Bab 2 : Tuan Asland Garland

Kamar kosku begitu gelap saat aku pulang. Kunyalakan lampu sembari melempar tas ke atas tempat tidur. Kemudian kubaringkan tubuh lelahku di atas ranjang yang terbalut sprei motif bunga kamboja.

 

"Ah, capeknya!" lirihku kelelahan.

Efek berlari mengejar dua pencopet tadi baru kurasakan sekarang, setelah tubuhku terbaring seperti ini. Mataku yang letih mulai mendapatkan rasa kantuk. Beberapa saat setelanya rasa kantuk yang awalnya sekadar berubah menjadi luar biasa

Kupandangi terus baling-baling kipas angin yang sedang berputar-putar di langit-langit kamar. Perlahan-lahan mataku terkatup hingga akhirnya benar-benar terpejam. Aku tertidur pulas malam itu.

**

Di tempat yang berbeda.

Seorang pria duduk menyandar di kabin belakang mobil. Matanya terpejam dengan kepala bersandar ke belakang. Tangan kanannya sebentar mencolek ujung bibirnya yang berdarah, terluka oleh pukulan. Lalu jatuh lunglai ke paha. Tampak pakaian pria itu lusuh, kotor terkena tanah.

"Untung saja Tuan cepat menghubungi saya."

Seseorang yang menyetir mobil berbicara pada orang yang duduk di kabin belakang.

"Ya," jawabnya singkat dengan suara yang sedikit berat.

"Tuan, mau saya antarkan ke rumah sakit atau..."

Belum selesai orang yang menyetir bicara, pria yang duduk di kabin belakang sudah menyela.

"Ke tempat biasa saja."

"Tapi luka anda?"

"Tidak apa-apa, ini hanya luka ringan."

"Baiklah Tuan."

Mobil sedan mewah itu memutar arah. Melaju dengan kecepatan sedang menembus gelapnya malam.

**

Pagi hari.

Selesai berpakaian rapi, aku duduk di tepian kasur. Sebentar lagi waktunya berangkat ke tempatku bekerja magang. Lantas kuperiksa isi tasku, hendak memastikan apakah ada barangku yang tertinggal. Namun, saat tanganku merogoh ke dalam, selain dompet kepunyaanku sendiri, aku juga menemukan dompet yang lain.

Dompet itu berbahan kulit dengan tekstur yang lembut, warnanya coklat tua. Beberapa detik lamanya aku sibuk membolak-balik, melihat sisi depan dan belakang.

"Mungkin ini dompet orang kaya. Terbuat dari kulit buaya atau ular, ya?" candaku seraya tersenyum konyol.

'Boleh tidak kubuka dompet ini? Tapi dompet ini kan punya orang, bukan punyaku,' sergahku dalam hati.

Cukup lama aku diam memikirkan perlakuan yang tepat pada dompet itu dan akhirnya kuputuskan untuk membuka dompet. Mungkin saja ada kartu nama si empunya di dalam. Jadi aku bisa mengembalikan pada pemiliknya

Sesudah kubuka dompet tersebut, lantas kudapati beberapa kartu yang terselip di dalam slotnya. Malahan tidak kutemukan kartu tanda pengenal di sana. Iseng, kulirik kumpulan tebal uang kertas yang semuanya berwarna merah. Kumpulan uang itu disusun rapi secara horizontal. Meski tahu hal itu, tidak ada niatan sedikit pun untuk mengetahui berapa jumlahnya.

Selain kartu dan lembaran uang, ada juga sebuah foto terpajang di dalam slot foto. Mataku fokus mengamatinya cukup lama. Ketika melihat foto itu, di situlah rasa penasaranku muncul ingin melihatnya lebih jelas.

"Maaf ya Tuan. Maaf ya, aku lihat fotonya," ucapku meminta izin walaupun tidak ada orangnya.

Setelah itu kuberanikan diri untuk mengeluarkan foto tadi dari slot.

"Benar bukan sih ini orang yang kulihat kemarin malam?"

Aku menggerutu lantaran kurang yakin sebab kondisi gelap di sekitaran jalan membuatku sulit melihat jelas wajah pria itu. Dari foto yang kulihat, tampak pria itu berambut warna coklat tua. Klimis dan disisir rapi ke belakang. Sepasang manik matanya biru terang. Hidungnya pun mancung menjulang. Sedangkan garis wajahnya tegas dengan rahang yang lancip. Dilengkapi dengan bibir tipis berwarna merah muda serta kulit putih khas pria Eropa.

"Wah, bule nih! Hhmm ... Tampan juga!" pujiku dengan pipi merah merona. Entah kenapa aku jadi malu-malu walau hanya melihat fotonya saja.

Jika dinilai dari penampilannya, sepertinya dia bukan orang biasa. Pria itu memakai setelan jas eksekutif yang pas membalut tubuhnya. Umurnya mungkin sekitaran 30 tahun. Beda jauh denganku yang masih beranjak ke 21.

Tak sengaja kubalikkan sisi belakang foto tersebut. Eh! Ternyata ada nama si pemilik foto. Kutemukan tulisan tangan bergaya sambung yang indah dengan barisan yang rapi.

"Mr. Asland Garland. M."

Namanya adalah Tuan Asland Garland. Dia juga memakai huruf M di belakang namanya. Sama sepertiku yang memiliki awalan huruf M pada nama belakangku.

"Mungkin memang sudah jodoh, kali ya? Hahaha!"

Aku terkekeh menertawakan diri sendiri. Mungkin karena efek tidak pernah punya pacar. Terlalu lama menjomblo sampai aku jadi karatan.

"Blue Tower Building, Jalan boulevard raya No. 310...," lanjutku membaca.

Untung saja ada alamatnya. Nanti malam akan kudatangi alamat yang tertera di foto itu. Lalu kukembalikan dompet ini kepada pemiliknya. Sekonyong-konyong kulihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Jam itu menunjukan waktu sudah pukul 8.15 pagi.

"Ah, nyaris aku terlambat!"

Segera kumasukan foto tadi ke dalam dompet dengan posisi seperti awalnya. Terburu-buru kupakai flat shoes warna hitam yang berada di rak sepatu dekat pintu. Sembari menyampirkan tali tas selempang ke bahu kiri, aku pun berangkat bekerja.

**

"Oh, Blue Tower Building itu rupanya gedung apartemen," kataku pelan dengan kepala mendongak ke atas. Melihati sebuah gedung tinggi yang berada di hadapanku sekarang.

Gedung tinggi itu bergaya modern. Jika melihat dari bawah seperti gedung pencakar langit. Banyak mobil masuk dan berhenti sebentar di depan lobi utama yang kelihatan mewah. Lampu di dalamnya pun begitu terang menyala.

Dan benar saja, begitu aku melangkah masuk ke dalam, pandanganku disuguhi pemandangan gedung apartemen yang memiliki desain interior bergaya vintage nan mewah. Penghuninya mungkin orang-orang elite dan kaya.

Aku beranjak mendatangi bagian resepsionis apartemen. Terlihat lima orang wanita berada di belakang meja. Mereka semua tampak sedang sibuk melakukan pekerjaannya masing-masing. Ada yang menerima telepon, adapula yang sedang melayani tamu lain.

"Permisi, apartemen Nomor 310 ada di lantai berapa ya?" tanyaku pada salah satu dari mereka.

"Maaf Nona, apa anda sudah membuat janji sebelumnya?"

Sontak aku bingung saat ditanya demikian, tetapi untuk melancarkan niat baikku, terpaksa aku berbohong.

"Sudah," jawabku tegas agar nampak meyakinkan.

"Ada di lantai 35. Nona bisa naik lift ke sana."

Resepsionis tadi berkata ramah seraya menunjuk pintu masuk lift yang ada di depan dari posisi kami. Aku pun ikut menoleh sesuai arahan petunjuk tangannya.

"Tapi sebelumnya Nona harus mengisi data tamu dulu."

Suara resepsionis itu juga terdengar lembut sembari menyodorkan sebuah buku tamu padaku. Selesai mengisi data diri di buku tamu. Segera aku masuk ke dalam lift.

Beberapa saat kemudian, aku pun sampai di lantai gedung yang aku tuju. Kutekan bel beberapa kali setibanya di pintu apartemen No. 310. Tak lama setelahnya pintu pun dibuka. Orang yang membuka pintu adalah seorang pria. Wajahnya menunduk, tetapi perlahan dia mengangkat kepalanya.

Deg... Serr...

Tiba-tiba hatiku berdesir gugup. Mulutku menganga, tubuhku mematung tak berdaya. Pandanganku seolah terpatri hanya padanya.

'Ta-ta-tampan sekali dia!' ungkapku dalam hati sampai terbata-bata. Sesaat kujelajahi sosok pria yang berdiri di hadapanku dari atas kepala hingga ujung kaki.

Sosok pria itu memiliki tatanan rambut coklat tua yang rapi. Panjang rambutnya sedikit melewati batas bawah telinga. Sepasang manik matanya benar-benar biru seperti langit cerah. Hidungnya pun mancung sempurna. Bibir tipisnya merah muda seolah kuncup sakura yang baru saja mekar. Apalagi kulitnya, halus nan bening meskipun dia seorang pria. Bentuk tubuhnya atletis dengan tinggi semampai, mungkin mencapai 183 cm. Ia bak dewa Yunani yang hidup.

Glek!

Kutelan ludah saking tergiurnya. Aku masih terdiam. Tenggelam dalam pesonanya yang memabukan. Dalam hitungan detik berikutnya, hidungku mencium aroma harum. Aroma harum itu segera menjalar ke rongga dada, memenuhi isi kepala. Aroma harum yang asalnya dari pria yang berdiri di depanku.

Bunga-bunga bermandikan air hujan.

'Wangi orang kaya.' Aku membatin.

Berbanding terbalik denganku, orang yang kusebutkan ciri-cirinya tadi malah merasa keheranan, melihatku hanya berdiri bengong dan melongo. Manik birunya bergerak ke atas lalu ke bawah. Mengamatiku yang seperti orang linglung.

"Kamu siapa? Cari siapa? Kenapa ke apartemenku?"

Suaranya terdengar sedikit berat. Ciri khas suara maskulin pria. Setelah mendengarnya aku jadi tambah terpesona. Ah! Penuh decak kagum. Jiwa wanitaku langsung meresponnya. Bagiku pria tampan adalah salah satu keajaiban dunia kedelapan.

"A-aku Andy, Tuan," jawabku masih gugup. "Aku datang ke sini mau balikin ini."

Kusodorkan sebuah dompet kulit yang menjadi alasanku mendatangi gedung apartemen itu. Sorot mata pria itu tampak mengenali benda yang kusodorkan.

"Ya, ini memang dompetku. Dari mana kamu mendapatkannya?" Ia bertanya seraya mengambil dompetnya.

"Kemarin malam aku lihat Tuan dicopet dua orang preman. Jadi aku kejar. Pas mau kukembalikan, Tuan sudah tidak ada di jalan itu."

Kujelaskan tentang kejadian kemarin malam sambil masih berdiri di depan apartemennya. Pria itu tidak mempersilakanku masuk. Dia hanya mengamatiku bicara. Mendengarkanku dengan seksama. Dari raut wajahnya, terlihat sepertinya pria itu mempercayai ucapanku.

"Kemarin malam aku memang mengalami kejadian itu."

"Ya Tuan. Aku sudah balikin dompet Tuan. Sekarang aku pamit pergi, ya."

Kulemparkan seulas senyum padanya lalu beranjak berbalik badan.

"Tunggu!"

Pria itu memanggilku. Langkahku jadi terhenti sontak berbalik ke arahnya lagi.

"Ada apa, Tuan? Apa barang Tuan ada yang hilang?"

Tidak seperti dugaanku, pria itu ternyata membuka dompetnya untuk mengeluarkan beberapa lembar uang warna merah yang terlihat cukup tebal.

"Ini, ambillah!"

Refleks aku terkesiap.

"Maaf Tuan. Aku tidak bisa menerima ini. Aku ikhlas membantu Tuan."

Pria itu seketika meraih tanganku. Tanpa basa-basi ia meletakan uang yang dikeluarkannya dalam genggamanku.

"Ambillah!"

"Maaf Tuan, aku tidak bisa."

"Anggap saja ini imbalan karena kamu sudah menolongku dan mengembalikan dompet ini."

"Tapi Tuan...."

"Ambillah! Kalau kamu ikhlas, aku juga ikhlas."

Kulihat uang yang berada di tanganku sekarang. Sepertinya cukup banyak. Mungkin bisa jadi uang tambahan untuk membeli buku kuliahku. Dengan malu-malu, akhirnya kuterima uang itu.

"Terima kasih, Tuan."

"Hhmm!"

Dia tidak menjawab. Hanya berdeham dan mengangguk singkat.

Sebenarnya tidak terpikirkan olehku kalau pria itu mau memberiku uang sebagai imbalan. Aku juga tidak berharap diberi uang, tetapi karena orang tadi memaksa. Ya sudah, tidak baik kalau menolak pemberian tulus dari seseorang, kan? Hehehe.

***

BERSAMBUNG...

Dear Reades Tercinta, Makasih banget kalian masih setia nungguin update cerita ini dan membacanya. Makasih juga sudah mampir di laman ini. Jika sudah membaca, tolong beri komen ya.

Sehat selalu ♡

Mayu Assanna

Terpopuler

Comments

Bunda Azzahra

Bunda Azzahra

mampir thor😊😊😊

2022-05-15

0

Win_dha88

Win_dha88

"Bunga-bunga bermandikan air hujan"...
mantra Andi yang akan terus muncul di novel ini....
heheheheh

2022-02-10

1

3C

3C

sampe part ini masih setia baca... bagus Thor

2020-11-02

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Diary Andy
2 Bab 2 : Tuan Asland Garland
3 Bab 3 : Traktir Teman
4 Bab 4 : Pria Misterius Itu Adalah?
5 Bab 5 : Yolanda
6 Bab 6 : Kabar Dari Tante Teresha
7 Bab 7 : Hari Yang Kelabu
8 Bab 8 : Banyak Jalan menuju Roma
9 Bab 9 : Seorang Pengemis
10 Bab 10 : Pahlawan
11 Bab 11 : Surat Perjanjian
12 Bab 12 : Pulang
13 Bab 13 : Bertemu Lagi
14 Bab 14 : Upik Abu Dan Cinderella
15 Bab 15 : Lowongan Kerja Jadi Pelakor
16 Bab 16 : Menunggu
17 Bab 17 : Lamaran Perbudakan
18 Bab 18 : Karet Pengaman
19 Bab19 : Nyonya Maria Constancygelux
20 Bab 20 : Jaga Jarak 10 Meter
21 Bab 21 : Kain Segiempat Pengaman
22 Bab 22 : Gadis Ca-bul
23 Bab 23 : Ikan Asin Sambal
24 Bab 24 : Itik Buruk Rupa
25 Bab 25 : Pangeran Bulan
26 Bab 26 : Genggaman Tangan
27 Bab 27 : Kesepian
28 Bab 28 : Seorang Pimpinan Kejam
29 Bab 29 : Sosok Baru
30 Bab 30 : Penata Rias Pribadi
31 Bab 31 : Pesta Ulang Tahun Yolanda
32 Bab 32 : Si Dermawan
33 Bab 33 : Tuan Otoriter
34 Bab 34 : Obat Tolak Cinta
35 Bab 35 : Kecupan Pertama
36 Bab 36 : Sate Jengkol
37 Bab 37 : Sakit Perut
38 Bab 38 : Sunflower Cafe
39 Bab 39 : Michael Patrickson
40 Bab 40 : Casanova
41 Bab 41 : Harapan Di Udara
42 Bab 42 : Mau Jadi Pacarku?
43 Bab 43 : Rindu
44 Bab 44 : Dia Kembali
45 Bab 45 : Buah Tangan Dari Tokyo
46 Bab 46 : Isi Kotak Warna Hitam
47 Bab 47 : Pelecehan
48 Bab 48 : Ciuman Resmi
49 Bab 49 : Tarian Dalam Gerimis
50 Bab 50 : Dilarang Jatuh Cinta
51 Bab 51 : Pembantu Durhaka
52 Bab 52 : Melarikan Diri
53 Bab 53 : Curahan Hati
54 Bab 54 : Fly Me To The Moon
55 Bab 55 : Uang Tebusan
56 Bab 56 : Semua Terserah Padamu
57 Bab 57 : Terciduk
58 Bab 58 : Tragedi Jus Jeruk
59 Bab 59 : Cinta Dan Benci
60 Bab 60 : Tipe Pencemburu
61 Bab 61 : Aku Mencintaimu, Tuan Asland
62 Bab 62 : Istri Tuan Asland
63 Bab 63 : Sandiwara
64 Bab 64 : Juru Masak Dadakan
65 Bab 65 : Ba-bi Dan Monyet
66 Bab 66 : Pasangan Di Musim Semi
67 Bab 67 : Hasrat Bercumbu
68 Bab 68 : Hubungan Tanpa Status
69 Bab 69 : Hadiah Menjadi Karyawan Tetap
70 Bab 70 : Kejutan Yang Gagal
71 Bab 71 : Patah Hati
72 Bab 72 : Hubungan Merenggang
73 Bab 73 : Kecupan Mickey
74 Bab 74 : L.O.V.E
75 Bab 75 : Rahasia Mickey
76 Bab 76 : Semua Misteri Terbongkar
77 Bab 77 : Black Pearl
78 Bab 78 : Dilabrak Istri Tuan Asland
79 Bab 79 : Meninggalkan Blue Tower Building
80 Bab 80 : Kembali Ke Indekos
81 Bab 81 : Masihkah Kau Mencintaiku?
82 Bab 82 : Meminta Rujuk
83 Bab 83 : Pekerjaan Baru
84 Bab 84 : Babak Belur
85 Bab 85 : Malangnya Nasibku
86 Bab 86 : Perceraian
87 Bab 87 : Tentang Rumah Tangga Mereka
88 Bab 88 : Penjaga Toko Buku
89 Bab 89 : Pertemuan Tak Terduga
90 Bab 90 : Musim Gugur Di Hatiku
91 Bab 91 : Menjemput Impian
92 Bab 92 : Lamaran Pernikahan
93 Bab 93 : Foto Profil Baru
94 Bab 94 : Membuat Gaun Pengantin
95 Bab 95 : Tentang Tuan Asland
96 Bab 96 : Cinta Tak Direstui
97 Bab 97 : Dia Seperti Pelangi
98 Bab 98 : Backstreet
99 Bab 99 : Dicampakkan
100 Bab 100 : Testpack
101 Bab 101 : Harapan Terakhir Mama
102 Bab 102 : Babak Baru
103 Bab 103 : Pernikahan Itu Tiba
104 Bab 104 : Malam Pengantin
105 Bab 105 : Sarapan Ala Pengantin Baru
106 Bab 106 : Sebuah Mansion
107 Bab 107 : Gelora Cinta
108 Bab 108 : Tipu Muslihat Mickey
109 Bab 109 : 100 Peraturan Istri
110 Bab 110 : Salah Pegang
111 Bab 111 : Guru Privat
112 Bab 112 : Karma Nyonya Maria
113 Bab 113 : Keguguran
114 Bab 114 : Istri Kesepian
115 Bab 115 : Belajar Menerima Takdir
116 Bab 116 : Membalas Nyonya Maria
117 Bab 117 : Meminta Rujuk
118 Bab 118 : Pembuktian Cinta
119 Bab 119 : Membangun Kepercayaan
120 Bab 120 : Lembur
121 Bab 121 : Bulan Madu
122 Bab 122 : Sebuah Rahasia Terkuak
123 Bab 123 : Nyonya Sussanne Morganoe
124 Bab 124 : Akhir Kisah Diary Andy
Episodes

Updated 124 Episodes

1
Bab 1 : Diary Andy
2
Bab 2 : Tuan Asland Garland
3
Bab 3 : Traktir Teman
4
Bab 4 : Pria Misterius Itu Adalah?
5
Bab 5 : Yolanda
6
Bab 6 : Kabar Dari Tante Teresha
7
Bab 7 : Hari Yang Kelabu
8
Bab 8 : Banyak Jalan menuju Roma
9
Bab 9 : Seorang Pengemis
10
Bab 10 : Pahlawan
11
Bab 11 : Surat Perjanjian
12
Bab 12 : Pulang
13
Bab 13 : Bertemu Lagi
14
Bab 14 : Upik Abu Dan Cinderella
15
Bab 15 : Lowongan Kerja Jadi Pelakor
16
Bab 16 : Menunggu
17
Bab 17 : Lamaran Perbudakan
18
Bab 18 : Karet Pengaman
19
Bab19 : Nyonya Maria Constancygelux
20
Bab 20 : Jaga Jarak 10 Meter
21
Bab 21 : Kain Segiempat Pengaman
22
Bab 22 : Gadis Ca-bul
23
Bab 23 : Ikan Asin Sambal
24
Bab 24 : Itik Buruk Rupa
25
Bab 25 : Pangeran Bulan
26
Bab 26 : Genggaman Tangan
27
Bab 27 : Kesepian
28
Bab 28 : Seorang Pimpinan Kejam
29
Bab 29 : Sosok Baru
30
Bab 30 : Penata Rias Pribadi
31
Bab 31 : Pesta Ulang Tahun Yolanda
32
Bab 32 : Si Dermawan
33
Bab 33 : Tuan Otoriter
34
Bab 34 : Obat Tolak Cinta
35
Bab 35 : Kecupan Pertama
36
Bab 36 : Sate Jengkol
37
Bab 37 : Sakit Perut
38
Bab 38 : Sunflower Cafe
39
Bab 39 : Michael Patrickson
40
Bab 40 : Casanova
41
Bab 41 : Harapan Di Udara
42
Bab 42 : Mau Jadi Pacarku?
43
Bab 43 : Rindu
44
Bab 44 : Dia Kembali
45
Bab 45 : Buah Tangan Dari Tokyo
46
Bab 46 : Isi Kotak Warna Hitam
47
Bab 47 : Pelecehan
48
Bab 48 : Ciuman Resmi
49
Bab 49 : Tarian Dalam Gerimis
50
Bab 50 : Dilarang Jatuh Cinta
51
Bab 51 : Pembantu Durhaka
52
Bab 52 : Melarikan Diri
53
Bab 53 : Curahan Hati
54
Bab 54 : Fly Me To The Moon
55
Bab 55 : Uang Tebusan
56
Bab 56 : Semua Terserah Padamu
57
Bab 57 : Terciduk
58
Bab 58 : Tragedi Jus Jeruk
59
Bab 59 : Cinta Dan Benci
60
Bab 60 : Tipe Pencemburu
61
Bab 61 : Aku Mencintaimu, Tuan Asland
62
Bab 62 : Istri Tuan Asland
63
Bab 63 : Sandiwara
64
Bab 64 : Juru Masak Dadakan
65
Bab 65 : Ba-bi Dan Monyet
66
Bab 66 : Pasangan Di Musim Semi
67
Bab 67 : Hasrat Bercumbu
68
Bab 68 : Hubungan Tanpa Status
69
Bab 69 : Hadiah Menjadi Karyawan Tetap
70
Bab 70 : Kejutan Yang Gagal
71
Bab 71 : Patah Hati
72
Bab 72 : Hubungan Merenggang
73
Bab 73 : Kecupan Mickey
74
Bab 74 : L.O.V.E
75
Bab 75 : Rahasia Mickey
76
Bab 76 : Semua Misteri Terbongkar
77
Bab 77 : Black Pearl
78
Bab 78 : Dilabrak Istri Tuan Asland
79
Bab 79 : Meninggalkan Blue Tower Building
80
Bab 80 : Kembali Ke Indekos
81
Bab 81 : Masihkah Kau Mencintaiku?
82
Bab 82 : Meminta Rujuk
83
Bab 83 : Pekerjaan Baru
84
Bab 84 : Babak Belur
85
Bab 85 : Malangnya Nasibku
86
Bab 86 : Perceraian
87
Bab 87 : Tentang Rumah Tangga Mereka
88
Bab 88 : Penjaga Toko Buku
89
Bab 89 : Pertemuan Tak Terduga
90
Bab 90 : Musim Gugur Di Hatiku
91
Bab 91 : Menjemput Impian
92
Bab 92 : Lamaran Pernikahan
93
Bab 93 : Foto Profil Baru
94
Bab 94 : Membuat Gaun Pengantin
95
Bab 95 : Tentang Tuan Asland
96
Bab 96 : Cinta Tak Direstui
97
Bab 97 : Dia Seperti Pelangi
98
Bab 98 : Backstreet
99
Bab 99 : Dicampakkan
100
Bab 100 : Testpack
101
Bab 101 : Harapan Terakhir Mama
102
Bab 102 : Babak Baru
103
Bab 103 : Pernikahan Itu Tiba
104
Bab 104 : Malam Pengantin
105
Bab 105 : Sarapan Ala Pengantin Baru
106
Bab 106 : Sebuah Mansion
107
Bab 107 : Gelora Cinta
108
Bab 108 : Tipu Muslihat Mickey
109
Bab 109 : 100 Peraturan Istri
110
Bab 110 : Salah Pegang
111
Bab 111 : Guru Privat
112
Bab 112 : Karma Nyonya Maria
113
Bab 113 : Keguguran
114
Bab 114 : Istri Kesepian
115
Bab 115 : Belajar Menerima Takdir
116
Bab 116 : Membalas Nyonya Maria
117
Bab 117 : Meminta Rujuk
118
Bab 118 : Pembuktian Cinta
119
Bab 119 : Membangun Kepercayaan
120
Bab 120 : Lembur
121
Bab 121 : Bulan Madu
122
Bab 122 : Sebuah Rahasia Terkuak
123
Bab 123 : Nyonya Sussanne Morganoe
124
Bab 124 : Akhir Kisah Diary Andy

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!