Setelah mengurung diri dan melamun, mengenang detik-detik akhir sang kakak meregang nyawa karena dirinya. Adriana akhirnya keluar dari kamarnya.
"Heh, kamu! Kamu dipanggil nyonya! Cepat sana!" hardik salah satu pelayan yang tak suka dengan Adriana.
Gadis kecil itu menatap dalam diam, dia tak menjawab dan memilih berlalu pergi ke kamar orang tuanya. Begitu sampai, Adriana mengetuk pintu kamar Ayah dan Ibunya.
"Masuk!" suara tegas sang Ibu terdengar, tak ada sedikitpun kasih sayang di dalam suara tadi yang bisa Adriana dengar.
Adriana masuk sesuai perintah, dia hanya berdiri diam seperti seorang pesakitan yang menunggu putusan hukuman. "Huh, sangat bagus. Kamu masih bisa tidur setelah semua yang terjadi karenamu!" cibir sang Ibu menatap Adriana seperti menatap musuhnya sendiri.
"Aku sudah berbicara dengan suamiku ...," ucap sang nyonya rumah menggantung kata-katanya.
Adriana tetap diam, dia berpikir paling buruk dia akan dibuang ke panti asuhan yang jauh dan terpencil. Dia akan didaftarkan sebagai anak yatim atau apalah namanya. Bukan hal buruk bagi Adriana yang tak mengharapkan apa-apa.
"Aku tak peduli apa yang akan mereka lakukan padaku, mau dibuang ke panti asuhan atau dikeluarkan dari daftar keluarga juga tak masalah! Aku akan memikirkan dan berusaha untuk tetap hidup dan meraih kesuksesan, kemudian aku akan membalas mereka yang telah melakukan hal jahat pada kakakku!" batin Adriana dengan tampang datar seolah tak memiliki hati.
"Kamu akan dikirim ke luar negeri, sekolah di sana dan hiduplah sebagai ADRIAN! Kubur nama Adriana selama-lamanya!" titah sang Ayah yang sejak tadi diam. Adriana mendongak, menatap wajah orang tuanya yang sudah membuat keputusan yang besar dalam hidupnya.
"Kenapa diam? Kamu tak terima?" desak sang Ibu, nyonya Desita Ferdinan.
"Apa saya masih memiliki kesempatan untuk menolak, nyonya? Dan bagaimana kalau memang saya merasa keberatan?" untuk pertama kalinya Adriana membalas ucapan orang tua kandungnya.
"Lancang! Kamu yang membuat anak saya meninggal, kamu yang menjadi penyebab kami kehilangan putra berharga kami! Dan sekarang kamu tak mau mengikuti keputusan kami?!" bentak Desita meraung marah.
"Kami akan memaafkan kamu, maka lakukan seperti yang kami inginkan! Jalani sisa hidupmu sebagai Adrian tanpa ada siapapun yang tahu!" ucap Hermansyah dengan nada suara dingin.
"Ingat yang meninggal adalah kamu, putra kami masih hidup dan akan menua bersama kami!" oceh Desita tak masuk akal.
Adriana terdiam sebentar, sebelum senyum sinis terukir di sudut bibirnya. "Lakukan seperti yang anda inginkan, nyonya! Dan saya tak butuh maaf dari anda!" balasnya dengan tenang, tak ada rasa kecewa atau tertekan pada nada suara gadis kecil itu.
"Bagus, secepatnya kamu akan menggantikan posisi putra kami. Adriana sudah terkubur di dalam peti yang dingin! Sekarang yang akan melanjutkan hidup adalah Adrian, anak kebanggaan dan kesayangan kami!" senyum puas nampak jelas tercipta mengakhiri perkataan sang nyonya rumah.
"Lakukan sebaik mungkin, jangan biarkan teman-teman Adrian curiga sedikitpun! Dan juga gunakan otakmu yang bodoh dan tak berisi itu untuk berpikir! Nilai-nilai di sekolah baru nanti tak boleh turun meski hanya sekecil apapun?!" tambah sang kepala keluarga, Hermansyah Ferdinan.
"Jika kamu mengerti pergilah, kami akan mengurus sisanya!" usir Desita.
Adriana tak merespon sedikitpun perkataan Ibunya, gadis kecil itu hanya langsung berbalik dan pergi meninggalkan kamar orang tuanya. Dia tak banyak berpikir, dia juga tak melakukan persiapan apapun. Paling, dia hanya harus memotong rambutnya yang panjang. Masalah lain bukan urusannya, biarkan kedua tuan dan nyonya yang merasa sangat berkuasa itu yang mengatur semuanya. Dia hanya tinggal memainkan peran.
"Huh, gunakan otakku katanya!" ucap Adriana dengan senyum mencemooh.
"Seperti aku butuh hal-hal membosankan! Berpikir? Jika aku mau, aku bisa mendapat nilai yang lebih bagus dari Kak Rian, tapi aku malas mendapatkan kasih sayang hanya karena melakukan sesuatu terlebih dahulu," lanjut Adriana sambil melangkah ke kamar mandi.
Gadis kecil itu membasuh wajahnya dan menatap refleksi dirinya di dalam cermin. "Apa tak ada kasih sayang yang tulus buatku? Seperti yang biasa Kak Rian berikan untukku selama ini?" bisiknya sedih. Dia jadi merindukan sang kakak kembarnya.
Adriana keluar dari kamar mandi dan duduk di pinggir jendela yang terbuka lebar, matanya menatap jauh ke depan, seolah menembus kegelapan. Biasanya di saat seperti ini, sang kakak akan menghampiri Adriana dan menghabiskan waktu bersama dengan bercerita. Adrian lebih sering menceritakan tentang kesehariannya selama berada di luar, juga berbagi hadiah atau makanan yang dia dapatkan. Namun, sekarang semuanya tak akan pernah terjadi lagi. Cahaya hangat itu tak akan menyentuh hati Adriana yang semakin mendingin.
"Setidaknya aku bisa menjadi dirimu, kak!" senyum tulus untuk pertama kali tersungging di bibir Adriana, meski hanya sesaat. Namun, itu seakan melelehkan sedikit kebekuan di diri gadis kecil yang malang ini.
"Aku melakukan ini bukan untuk mereka, bukan juga untuk mengiba kasih sayang dan perhatian dari mereka. Apalagi untuk menggantikan atau merebut posisi kakak sebagai anak tersayang di keluarga Ferdinan. Aku melakukan ini untuk diriku sendiri, untuk menebus dosa karena telah membuat kakak mengorbankan nyawa." kata Adriana mendongak, menatap langit yang dihiasi bulan purnama.
"Aku pikir aku dulu menginginkan sedikit perhatian dari mereka, orang tua kita, kak. Nyatanya, aku hanya butuh kasih sayang darimu saja. Bodohnya aku yang tak sadar saat kamu ada di sini, kak." Adriana terkekeh kecil, tapi kekehannya tak terdengar bahagia. Justru kekehan gadis kecil itu terdengar pilu dan menyakitkan.
Adriana berdiri, mendekati lemari kecil di samping tempat tidurnya. Dibukanya lemari tersebut dan ditariknya laci paling bawah. Tangan kecil Adriana mencari-cari sesuatu di dalam laci yang baru saja dia buka. Kilat putih terlihat, terpantul cahaya dari lampu kamar. Di tangan Adriana sudah memegang gunting yang terlihat tajam dan berkilat sedikit menyilaukan. Adriana menaruh gunting tadi di atas meja, dia beralih mengambil ikat rambut. Adriana mulai menyisir rambutnya dan mengikat semuanya menjadi satu, gadis kecil itu menarik napas panjang sambil menutup mata. Sebelah tangannya memegang rambutnya yang telah terikat, sebelah tangannya yang lain memegang kembali gunting yang tadi dia letakkan di meja.
"Izinkan aku menjadi dirimu, kak! Kuharap aku bisa selamanya dan membuat cerita bahagia seperti yang kujanjikan!" selesai berucap, mata Adriana terbuka. Dengan satu gerakan, rambut panjang miliknya telah terpotong. Bukan potongan rapi, tapi gadis itu tak peduli. Dia hanya menuruti apa yang ingin dia lakukan, tuan dan nyonya Ferdinan pasti mengurus rambutnya nanti.
Dimulailah kisah Adriana yang memutuskan untuk membuat dirinya menjadi seperti sang kakak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Diana Dwiari
ih, jahatnya....padahal itu anak kandungnya sendiri lo...panggil mamanya kog dg nyonya....adriana kn cewe, harus jadi laki? kasihan sekali....
2022-08-30
1
Kustri
Ini kembar cowok cewek apa cewek 2-2'a thor
2022-02-23
0
Aufanzaa Aufanzaa
duhh.. mewek thoor..
2021-10-06
0