Gwen bergeming. Ia mengangkat kepala dengan muram, menatap wajah keras dan suram milik Kayden, beriringan dengan air mata yang mulai menyengat di balik kelopak matanya. Wanita itu lantas menutupinya dengan kedua tangannya, dan tubuhnya gemetar oleh serangan lemah rasa mengasihani diri sendiri.
Kayden yang tidak tega melihatnya, seketika ia langsung memeluknya sehingga Gwen sendiri pun bisa merasakan helaan napas berat dari pria itu, saat Gwen berjuang menahan terbitnya air mata. Ia tidak bisa menghindarinya, terlebih menolak pelukan dari Kayden karena hatinya tiba-tiba menghangat, walau kesedihan belum menghilang sepenuhnya.
“Aku tidak punya apa-apa lagi …” kata Gwen lirih. “Tidak ada lagi ….”
“Tapi kau akan segera memilikinya lagi,” gumam Kayden meyakinkan, dan tiba-tiba ia mengeratkan pelukannya. “Ayo, menikahlah denganku!” Kayden mendesaknya parau. “Saat ini, hanya kau, aku dan Rainer, yang tahu alasan sebenarnya mengapa Rainer meninggalkanmu di hari pernikahan kalian.”
“Bagaimana dengan para tamu yang akan bertanya-bertanya, mengapa aku harus menikah dengan Anda, bukannya Rainer?” tanya Gwen muram.
“Kita bisa memberi tahu mereka bahwa aku telah menghentikan pernikahanmu dengan Rainer, karena aku sangat mencintaimu dan kau telah jatuh cinta kepadaku hingga Rainer mengetahui tentang hal itu.” Kayden menjeda kalimatnya untuk menghela napas lelah. “Aku yakin, Rainer tidak akan menyangkalnya. Dia hanya akan merasa lega karena kita telah menemukan cara untuk membuatnya kelihatan tidak terlalu bersalah," ujarnya mencoba meyakinkan Gwen. Pria itu lantas memeluk Gwen sejenak lebih erat untuk membesarkan hatinya, hingga beberapa detik kemudian ia melepaskan pelukannya. “Oke?” tanyanya.
Seolah terhipnotis, Gwen pun mengangguk. Ia tahu seharusnya tidak membiarkan ini terjadi. Namun, entah bagaimana wanita itu tidak menemukan kekuatan untuk melawan lagi tawaran suka rela dari Kayden.
Menurut Gwen, Kayden benar tentang satu hal. Dia satu-satunya orang yang Gwen rasa bisa memahami siksaannya karena Kayden yang mencetuskannya sejak awal.
“Biar aku yang bicara pada paman dan bibimu,” saran Kayden saat menggiring Gwen ke pintu.
Dan Gwen sendiri pun, ia hanya bisa mengangguk sebagai jawaban. Wanita itu harus percaya kepada Kayden sebagai orang yang masih waras. Hal itu satu-satunya cara agar ia bisa bertahan dan juga menyelamatkan nama baik paman juga bibinya.
Mereka berdua pun pergi menemui paman dan bibi Gwen yang menunggu mereka di ruang duduk untuk keluarga dekat mempelai.
Bibi Meli berdiri ketika Kayden dan Gwen masuk. Wanita paruh baya itu masih terguncang sampai-sampai membutuhkan bantuan sang suami. Tiba-tiba mereka tampak tua dan rapuh, sama sekali tak dapat mengatasi kengerian serta emosi yang ditimbulkan dalam kejadian ini.
Selama sepuluh tahun, kedua orang tua ini telah mencintai dan merawat Gwen, mengambil tanggung jawab mengurus anak Raul dan Tasya Decker, setelah gadis itu yatim piatu karena kedua orang tua kandungnya mengalami kecelakaan mobil.
Meskipun mereka sudah berusia empat puluhan saat itu, keduanya sangat baik hati dan penuh kasih sayang terhadap Gwen. Kedua orang tua itu memberi Gwen segala hal semampu mereka, menunda kesenangan hidup demi kepentingannya serta dengan senang hati melakukannya.
Melihat Gwen menikah, merupakan komitmen mereka terhadapnya. Dan sementara Gwen yang sibuk merencanakan hari pernikahannya kala itu, kedua orang yang tak lagi muda dan luar biasa ini juga sama bersemangatnya merencanakan liburan di rumah mereka yang berada di Cina, kota kelahiran paman Gwen.
Dengan lunglai, Gwen melangkahkan kakinya menuju ke arah Bibinya. Ia melihat wajah bibinya merah dan matanya bengkak akibat menangis. Sudah tidak tampak seperti perempuan ceria, bahagia, meski terlalu bersemangat, yang Gwen lihat pagi ini.
Hingga seketika membuat Gwen tersadar, bahwa apa yang dikatakan Kayden benar adanya. Dia tidak boleh egois dan tidak dapat merampas hal bahagia itu dari mereka.
“Gwen …” Suara serak dan gemetar Bibi Meli membuat air mata baru menetes di mata wanita paruh baya itu ketika ia bergegas memeluk sang keponakan tersayang.
“Aku baik-baik saja, Bibi." Gwen meyakinkan Bibi tersayangnya. Ia lantas memejamkan mata karena tak sanggup menanggung semua ini. Tak sanggup menahan kepedihan mereka dan kepedihannya sendiri. “Maafkan aku Bibi …” kemudian ia membuka matanya dan menatap pamannya. “Aku sangat menyesal, Paman,” ujarnya, tidak bisa menahan diri untuk tidak mengatakannya.
“Tidak, Nak," kata Paman Joe lembut seraya menggelengkan kepalanya. “Ini bukan salahmu.”
Kayden yang memahami bahwa Gwen tak sanggup mengutarakan keputusannya kepada paman dan bibinya, ia lantas berjalan ke samping Gwen. "Paman dan Bibi Huang.” Kayden menatap paman Joe dengan serius. “Kami sudah memutuskan, bahwa aku akan menikahi Gwen saat ini juga.”
Paman Joe mencoba tenang setelah mendengar pengakuan Kayden. Sejenak, ia menatap tajam manik hitam milik Kayden sebelum beralih menatap wajah keponakannya, lalu bertanya dengan suara lembut. “Gwen, apa kau bersedia menikahi pria ini, Nak?”
Butuh hitungan detik untuk Gwen menganggukkan kepalanya sebagai jawaban saat masih memeluk bibinya.
“Oh, anakku yang malang ..." Bibinya terisak-isak dengan sisa energinya dan semakin mengeratkan pelukannya.
Paman Joe seketika menghela napas panjang. "Baiklah, jika itu keputusanmu, Nak.” Pria paruh baya itu kemudian beralih menatap tajam Kayden. “Kuharap adikmu malu atas apa yang dia lakukan hari ini terhadap keponakanku,” kata Paman Joe tegas.
“Dengan segala hormat, Paman Huang,” balas Kayden sopan, “aku minta maaf,” tambahnya singkat.
“Paman, Bibi …” Gwen menarik tubuhnya terlebih dahulu untuk melepaskan pelukan hangat dari bibinya. "Jangan khawatirkan aku.” Wanita itu mencoba meyakinkan paman dan bibinya sambil memaksakan senyumnya. “Aku baik-baik saja.”
“Gwen!” seru Lusia yang baru saja datang ke ruangan tersebut dan berjalan ke arah Gwen, setelah sebelumnya beberapa menit yang lalu ia memastikan suasana di luar, bahwa para tamu sudah banyak berdatangan dan beberapa tamu lainnya menanyainya tentang mempelai yang tak kunjung muncul. “Maafkan aku, tapi aku harus mengatakannya. Para tamu sudah banyak berdatangan dan mereka menanyaimu. Tak ada waktu lagi, Gwen."
"Lusia …" Gwen pun memeluk sahabat baiknya itu. Mereka sudah menjadi sahabat baik sejak pertama kali mereka bertemu di bangku sekolah menengah atas, hingga masa-masa kuliah dan bekerja satu kantor pun mereka berdua masih bersama. “Terimakasih sudah menjadi sahabat yang terbaik untukku selama ini.”
“Gwen, kau harus menguatkan hatimu, hem? Aku selalu ada untukmu." Lusia mengusap-usap punggung sahabatnya sebagai bentuk dukungan. Ia begitu tahu, bahwa saat ini sahabatnya sangat rapuh. Beberapa detik setelahnya, Lusia melepaskan pelukannya terlebih dahulu, kemudian memegang bahu Gwen dan memaksanya agar menatap lurus ke matanya. “Apa kau sudah mengambil keputusan?”
Gwen pun mengangguk, lalu ia menjawab, “Sudah. Aku sudah mengambil keputusan. Aku akan menikah dengan …” Wanita itu sejenak menggantungkan kalimatnya, sebelum ia melanjutkannya kembali, “Mr. Kayden!”
Lusia yang mendengarkannya pun tersentak dan mengerutkan dahinya dalam. "Apa kau yakin?”
“Ya, aku yakin.” Gwen menjawab tegas tanpa keraguan sedikit pun.
Lusia sejenak menghela napas lelah. “Oke, jika itu memang keputusanmu. Sebagai sahabatmu, aku menginginkan kau bahagia, Gwen.” Pandangan mata Lusia beralih manatap tajam bosnya. “Bagaimanapun, dia harus menghadapi kewajibannya karena kekacauan yang disebabkan adiknya,” lanjutnya, langsung mengkritik Kayden.
“Sebagai anak tertua dikeluargaku, aku tahu apa yang harus aku lakukan, Nona Lusia.” Kayden menjawab dengan wajah datar dan dingin, serta tidak bereaksi terhadap serangan langsung dari Lusia tadi. "Aku akan bertanggung jawab penuh atas hidup, Gwen.”
“Benarkah?” Lusia bertanya dengan tatapan kurang percaya. "Sebaiknya Anda melakukannya atau Anda akan berhadapan denganku. Tak peduli sekalipun Anda memecatku, karena aku tak dapat mentolerir kejadian yang sangat buruk ini menimpa Gwen.”
“Lusia …” Gwen mengumamkan nama sahabatnya dengan lirih. Suaranya seakan tercekat ditenggorokan karena sahabat baiknya itu selalu ada disaat Gwen sangat rapuh seperti sekarang ini.
“Sebenarnya,” kata Kayden dengan tenang, "adikku menolak menikahi Gwen, karena dia tahu bahwa aku sangat mencintai Gwen dan Gwen telah jatuh cinta kapadaku.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Grendly Sinciho
😀😀😀🤭🤭🤭
2021-09-13
1
Mom's Kayla
visual nya donk,biar makin seru nge halu nya🤭😁
2021-04-12
3
Erikha
lanjut thor..
2021-04-06
3