaget, Lah Masa, Gak Sih?!
120
Mencoba Peruntungan.
121
Kembali Ke Rutinitas Sehari-hari.
122
Tunangan, Eh?
123
Hari Patah Hati Berjamaah.
124
Baju Pun Jadi Masalah.
125
Hari H.
126
Pengakuan Yang Tak Tahu Malu.
127
Takut.
128
Pengakuan Ana.
129
Penjelasan.
130
Tunangan Berasa Bodyguard.
131
Krisis Ekonomi.
132
Kolaborasi Camer Dan Catu.
133
Masalah Baru.
134
Tugas Akhir.
135
Penyesalan.
136
Tak Tahu Malu.
137
Berbagi.
138
Bibit-Bibit Pelakor.
139
Terpuruk.
140
Berita Duka.
141
Dunia Terus Berputar.
142
Mengikuti Alur.
143
Ikan Terperangkap.
144
Kehancuran.
145
Apa Yang Terjadi Sebenarnya?!
146
Karma.
147
Renungan.
148
Akhir Menjadi Awal.
149
Liburan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!