Menyentuh Hatimu
Dekorasi pernikahan yang tampak elegan dengan selendang chiffon warna putih dan rangkaian mawar berwarna senada serta lampion kecil, membuat prosesi sakral di sebuah villa tersebut sebenarnya begitu sangat romantis.
Beberapa keluarga dekat, kawan maupun kolega tampak hadir yang tengah memenuhi kursi-kursi berjejer rapi di sana. Tak hanya itu, birunya langit serta hijaunya rumput dan pepohonan menjadi saksi kepedihan mendalam bagi mempelai wanita, ketika setelah sebelumnya seorang mempelai pria bernama Kayden Kim dan mempelai wanitanya bernama Gwen Sandriana melaksanakan prosesi janji suci pernikahan.
Bagi seorang wanita, bukankah menikah dengan pria yang dicintai dan sang pria mencintai wanita akan membuatnya bahagia? Sayangnya, hal seindah itu tak bisa Gwen rasakan. Di hari pernikahannya, ia hanya menampakkan seraut wajah muram tanpa sedikitpun garis senyum. Gwen sepenuhnya sadar bahwa saat ini ia sudah menikah dengan laki-laki yang menurutnya sangat salah dan tak terduga.
Empat puluh lima menit sebelumnya…
Di salah satu ruangan yaitu kamar khusus calon mempelai wanita yang sedang menanti dan siap menuju ke tempat upacara pernikahan, seketika ruangan itu langsung sunyi senyap setelah sebelumnya beberapa orang melemparkan canda tawa kepada calon mempelai wanita tersebut.
Gwen terduduk lemas di kursi terdekat. Wajahnya pucat pasi karena begitu shock. Tangannya terjepit di antara lutut dan setengah terkubur dalam lipatan lembut sutra putih dan renda halus. Dingin dan mati rasa, ia meremas surat yang baru saja diserahkan Kayden.
Gwen sayang …
Maafkan aku harus melakukan ini kepadamu.
Aku tak bisa melanjutkan pernikahan kita.
Rainer.
Begitulah isi surat tersebut. Singkat dan jelas, tapi menyakitkan. Tentunya akan ada luka batin yang Gwen dapatkan.
“Tega-teganya dia melakukan ini!” seruan paman Gwen yang bernama Joe Huang memecah keheningan yang mencekam. Suara pria paruh baya berumur lima puluh Sembilan tahun itu terdengar serak dan terpukul karena sangat bingung dengan masalah yang tiba-tiba saja menimpa keponakannya.
Ruangan itu kembali hening, tidak ada yang menjawab. Termasuk Gwen, bibinya dan juga sahabatnya yang bernama Lusia Zhang. Bahkan Kayden sendiri pun yang berdiri di dekat jendela ruangan tersebut hanya diam membisu.
Sedangkan di luar sana, di sebuah taman tempat acara janji suci pernikahan yang segera dilaksanakan sudah penuh dengan tamu undangan. Semua mengenakan pakaian terbaik, menunggu kedua mempelai yang tak kunjung muncul.
“Astaga … memangnya dia harus melakukannya semepet ini?” Paman Joe kembali terguncang amarah.
“Laki-laki itu tak tahu diri. Dia tak pantas disebut manusia. Dia tak mempunyai hati,” timpal Bibi Gwen yang bernama Meli Huang di sela-sela isak tangisnya. Wanita paruh baya berumur lima puluh enam tahun itu sungguh mencemaskan nasib keponakan malangnya.
Lusia yang tak tega melihat sahabatnya merasa sedih dan terpukul, dia lantas mendekatinya seraya mendaratkan tubuhnya duduk di kursi. Gadis berusia dua puluh lima tahun itu mencoba menenangkannya dengan mengusap lembut punggung sahabatnya yang sangat rapuh.
Lusia pun membuka suara setelah sebelumnya suasana hening melanda selama lima menit. “Gwen, aku tahu hatimu pasti terluka. Dan maafkan aku harus mengatakan ini kepadamu.” Ia menghela napas sebelum melanjutkan kalimatnya, “tapi setidaknya, beri tahu kami keputusanmu selanjutnya.”
“Aku tidak ingin menemui siapa pun,” jawab Gwen lirih. Bibirnya masih gemetar. Mulutnya tampak kering begitu kering sampai-sampai semua terasa membelah segalanya. Tak hanya itu, jantungnya pun memompa dengan aneh. Bukan di dada, melainkan di perut karena denyut besar dan hebat membuatnya pusing serta mual.
“Ya Tuhan, Gwen …” kata Bibi Meli lirih. “Anakku yang malang …” Bibi Meli yang kesehariannya begitu tenang, lembut, dan penuh kasih sayang, serta jarang membiarkan apapun mengacaukan ketenangan hidup sang keponakan tersayangnya yaitu Gwen, saat itu juga hatinya benar-benar hancur, menangis tiada henti dan tak terkendali di kursi yang jaraknya tak jauh dari Gwen dan Lusia duduk.
Paman Joe yang mendengar istrinya terus-terusan menangis, ia kemudian menghampiri untuk menenangkannya. Sementara Kayden sendiri yang sedikit melirik ke arah Paman Joe dan Bibi Meli, ia memandangi mereka berdua sambil menaruh rasa kasihan.
Sedangkan Gwen, dia tak banyak bergerak. Manik cokelat gelapnya dalam keadaan normal di wajah pucatnya. Tatapannya begitu nanar melihat sepucuk surat yang berhasil menghancurkan hatinya dalam sekejap.
Apakah Kayden shock? Gwen bertanya-tanya. Ia menduga pastinya begitu. Lelaki itu jelas tampak pucat di balik kulit kuning langsatnya yang hangat, disaat dia mengenakan setelan jas hitam formal. Tak Mungkin dia menduga, bahwa adiknya sendiri Rainer Kim akan melakukan hal bodoh seperti ini.
“Sepertinya aku harus pergi dan memperingatkan semua orang malang yang menunggu di luar sana,” kata Paman Joe.
Lusia tersentak menoleh ke arah Paman Joe sambil mengernyitkan alisnya. “Apa maksud, Paman Joe?”
“Aku harus memberitahu mereka bahwa acara pernikahan ini dibatalkan.” Dengan berat hati Paman Joe menjawab demikian. Pria paruh baya itu menghela napas panjang sebelum berkata kembali, “tidak ada pilihan lain.”
“Tidak perlu.” Kayden menyahuti dengan wajah datarnya yang kemudian pria itu menegakkan tubuhnya menghadap Paman Joe. Ia menyadari, bahwa perkataannya yang begitu mendadak dan tidak membutuhkan waktu untuk berpikir terlalu lama, membuat semua orang yang berada di ruangan itu sontak terkejut.
“Apa maksudmu, hah?” seru Paman Joe yang menahan geram. “Ini semua gara-gara adikmu yang bodoh dan tak tahu diri itu. Seharusnya dia memberitahu kami jauh-jauh hari jika dia ingin membatalkan pernikahan dengan keponakan tersayang kami. Adikmu itu tak pantas disebut pria—”
“Aku akan menikahi keponakan tersayang, Paman dan Bibi,” sahut Kayden tegas. “Aku akan menikah dengan, Gwen Sandriana Decker.” Kayden berujar tanpa keraguan sedikitpun sehingga semua orang yang berada di dalam ruangan tersebut kembali terkejut. Terlebih lagi Gwen yang namanya disebut oleh Kayden, seketika ia menyorot tajam wajah pria itu.
“Jangan sinting, Mr. Kayden!” seru Lusia menahan geram. Untuk urusan yang satu ini, tentu dirinya akan membela sahabatnya. Rasa sopannya mendadak menghilang pada atasan tempat dirinya bekerja. “Mr. Kayden, jangan mempermainkan sahabatku ini dan—”
“Saat ini kondisiku waras dan aku tidak ada niatan mempermainkan sahabatmu, Nona Lusia.” Kayden tiba-tiba memotong kalimat Lusia yang belum terselesaikan sehingga wanita itu seketika mengatupkan bibirnya.
Kayden sejenak terdiam, lalu menengok dan menatap langsung ke arah Gwen. Manik hitamnya sangat waspada, tetapi tak tergoyahkan saat mengunci tatapan wanita itu.
“Sebagai ganti adikku, maukah kau menikah denganku, Gwen?” Kayden memintanya serius.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
zeze_12
baca ulang 2x nya🤭
2022-02-02
0
Angle
wah...seru kayaknya nih....lanjut ah...
2021-11-23
0
anis saeful liyah
mampir dr ig thorr
2021-09-13
1