Apa yang terjadi setelah kubuka rice cooker?
Semenit setelahnya.
Tok! Tok! Tok!
Kuketuk pintu kamar kos sahabatku beberapa kali. Letaknya tepat bersebelahan dengan kamar kosku.
"Yolandaa!" seruku cukup kencang dari luar.
Sekarang masih pukul 18.31 menjelang malam. Pasti Yolanda belum pergi bekerja.
"Masuk! Tidak dikunci!" sahut sahabatku dengan intonasi tak kalah kencangnya.
Ceklek!
Kuraih gagang pintu lantas membukanya. Sedikit kulongokan kepala ke dalam kamar, ingin mencari keberadaan Yolanda. Tampak gadis manis itu sedang duduk di atas tempat tidur berukuran single bed seraya bersandar di dinding kamar yang dicat ungu muda.
Mata Yolanda yang bundar fokus menatap layar gawai sampai tak berkedip. Cahaya terang yang berasal dari gawai itu pun membias di parasnya. Sementara ibu jarinya lincah bergerak di atas permukaan layar.
"Yol!"
Sapaan singkat mengiringi langkahku mendekati Yolanda.
"Ada apa, Ndy?" tanya Yolanda tanpa menoleh.
Kujawab pertanyaan sahabatku ketika sudah berhasil duduk di tepian ranjang. "Masih ada nasi, tidak?" Bibir bawahku ikut mencebik seolah berharap belas kasihan dari gadis itu.
"Cih! Muka sok imut." Yolanda malah meledek. "Ambil sana,tuh! Di belakang."
Jari telunjuknya mengarah ke dapur yang kebetulan hanya disekat dengan papan agar terpisah dari kamar.
"Asyik! Makasih ya, Yol. Kamu memang The Best deh!" jawabku girang lalu bergegas menuju dapur sembari membawa sebuah piring yang berisi telur dadar.
Selain berparas ayu, gadis itu memang baik. Dia bisa memahami kesulitanku dan kami berdua selalu saling tolong-menolong bila mengalami kesusahan. Tak ayal aku dan Yolanda menjadi sangat dekat layaknya saudara kandung.
Sesampainya di dapur, kuambil secentong nasi kemudian mengisinya ke piring. Tak ketinggalan kusiram sedikit kecap manis di atasnya untuk menambah cita rasa nasi.
"Habiskan saja, Ndy!" seru Yolanda dari seberang.
"Nanti kamu makan apa, Yol?" tanyaku usai melihat sisa nasi yang tinggal sedikit di dalam rice cooker.
"Aku makan malam di bar. Temanku ada yang mau traktir."
"Cie! Cie! Terciduk ada yang traktirin nih, ye!"
Kalimat godaan meluncur dari mulutku. Ketika sudah kembali ke kamar, aku pun duduk lagi di tepian ranjang.
Kedua mata Yolanda memicing sinis. "Cie apa sih? Bukan cuma aku yang ditraktir, kali! Tapi bareng sama teman kerjaku yang lain."
"Oh ... Aku pikir ditraktir sama calon pacar baluu...."
Sebuah senggolan manja kudaratkan ke lengan Yolanda, memang posisi kami berdua berdekatan. Seseondok nasi berisi potongan kecil telur dadar bergerak menuju mulutku setelahnya.
"Calon pacar baru, apanya? Kamu tuh yang perlu punya pacar. Biar tahu indahnya dunia."
Candaanku dibalas ledekan ringan oleh Yolanda. Sontak mimik mukaku berakting sedih.
"Memangnya duniaku sesuram itu, kah?"
"Iya, suram, gersang. Kamu sih! Mau punya pacar tapi mendekam terus di kamar. Siapa yang tahu coba, kalau ada gadis tua di situ!"
Yolanda menunjuk kamarku yang hanya terpisah oleh dinding dari kamarnya.
Hiks! Hiks! Hiks!
Semakin sedih gelagatku, dipanggil gadis tua olehnya.
"Sudah, ah! Jangan bahas aku lagi. Kalau aku nangis, nanti banjir nih kamar."
"Hahaha! Iya deh, iya. Cup! Cup! Cup!" Yolanda mengusap kepalaku beberapa kali.
"Sudah, ah! Memangnya aku anak kecil!" Kutepis tangan Yolanda dari kepalaku.
"Hehehe! Jangan marah dong, Andy Sayang!" Senyum Yolanda lebar seperti keledai hendak membujuk.
Yolanda, dia sudah seperti saudara kandung beda ibu bagiku. Teman suka duka. Teman gontok-gontokan. Teman segala teman. Dia adalah orang pertama yang akan kucari bila aku sedang merasa sedih atau memiliki masalah.
Bukan hanya sebagai teman. Aku juga mengagum Yokanda sebagai seorang wanita. Gadis itu memiliki paras yang elok disertai kepribadian yang cantik pula. Bola mata Yolanda terlihat bening, memancarkan warna coklat muda. Kulitnya eksotis mirip bintang film Hollywood. Cukup berdandan sederhana saja, aura kecantikan Yolanda sudah terpancar.
Umur kami sebaya. Yolanda berumur 21 tahun. Aku juga sama, 21 tahun. Sebab itu kami punya selera dan hobi yang hampir sama. Bedanya adalah dia seorang ekstrovert yang punya banyak teman dan pengagum. Sedangkan aku terlalu pemalu untuk bisa jadi hampir sepertinya.
Alasanku tinggal di kos ini agar dapat menghemat waktu dan jarak dari tempatku kuliah. Sedangkan Yolanda, ia memang berasal dari kota ini. Ayah dan ibunya bahu membahu bekerja di warung fotokopi milik keluarga mereka sendiri.
Yolanda tinggal di kos ini karena tidak suka dengan aturan yang terlalu banyak di rumahnya. Ditambah lagi, ibunya suka menjodoh-jodohkan Yolanda dengan si Teddy. Anak tetangga mereka yang semua keluarganya mempunyai warung grosir sembako termasuk juga Teddy. Tiap kali aku menyebutkan nama itu di depan Yolanda. Dia bisa saja langsung berubah menjadi si raksasa hijau, Hulk.
"Si Beruangg!" ujarnya gusar.
Setelah itu, Yolanda akan langsung ingat dengan perkataan ibunya. Kalau ia menikah dengan Teddy, maka tidak perlu lagi memikirkan untuk membeli beras. Tinggal ambil di warung Teddy saja. Yolanda juga akan langsung menyandang gelar "Nyonya" di warung grosir sembako milik Teddy.
Waktu itu aku pernah bertanya mengapa Yolanda menolak Teddy. Langsung disahuti dengan galak olehnya.
"Jangankan menolak, melirik pun aku tak sudi!"
Hahaha, sudah seperti lagu dangdut saja jawabannya. Yolanda kemudian menjelaskan alasan kenapa ia kekeh tidak mau bersama Teddy.
Pertama, karena Teddy umurnya jauh lebih tua 10 tahun darinya. Sedangkan Yolanda menyukai lelaki muda manis seperti brownies. Kedua,
Yolanda bilang sebenarnya Teddy bukan laki-laki ulet pekerja keras seperti yang diidamkannya. Teddy malah lebih banyak aktif di sosial media ketimbang di warungnya. Dan ketiga, yang membuat hilang feeling adalah Si Teddy suka ngupil.
Weekk! Perutku jadi mual.
**
Aku selesai makan dengan perut super kenyang. Karena Yolanda akan makan di bar bersama teman-temannya, lantas tanpa ampun segera kulibas sisa nasi yang tadi kutinggalkan di rice cooker.
Yolanda adalah seorang bartender di White Lines Lounge And Bar. Sebuah bar yang sangat terkenal di Jakarta. Tempat itu didesain dengan konsep super mewah serta hanya didatangi oleh orang kaya saja
Bahkan uang tip yang didapat Yolanda dari para tamu, bila dikumpulkan dalam sebulan bisa melebihi gaji pokoknya bekerja. Wajar saja kalau isi perabotan kamar kos Yolanda jauh berbeda dengan kamar kosku. Perabotan milik Yolanda lebih lengkap dan lebih modern.
Bagaimana caranya Yolanda bisa masuk kerja di tempat itu?
Saat itu manager barnya adalah pacar Yolanda. Sammy namanya. Walaupun hubungan mereka sudah lama putus, tetapi keduanya tetap berteman baik tanpa harus membuka aib pasangan di masa lalu.
Banyak mengobrol tentang Yolanda, tanpa sadar sudah satu jam terlewati. Sekarang saatnya gadis itu hendak berangkat kerja. Ia kembali melihat riasan wajahnya di cermin, meneliti apakah hasil karyanya sudah tepat pada tempatnya.
Sementara aku masih berada di sebelah Yolanda dengan posisi duduk di tepian ranjang, sama seperti tadi. Aku akan beranjak keluar kalau sahabatku sudah akan berangkat bekerja. Di saat sedang asyik memperhatikan Yolanda yang sibuk membenarkan riasannya, tiba-tiba gawaiku berdering.
Siapa yang menelpon?
***
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Ge
Jika aq yg jdi Ashland akan besar jika ngliat klakuan Andy yg tau2 mnjem duit sekalipun dia prnh bantu dgn balikin dompet Ashland. Sekalipun urgent bngt jgn maksa spt itu apa lgi smpe ngancam mau loncat dri balkon.. utk saat ini ngukutin dlu mau nya amAuthor
2020-06-18
0
Septiani Susetyowati
gk taw malu bngt pinjem uang gk dikasih kok maksa mpw segitunya
2020-04-27
0
Devi Yuliani
semangat andy demi mama
2020-04-25
2