Karen menggaruk kepalanya hingga terasa perih. "Nggak ngerti juga siapa."
Ken menepok dahinya. Sudah dia duga bahwa sebenarnya kakaknya tidak memiliki gacoan bahkan gandengan untuk diajak ke acara pernikahan Dila. Entah wanita itu memiliki kepercayaan jatuh dari langit mana sehingga berani berjanji kepada Dila bahwa akan membawa calon suami.
~
Mama Puri duduk di sofa dengan semangat. Dia baru saja berhasil menyeduh teh hangat dengan harapan bisa menenangkan anak perempuannya, yang sedang gundah. “Minum tehnya;” serunya dengan gaya seorang ibu yang sudah berpengalaman.
“Hm...” Karen mengangkat cangkir dan meminum teh, tetapi alih-alih rileks, dia justru merasa lebih bingung. Rasa teh itu seolah campuran antara gila dan masa depan yang tak menentu.
"Mama, ini teh apaan? Teh ini harusnya bisa mengubah hidupku bukan malah bikin tambah runyam!" protes Karmel dengan nada dramatis sambil menggapai cangkir teh itu seperti seorang penyanyi opera yang tersiksa.
Mama Puan tertawa, meski dalam hatinya dia merasa panik. “Makanya jangan terlalu berharap. Teh nggak ada hubungan sama jodoh. Ini teh baru, kata penjualnya ini teh herbal pengusir jomblo!”
“Rasanya kayak kencing kucing!”
"Kamu pernah minum kencing kucing?! Berobat! Nanti kena tokso!"
"Ya belom, ikh Mama."
"Sabar ya soal jodoh! Nggak usah jadiin nikahan Dila jadi standar kamu. Tunggu, nanti jodohmu muncul juga."
“Aku nggak bisa nunggu, Ma! Tiap kali aku ikut jodoh online, aku malah ditawarin diskon pulsa! Aku butuh cinta, bukan kuota!” raut muka Karen mencerminkan kesedihan yang luar biasa.
Mama Puan mengangguk dengan serius, "Oke lah, kita coba cara lain. Gimana kalau ikut seminar jodoh?"
Karen melotot. “Seminar? Kalau reality show, gimana? Sekalian nongol di TV." Dia membayangkan dirinya dikelilingi pria-pria ganteng yang siap dia tunjuk untuk menjadi calon suaminya.
"Tapi kalau nongol di TV, senegara tahu kalau kamu masih jomblo. Nanti Jeng Rona sama Dila bakal nonton sambil ketawa ngakak lihat kamu!"
"Iya juga ya. Hah!" Karen menenggelamkan wajahnya di bantal duduk.
~
Malam itu, ketika Karen bersiap untuk tidur, dia teringat kembali obrolan dengan adiknya. Karmel melangkah ke kamar sang adik dengan semangat luar biasa. “Karel, kamu punya temen jomblo?” tanya Karmel menembus kesunyian malam.
“Banyak,” jawab Karel, malas.
“Kenalin!” Karmel berseru seolah baru mendapatkan jackpot di mesin slot.
“Kak, umur temen-temenku masih 20, seumuran jualan es kelapa,” kata Karel sambil tertawa geli.
“Apa!? Terus kenapa? Cinta kan nggak kenal umur!” Karmel berargumen.
Karel masih tertawa. “Cinta nggak pandang umur? Makanya kamu jodoh sama toddler yang lagi asyik main Lego!”
Karmel hanya melirik tajam, “Ya nggak sejauh itu juga lah!"
“Ya, siapa tahu itu jodoh yang kamu cari selama ini,” Karel menjawab sambil tertawa.
Kaarmel menggelengkan kepala. “Gimana kalau aku nikah sama anak Lego, Rel?”
“Wah, bisa jadi masalah hukum. ‘Kakak dianggap nikah sama mainan!’” tawa Karel pecah.
"Anak lego itu maksudnya bukan mainannya, tapi cowok dewasa yang hobi main lego. Kan sebutannya 'anak lego'. Mereka jago menyatukan potongan-potongan lego, siapa tahu mereka bisa menyatukan serpihan hatiku yang sekian lama terpotek-potek," kata Karmel, bergaya pujangga gagal.
"Wuek! Pantesan nggak ada yang mau! Coba lebih feminim, lebih soft kalau ngomong, jangan nyablak gitu."
"Hah! Bomat!" Karen keluar dari kamar adiknya dan kembali ke kamarnya untuk tidur.
***
Pagi itu Karmel bangun dengan tiba-tiba. Napasnya terengah-engah karena dia baru saja bertemu dengan jodohnya di alam mimpi. Sayangnya, jodohnya tidak seperti yang diharapkan.
Pertama, lelaki dalam mimpinya adalah seorang pria tampan yang tinggi tegap dan perhatian. Namun, di tengah-tengah, dia berubah menjadi lelaki kemayu.
"Kenapa dalam mimpi pun apes gitu sih. Kam to the vret, alias kamvret!!!"
Ibunda Karmel memasuki kamar anak gadisnya. "Mel, anterin Mama dong. Eh iya, barusan Papa telpon katanya bulan depan mau pulang."
"Hah?! Mimpi nggak nih? Papa mau pulang?!"
"Seneng banget kamu ya?"
"Seneng lah, Ma! Kalau bulan depan Papa pulang, berarti ke nikahan Dila biar Papa sama Mama aja, aku nggak usah."
"Haish, kirain karena kangen, ternyata karena itu. Akh, Mama jalan dulu. Tuh sarapan udah siap."
Mama Puan segera pergi dari rumah. Karmel beranjak dari tempat tidur menuju meja makan sembari menenteng ponselnya. Dia menelpon Dina sahabatnya yang kemarin meminta bantuan.
"Halo, Din. Gimana, hari ini jadi kita ketemu?"
"Jadi dong, aku nggak sabar nih. Aku sekarang udah di butik lagi mau siap-siap buka. Karyawanku pada belum dateng."
"Ya iyalah, jam segini yang udah berkegiatan itu cuma anak sekolah! Eh ngomong-ngomong soal karyawan, aku malah jadi punya ide. Kamu kan belum tahu sebab butikmu redup. Gimana kalau aku nanti ke butikmu nyamar jadi customer. Tapi kamu jangan di butik biar orang-orang bertingkah alami."
"Ide bagus sih. Tapi bukannya kamu pernah ke butikku ya? Mereka bakal ngenalin kamu lah, Mel!"
"Tenang, kayak nggak tahu Karmel aja! Nyamar dong akh," jawab Karmel mantap sembari mengunyah sarapan paginya.
"Hei, Neng, kalau makan pelan-pelan! Suaranya sampai sini tahu!"
***
Butik Dinamis
Karmel tiba di butik sahabatnya. Tak lupa ia menggunakan rambut palsu keriting berwarna coklat terang yang bertolak belakang dengan rambut aslinya yang hitam lurus. Masker hitam ala covid juga ia kenakan.
Butik Dinamis dulunya sempat hits, tetapi belakangan makin sepi. Tanpa ragu, Karmel membuka pintu butik dengan harapan bisa membantu Dina mencari tahu apa yang salah.
“Selamat datang!” sapa salah satu karyawan dengan senyum lebar saat Karmel masuk. Wanita itu mengenakan baju seragam berwarna gelap, berdiri di dekat rak baju, dan tampak bersemangat. Make upnya rapi dan kekinian, tidak menor apalagi medhok.
"Kalau dari segi penampilan pegawai kayaknya baik-baik aja. Eh tar dulu, itu kan muka dan bajunya. Aku deketin dia dulu siapa tahu aromanya aroma jamban," batin Karmel.
“Ada yang bisa saya bantu?” Kebetulan sekali pegawai butik itu yang menyatroni Karmel.
Semerbak harum saat pegawai cantik itu mendekat, mematahkan tuduhan bau jamban dalam hati Karmel. "Wangi kok. Oke, penampilan pegawai no problemo. Sekarang kita lihat gimana kesabaran dia ngadepin pembeli resek kayak aku. Eh aku aslinya nggak resek lho ya, cuman sekarang ini perlu acting resek gitu deh," batin Karmel.
“Eh, iya, saya mau lihat-lihat,” kata Karmel sambil menahan rasa ingin tahunya. Nah, di sinilah momen observasi dimulai!
"Maaf, Kak, sepertinya familiar. Apa kita pernah lihat ketemu sebelum ini?" tanya seorang customer service.
"Ehm ... anu." []
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Mbak Latif
udah lama gk baca novel yg keren seperti ini maaf thor baru komen saking asiknya baca makasih kak sukses selalu
2024-07-22
1
Muliyana Yana
baru mampir aku thor....
2023-08-20
1
🇮🇩 🅒🅚➋➏➊➊ 🇵🇸
Bagus nih... Rapi poela penulisannya... LaNJoeT...
2022-09-30
1