Emak Aku Pengen Kawin
Karen menghela napas panjang sambil melirik ibunya, Puri yang tengah menyiapkan tas kecil berisi makanan ringan dan minuman.
"Ma, aku di rumah aja ya. Nggak mau ikut," keluhnya dengan nada yang dibuat-buat.
"Dengar, Karen, pertemuan keluarga besar ini cuma setahun sekali. Pokoknya harus datang," jawab Puri tegas.
Karen, wanita berusia 28 tahun, tinggal bersama ibunya dan adik laki-lakinya, Ken. Sejak ayahnya tinggal di puar negeri untuk bekerja, Puri selalu memastikan keluarga kecil mereka hadir di setiap pertemuan besar keluarga dari pihak suaminya. Dia merasa kehadiran mereka penting agar tetap diingat oleh kerabat yang lebih jauh.
Semakin beranjak dewasa, momen itu berubah menjadi beban, apalagi dengan pertanyaan-pertanyaan yang sering membuatnya merasa tidak nyaman. Dan lagi, tidak ada yang pasang badan membela mereka.
Ayahnya terlalu tekun bekerja sehingga sangat jarang pulang. Karmel dan Karel bahkan tak ingat kapan terakhir kali bertemu dengan ayah mereka. Namun, mereka masih kerap melakukan video call sehingga tidak akan pangling meski jarang bertemu.
Berat badan ayah mereka masih stabil, belum begitu membengkak sehingga tambah tidak pangling. Hanya saja kerutan makin banyak. Tambah tua tambah kerutan, karena tidak ada orang yang tambah tua tambah muda. Itu hanya terjadi pada Benjamin Button.
Dalam hati, Karen merutuk, "Kalau ada yang tanya soal kapan nikah, bakal aku lempar kue ini ke mukanya."
Puri memanggil, "Ken, kamu udah siap belum?"
"Sebentar, Ma. Lagi pilih baju biar nggak dinyinyirin!" teriak Ken dari kamarnya.
"Alah, nyinyir dipikirin. Lihat Mama dong nyantai sampai kebal banget."
"Itu kan Mama. Aku sama Ken masih syok," Karen membalas dengan lirih.
"Jangan kira Mama udah bebas dari nyinyiran, ya. Sampai sekarang Mama juga masih kena komentar sana-sini," Puri menjawab, kali ini lebih lembut.
Karen terdiam. Memang benar, dalam hidup, komentar orang lain adalah hal yang tidak bisa dihindari. Bahkan ibunya sendiri, kadang tanpa sadar, bisa melontarkan komentar yang menyakitkan.
***
Di hari pertemuan, Karen memutuskan untuk tetap di rumah. Puri dan Ken berangkat tanpa banyak protes lagi dari Karen. Ketika mobil keluarga melaju meninggalkan rumah, Karen duduk di ruang tamu sambil menonton serial drama yang sudah dia tonton berkali-kali.
"Akhirnya bisa napas lega," gumamnya. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sejenak. Telepon rumah berdering keras, mengejutkan Karmel. Dengan enggan, dia mengangkatnya.
"Halo, ini Karen?" Suara di seberang terdengar penuh semangat. Itu suara Dila, sepupu jauh yang selalu berhasil membuat darah Karmel mendidih.
"Oh, hai, Dila," jawab Karmel, suaranya terpaksa terdengar ramah.
"Karmel, kok nggak datang sih? Tante Puri udah cerita belum soal acara mendadak buat jodoh-jodohan ini? Seru banget lho!" Dila tertawa kecil, nadanya menggelitik telinga Karmel dengan kekesalan.
"Jodoh-jodohan?" Karmel hampir menjatuhkan teleponnya. *Apa-apaan ini?* pikirnya, langsung membayangkan betapa ibunya mungkin sedang diinterogasi tentang statusnya yang masih lajang.
"Iya, ada beberapa tamu dari keluarga jauh, anak-anak mereka sukses semua. Katanya, Tante Puri harus membawa kamu supaya bisa kenalan. Tapi, ya ampun, ternyata kamu nggak ikut. Sayang banget, kan?" Dila terus bercerocos tanpa sadar betapa Karen kini sudah menggigit bibirnya dengan geram.
"Yah, aku sibuk, Dil," Karen mencoba terdengar santai, padahal tangannya mulai berkeringat. Kepalanya dipenuhi bayangan ibu dan Karel yang mungkin sekarang sedang menjadi sorotan di acara itu. Puan, dengan wajah datarnya, pasti sedang mencari-cari alasan atas ketidakhadiran Karen.
Dila mendesah pura-pura kecewa. "Sayang sekali. Padahal tadi ada yang nanya-nanya soal kamu, loh. Cowok ganteng, lulusan luar negeri. Katanya pengin kenalan sama kamu. Tapi, ya gimana dong, kamu nggak datang."
*Cowok ganteng?* Kini, rasa penasarannya mulai beradu dengan rasa lega karena memutuskan untuk tinggal di rumah. "Wah, lain kali deh, Dil. Lagipula, aku lebih suka ketemu orang di tempat netral, bukan dalam acara keluarga yang penuh tekanan."
"Hahaha, bisa aja kamu, Mel. Eh, udah dulu ya, aku mau balik ke obrolan. Salam buat Tante Puri, ya!" Dila menutup telepon sebelum Karmel sempat menjawab.
Karmel meletakkan gagang telepon dengan perasaan campur aduk. Dia mencoba menenangkan diri dan kembali ke sofa. *Ini pasti akan jadi bahan pembicaraan besok*, pikirnya dengan senyum getir.
"Eh, salam buat Mama? Lha Mama kan di sana?! Ngada-ada banget emang si Bedil ini!"
***
Sementara itu, di lokasi pertemuan, Puri dan Ken duduk di meja yang dikelilingi oleh kerabat yang sibuk membahas berbagai topik, dari gosip politik hingga ramalan cuaca. Tiba-tiba, seorang tante yang terkenal suka mencampuri urusan orang lain, Bu Rona berseru, "Puri, Karenmana? Kok nggak kelihatan?"
Puri menarik napas panjang, siap menghadapi serangan pertanyaan. "Dia lagi sibuk, Ron. Ada urusan pekerjaan mendadak."
"Aduh, kasihan banget. Anak zaman sekarang sibuk terus. Tapi, ya, kapan dong dia nyusul si Dila? Sebentar lagi Dila mau nikah lho," Bu Rona menatap Puri dengan alis yang terangkat, seolah menunggu jawaban yang memuaskan.
Ken, yang sejak tadi asyik bermain game di ponselnya, menahan senyum sambil melirik ibunya. "Lihat, Ma. Ini salah satu alasan Kak Karen nggak mau datang," batinnya.
Puan tersenyum tipis. "Ah, jodoh itu kan nggak bisa dipaksakan, Ron. Nanti juga ada waktunya." Dia melirik Karel, yang kini sibuk menyesap minumannya.
"Iya, tapi jangan kelamaan, lho. Nanti keburu tua. Zaman sekarang, saingan makin banyak," Bu Rona menambahkan, kali ini dengan senyum yang lebih lebar.
Ken tak tahan lagi. "Tante Rona, Ken punya standar tinggi. Kalau nggak bisa memenuhi, mending nggak usah. Ntar salah pilih malah repot," celetuknya, sengaja mengundang tawa.
Beberapa kerabat tertawa, termasuk Puan. Bu Rona terdiam, terkejut dengan jawaban Karel yang tanpa basa-basi. Puri hanya bisa menepuk punggung anaknya sambil tersenyum lebih lebar. "Lihat tuh, Ron. Anak-anak sekarang memang beda," katanya, kali ini dengan nada yang terdengar menang.
Karel mengedipkan mata ke ibunya, merasa berhasil melindungi sang kakak meskipun dari kejauhan. Puri tahu, meskipun Karmel tak hadir, keluarganya masih bisa bertahan menghadapi pertanyaan-pertanyaan klasik yang seolah abadi di setiap pertemuan.
Tak lama kemudian, acara bergeser ke sesi hiburan di mana para sepupu bermain tebak-tebakan lucu. Puan memperhatikan Karel yang mulai ikut bercanda dengan beberapa saudara sebayanya. Di tengah tawa riuh itu, Bu Rona hanya bisa menatap dengan senyum setengah terpaksa.
Sementara itu, di rumah, Karen memutuskan untuk menelepon sahabatnya, Dina. "Dina, ada yang mau aku ceritain. Acara keluarga kali ini drama banget. Kamu harus dengar," katanya, dengan nada yang bercampur antara lega dan geli. Karen merasa, meski tidak hadir, dia tetap menjadi bagian dari cerita yang unik di pertemuan tersebut. []
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Biduri Aura
😂😂😂gara-gara persaingan cari suami jd galau,, masalah jodoh adalah takdir,, walaupun d cari sampai kolong rumah klau belum jodoh ya belum dpt jg,, jangan galau Ren nnti jodoh ny datang sendiri😂😂😂
2023-10-02
0
Siti Ainaa
Kenak mental lngsng gk tuhhhh🤣🤣🤣
2022-12-29
0
Siti Ainaa
Asemmmmmm kecutt, merencanakan dlu y ren jodohnya pikir nanti
2022-12-29
0