Chapter 02

• Someone Mysterious •

Begitu turun dari taksi, Allena mendengkus sebal. Bagaimana tidak? Penampilannya malam ini belum sepenuhnya keinginannya. Gaun memang sudah cocok, tetapi tidak dengan make up dan high heels.

Memakai make up berlebihan bukan berarti tambah cantik, melainkan lebih mirip badut. Apalagi high heels, selain mengganggu pergerakan bebas kakinya, benda itu juga membuat tubuhnya yang semula tinggi menjadi lebih tinggi lagi. Tidak lucu jika orang-orang menyebutnya tower berjalan.

Ibunya benar-benar keterlaluan. Tega, memberi siksaan pada putrinya sendiri. Tetapi sepanjang apapun dirinya mengoceh, percuma, tidak akan mengubah penampilannya ke zona nyaman. Yang bisa dilakukannya kini hanya pasrah.

Jalanan tengah sepi, Allena segera mengayunkan kakinya agak sempoyongan, menuju bangunan bernuansa gelap di seberang sana.

"Malam, Nona..." sapa seorang pria berkaus hitam yang berdiri di ambang pintu klub sambil tersenyum menggoda.

Allena tidak menghiraukan dan langsung memberi sang penjaga pintu itu dengan surat undangan pesta.

"Pesta ulang tahun, ya? Ada di lantai dua. Mau ku antar-"

"Tidak. Terima kasih," interupsi Allena, cepat.

"Hm ... Baiklah. Silakan masuk, Nona!" Pria itu sempat mengedipkan sebelah mata, sebelum memberikan jalan untuk Allena masuk dengan leluasa.

Detik setelah pintu itu terbuka, ruangan luas pun langsung di dapatinya. Klub malam ini benar-benar di luar dugaan. Nuansa yang gelap sama sekali tidak membuat Allena takut. Bagaimana tidak? Dekorasinya juga maskulin. Cukup dengan interior yang mengombinasikan warna hitam, putih, serta biru laut membuat klub ini tampak menawan dalam pandangan. Beberapa poster DJ populer seperti Marshmello, Alan Walker, Martin Garrix, dan lainnya menempel di dinding-dinding penjuru klub menambah nilai plus.

Meski banyak orang yang berlalu lalang, namun hal itu tidak mengganggu penglihatan Allena. Semua orang di sini tampak teratur. Tidak seperti di klub malam lain yang hanya membuat sakit mata dan dentuman lagu disko yang memekakkan telinga saja.

Baiklah. Sepertinya malam ini Allena akan mengkhianati dirinya sendiri.

Tidak ingin mengundur waktu lagi, ia melanjutkan langkahnya, menelusuri lebih dalam lagi area klub.

"Perfect!" kagum Allena dengan mata yang terus mengedar ke sana kemari.

Klub malam ini memiliki tiga lantai dan masing-masing mempunyai ballroom sehingga pengunjung yang menari tidak terlalu berdesakan. Di sini juga tidak terlihat pria-pria berpenampilan preman, mungkin sudah dikhususkan penghuninya adalah orang-orang yang berkelas atas. Ia jadi merasa cukup aman akan hal itu.

"Cantik! Sendirian saja, mau kutemani?" Tiba-tiba seorang pria asing datang dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Allena.

Menerima sentuhan tidak senonoh, Allena refleks menghempaskan tangan pria itu lalu mundur dua langkah.

"Aish, tidak perlu canggung begitu," ucap pria itu lagi seraya tersenyum miring. "Uhm, mau minuman?" tawarnya kemudian, menyodorkan segelas anggur di tangannya ke Allena.

Allena memeluk tubuhnya, bermaksud melindungi.

Tak disangka, sebuah tangan kekar kembali menyentuh tubuhnya dari belakang, membuat Allena terperanjat kaget, bereaksi sama seperti sebelumnya.

"Jauhkan tangan kotor kalian dariku," ujar Allena penuh penekanan sembari mendelik tajam pada pria di kedua sampingnya. Penampilan mereka memang menawan sudah pasti masuk ke golongan orang kaya raya, sayangnya mesum.

"Ouch! Tingkahmu ini... seperti gadis perawan saja."

Mendengar itu, tubuh Allena mendadak tegang. Ia menelan ludahnya susah payah. Perubahan ekspresi yang begitu cepat membuat kedua pria asing itu menemukan titik keberanaran.

"Wah! Suatu kejadian yang langka ada gadis perawan masuk ke klub ini," seru pria pertama disertai tepukan tangan meriahnya. "Ah, entahlah... tapi selama ini para pengunjung wanita yang kutiduri sudah hilang kehormatan."

Sialnya, kalimat itu berhasil menarik perhatian para pengunjung klub.

"Mendapatkan gadis perawan seksi secara percuma? Sesuatu yang tak kan pernah kulupakan seumur hidup," ujar pria satunya lagi.

Sekarang Allena benar-benar menjadi pusat perhatian. Inilah yang ditakutinya sejak awal. Sesuatu yang paling berharga dalam dirinya akan direnggut.

Tidak. Itu tidak boleh terjadi!

Sejurus kemudian, hembusan angin kencang menghuyungkan tubuhnya ke belakang. Sebelum tubuh ramping itu benar-benar mencium lantai, sepasang tangan kokoh telah lebih dulu menahannya.

Saat itu pula jantung Allena berdebar kencang. Ya, bertepatan saat di mana mata cokelat miliknya bertemu dengan sepasang hazel terang yang asing.

Hidung mancung, rahang kokoh, kulit putih pucat, alis tebal, dan ... ah, sudahlah! Menyebutkan ciri-cirinya membuat tungkai kaki lemas saja.

Namun di balik itu semua, ada sesuatu yang membuatnya merinding dan paranoid. Yeah, aura misterius pria itu.

Setelah beberapa menit saling tatap, seruan pengunjung klub membuat keduanya langsung menegakkan tubuh kembali.

"Kau tidak apa-apa, Nona?" tanya pria itu.

Suara seksinya membuat jantung Allena bergemuruh. Ia pun menggeleng sambil mengulas senyuman tipis yang mengartikan dirinya baik-baik saja.

Pria itu mulai mengalihkan pandangannya ke depan, menatap tajam kedua pria pengganggu tadi. Saking berasa tajamnya, tatapan itu seolah bisa membunuh siapa saja yang melihatnya.

So Scary!

Di detik berikutnya, kedua pria pengganggu itu melenggang pergi, membuat Allena heran bukan kepalang. Ia pikir kedua pria itu akan menyerang sang penolong seperti apa yang dilihatnya dalam film action - romance, akan tetapi semua yang terjadi sungguh di luar dugaan.

Allena menoleh pada malaikat penolongnya. Belum sempat ia mengucapkan terima kasih, pria itu sudah bicara mendahuluinya.

"Apa imbalannya?"

Allena tercengang. Tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Ia pikir pria itu menolongnya dengan sepenuh hati, namun ternyata ada maksud lain.

Dasar pamrih!

"Maaf Tuan, tapi aku tidak-"

"Panggil aku Albern," selanya, tegas.

"B-baiklah. Maaf... Al-bern, aku tidak punya apa-apa," ujar Allena. Jika tahu ia akan seperti ini, sedari awal dirinya pasti akan menolak ditolong.

"Jika tidak ada aku. Mungkin kau sudah menjadi santapan malam kedua pria tadi."

Allena bergidik ngeri mendengar kata santapan malam yang dilontarkan mulut pria di depannya "Ya sudah, sekarang apa maumu?"

Satu detik.

Sepuluh detik.

Satu menit.

Tetap tidak ada jawaban.

Allena mengetuk-etuk ujung sepatunya ke lantai, menunggu jawaban Albern dengan bosan.

"Dirimu," jawab Albern pada akhirnya yang langsung membuat Allena membeku.

"Gilaaa!" Allena memekik tertahan. "Kau sama saja dengan dua pria tadi. Berengsek!" umpatnya.

"Benar sekali," balas Albern santai, lalu mencekal lengan dan menyeret Allena untuk mengikutinya.

"Tidak! Lepp ... pash ..." Allena memberontak sekuat tenaga, tapi sayangnya tidak menghasilkan apapun. Seolah terbuat dari baja, tubuh pria itu keras untuk ditandingi.

Dan bodohnya, mengapa semua pengunjung klub diam saja? Apa mereka tega membiarkan seorang gadis dilecehkan?

Sejenak Albern menghentikan langkahnya, tak disangja ia mengangkut tubuh Allena bagai karung beras. Untuk kedua kalinya Allena memekik kaget. Tangan gadis itu terus memukuli punggung Albern, minta dilepaskan.

Tidak bisa dielak lagi, mereka berdua benar-benar menjadi pusat perhatian.

Allena sendiri merasa takut. Takut jika Albern menjahatinya, menghancurkan masa depan cerahnya. Seharusnya ia ingat itu ; menilai orang bukan hanya dari luar, melainkan dari dalamnya juga.

Iblis berwajah malaikat!

Allena memaki-maki. Marah besar dengan perlakuan kurang ajar Albern. Entah kemana Albern mau membawanya pergi.

Allena sadar-sadar telah dihadapkan dengan sebuah pintu. Albern menendang pintu tersebut hingga Allena dapat melihat suasana dalam ruangan itu begitu pintu terbuka. Sepertinya ruang VVIP.

Albern melangkah masuk. Tidak lupa, senyum smirk menghiasi bibirnya yang menurut Allena bukan membuat seksi melainkan menyeramkan.

"TUHAN, SIAPAPUN, TOLONG AKU!!!" teriak Allena. Albern hanya terkekeh.

Allena tidak berhenti memberontak, cemas saat Albern merebahkan tubuhnya ke atas ranjang.

"Please, lepaskan aku..." lirih Allena disertai raut memelas. Ia berusaha menegakkan tubuhnya, berniat untuk melarikan diri, namun tangan Albern menahan bahunya.

"Long time no see, my beautiful girl," ucap Albern. "Aku tidak akan membiarkanmu lolos lagi," lanjutnya tegas.

Allena mengernyit bingung. "Apa maksudmu?"

Albern menekan bahu Allena, menyatukan punggung gadis itu dengan kasur. Ia juga menindih tubuh Allena, mempersempit jarak mereka. "Intinya, kau akan menjadi milikku."

"Apa? Tidak, kau tidak berhak memutuskan itu... aku bukan milik siapapun," sanggah Allena, napasnya sedikit tercekat.

Di detik berikutnya, Albern mengunci kedua lengan Allena dengan mencekal dan menaruhnya di atas kepala. Ia mencium bibir merah menggoda itu. Tubuh mereka serasa tersengat saat itu juga. Entah dari mana asalnya, yang jelas Allena merasa seperti asa ribuan kupu-kupu menggelitiki perutnya.

Hanya kecupan lama, namun efek yang dihasilkan luar biasa.

Allena yang terkejut mendapat serangan mendadak, kembali memberontak. Berusaha memalingkan wajahnya, melepaskan tautan bibir mereka, tapi tidak berdaya.

"Diam ... dan dengarkan!" Meski pelan, tetapi ketegasannya sukses membuat Allena tidak berani berkutik.

"Ingat. Sejauh apapun kau berlari menghindariku, ujung-ujungnya kau tetap akan jatuh ke pelukanku."

•••

TBC...

Terpopuler

Comments

tukang nyimak

tukang nyimak

siapa cogan si albern ini?? maen gondol bae

2020-12-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!