Seperti mengetahui sinyal yang diberikan tubuhku. Hatiku jadi berdebar. Mengapa bisa berdebar?
Akan kuberitahu jawabannya. Itu karena seorang pria tinggi memakai setelan jas eksekutif warna abu-abu gelap sedang berdiri di depanku sekarang. Manik mata kami saling bertemu. Aku kenal sepasang mata biru itu. Baru beberapa hari lalu sejak pertama kali aku melihatnya.
Dengan sikap profesionalnya, ia masuk ke dalam lift. Sementara aku beringsut mundur memberi ruang. Pria itu melihatku sebentar lalu mengalihkan pandangan, diikuti posisinya yang berdiri tegak menghadap ke depan.
Seorang pria lain bersetelan jas warna hitam turut masuk ke dalam setelahnya. Ia mendampingi pria pertama sambil berdiri di samping agak ke belakang. Pintu lift kemudian tertutup.
Seketika, Seeeng....
Harum ini, wangi ini, seluruh ruangan lift dipenuhi aroma ini.
Bunga-bunga bermandikan air hujan.
Wangi ini kembali kucium. Kembali menyinggahi hidungku. Ini wangi yang sama seperti beberapa hari yang lalu. Aku suka wangi ini. Wangi yang menurutku adalah wangi orang kaya. Diam-diam kucuri kesempatan untuk tersenyum.
Hanya ada kami bertiga di dalam di lift sekarang. Posisiku yang berada mentok di dinding paling belakang memberiku keuntungan agar dapat meneliti dua orang pria yang berada di depanku saat ini.
Pria pertama berdiri tegak membelakangiku. Kedua tangannya yang masuk ke dalam saku celana, menambah kesan berwibawa pada dirinya. Sedangkan pria kedua tengah memegang sebuah buku agenda bersampul kulit hitam di tangannya. Pria itu nampak sibuk membaca seraya beberapa kali terlihat membolak-balik kertas. Suara lembaran kertas yang dibuka pun mengisi kekosongan di dalam lift.
Selagi memperhatikan kedua pria itu, sebenarnya aku ingin menyapa. Aku masih ingat nama si pria pertama, yaitu Tuan Asland Garland. Namun, niatku tertahan sebab ada perasaan lain yang mengganjal hatiku.
'Kenapa pria itu juga muncul di sini?' Dahiku mengernyit bingung.
Ting!
Lift berdenting, pintu pun terbuka. Dua pria yang berada di depanku keluar lebih dulu. Aku pun juga menyusul keluar karena lantai kantor yang kutuju sudah tiba.
Kedua pria tadi berjalan cukup cepat. Membuatku tertinggal di belakang. Dan ternyata, mereka juga menuju ke arah ruangan yang menjadi tempat tujuanku, yaitu ruang rapat di lantai 11.
'Sebenarnya siapa dia? Siapa juga orang yang bersamanya?'
Ketika kedua pria tadi masuk ke ruang rapat, semua direktur yang berada di dalam sontak berdiri memberi salam.
"Selamat siang, Presdir," sapa semuanya serempak seraya mengangguk singkat.
'A-apa? Presdir?' Betapa terkejutnya aku sampai mataku membulat.
Tampak pria yang bersetelan jas abu-abu gelap duduk di kursi paling depan meja rapat yang bentuknya lonjong. Sementara pria yang sedari tadi mengekorinya berdiri di sisi kiri bagian belakang sambil masih memegang buku agenda.
Lantas sekarang, semua orang yang berada di ruang rapat melihatku mematung di depan pintu.
"Andy!" panggil Pak Rudy cukup kencang dari posisinya yang berdiri di sisi kiri meja pada baris ketiga.
Barulah aku tersadar dari sikap melongoku. "I-iya pak!" jawabku terbata-bata.
Sebelum masuk ke dalam ruangan itu, aku meminta izin lebih dulu pada pria yang tadi dipanggil Presdir oleh semua peserta rapat.
"Permisi, Tuan!" ucapku pelan lalu menunduk.
Kupercepat langkah agar bisa sesegera mungkin menjangkau Pak Rudy dan memberikan dokumen yang kubawa padanya. Lalu bergegas kembali keluar. Namun, sebelum mencapai pintu, aku yang masih penasaran memberanikan diri untuk menoleh. Hendak memastikan, apakah orang yang kulihat memang benar?
Dan,
"Akh!" refleks tersentak tatkala kutemukan sorot mata pria itu rupanya juga melihatku. Lekas kutundukan kepala lagi saking malunya. Buru-buru pergi dari situ.
**
Aku jadi lebih banyak diam sekembalinya ke ruangan bagian pemasaran. Kulanjutkan lagi mengetik pekerjaanku yang sempat tertunda, tetapi, ah, aku kembali diam. Pikiranku tidak tenang lantaran terus digelayuti bayangan sosok sang presdir.
Tidak ingin seharian ini pikiranku dipenuhi pertanyaan tanpa jawaban. Lantas kuberanikan diri mendatangi meja kerja Mbak Sheryn.
"Mbak!" panggilku pelan.
Mbak Sheryn yang tadinya fokus menekan papan ketik komputer kini menoleh. "Ya Andy, ada apa?"
"Eumm...." Kulipat bibir sampai tinggal segaris. "Aku mau tanya nih, boleh?"
"Boleh, tanya apa?"
"Eumm...." Lagi-lagi dehaman raguku berkumandang. "Pak Asland itu presdir di sini ya, Mbak? "
"Oh, Tuan Asland. Panggil Tuan ya, Ndy. Jangan Pak," sahut Mbak Sheryn, menjelaskan.
"Iya Mbak, Tuan Asland."
"Iya, dia itu presdir di sini. Dia pemilik perusahaan ini."
Glek!
Aku menelan saliva dalam.
'Yang punya perusahaan ini? Berarti dia pimpinan utama Mbak Sheryn dan pastinya aku juga, dong! Pantas saja wangi parfumnya wangi orang kaya.'
"Tadi kamu jumpa sama dia, ya?" tanya Mbak Sheryn lagi.
"Iya Mbak. Waktu mengantar dokumen untuk Pak Rudy.
Sekonyong-konyong Mbak Sheryn mencondongkan tubuhnya ke arahku yang berdiri di depan meja kerjanya. Lalu celingukan ke sekitar ruangan sebelum berbicara kata-kata yang menggoda.
"Ssst ... Dia tampan, kan? "
Setengah berbisik, raut wajah Mbak Sheryn terlihat nakal.
"Hehehe! Ya begitulah."
Aku senyam-senyum tersipu malu.
"Tapi dia sudah punya istri."
Deng! Deng! Deng! Betapa terkejutnya aku.
"Sudah punya istri?" ulangku cukup kencang.
"Sstt ... Jangan kuat-kuat!" Mbak Sheryn meletakan jari telunjuknya di bibir. "Nanti orang lain dengar kalau kita lagi menggosip tentang Presdir."
"Oh, iya Mbak. Maaf ya, aku keceplosan tadi."
"Jangan kecewa, dong! Yang lain juga sama seperti kamu ekspresi akhirnya. Pas tanya-tanya tentang Tuan Asland." Mbak sheryn menggodaku lagi.
"Ah, tidak kok, tidak! Ih, Mbak ini, deh!" sangkalku manyun manja.
"Hahaha!"
Mbak Sheryn malah bergelak tawa melihat kepolosanku.
"Tapi maksud Mbak yang lain itu siapa, sih? Aku masih tidak mengerti."
"Karyawan baru di perusahaan ini, Ndy. Tuan Asland itu kan handsome, tinggi, kaya dan berwibawa. Siapa saja yang melihat pasti langsung suka dan penasaran sama dia."
"Hhmm ... Begitu ya!"
Kutundukan pandanganku lalu menghela napas panjang. Sepertinya ada yang meleleh di hatiku dan aku tidak tahu apa itu.
**
Hari ini sungguh hari yang ajaib. Fakta bahwa Tuan Asland sempat menggugah hatiku, menambah selera nafsu makanku, itu adalah benar. Tuan Asland, dia memiliki aura yang berbeda. Tidak seperti laki-laki kebanyakan.
Selain tampan, auranya tegas dan serius. Sikap tak acuh serta diamnya menambah kesan misterius. Apalagi wangi parfumnya yang tidak pasaran. Seolah-olah hanya dia satu-satunya yang memiliki aroma itu.
Bunga-bunga bermandikan air hujan.
Apa seleraku memang suka bos besar seperti dia?
Hahaha!
Mimpiku terlalu ketinggian. Kalau level sepertiku, mendapat pasangan seorang manager saja sudah bersyukur. Apalagi mau mendapatkan seorang presiden direktur? Ah, reinkarnasi sampai tujuh kali pun rasanya mustahil. Dan keajaiban hari ini adalah, aku segera tahu status Tuan Asland yang ternyata sudah punya seorang istri.
Stop!
Cukup berhenti berkhayal dari sekarang, Andy. Daripada tahunya belakangan. Aku pasti akan jatuh, tersungkur, terjerembab dan tidak bisa bangun lagi. Ah, ya sudahlah.
Banyak berbasa-basi pada diri sendiri membuat perutku membunyikan alarm. Keroncongan minta diberi makan. Lantas kuambil dua butir telur ayam lalu kugoreng menjadi telur dadar. Usai semenit, hasil masakanku siap disantap. Tinggal menambahkan nasi saja ke atas piring.
Apa yang terjadi setelah kubuka rice cooker?
***
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Frau Zasky
nyesek thot
2020-04-25
2
Siti Asmaulhusna
tp jngn smpe jual diri jg kan ank kuliahan
2020-04-21
3