Karen menghela napas panjang. “Udah ah, nggak usah ngomongin soal itu lagi. Aku bahkan nggak hadir, tapi entah gimana, aku yang jadi topik utamanya.”
Dina terkekeh, “Kamu tahu, Ren, mereka memang suka membuat drama dari hal kecil. Katanya kamu sekarang hidup mewah dan sibuk keliling dunia. Mereka bertanya-tanya dari mana uangmu berasal.”
“Aku capek, Din. Mengapa semua harus jadi bahan pembicaraan? Padahal aku cuma sibuk kerja keras demi masa depanku,” suara Karen terdengar sedikit getir.
“Aku tahu. Jangan pedulikan mereka,” kata Dina lembut. Ada jeda sejenak sebelum dia melanjutkan, “Tapi sebenarnya, aku juga sedang pusing dengan masalahku sendiri.”
Karen duduk lebih tegak, rasa lelahnya seketika tergeser oleh rasa penasaran. “Apa yang terjadi, Din?”
Dila menarik napas panjang di seberang sana. “Bisnis butikku sedang seret. Penjualan menurun drastis bulan ini, padahal aku sudah pasang diskon dan promosi besar-besaran. Aku mulai takut bagaimana harus bayar sewa bulan depan.”
Karen terdiam, meresapi kekhawatiran sahabatnya. Dina selalu terlihat ceria dan kuat, tapi di balik itu semua, ia menyimpan banyak beban. “Din, aku yakin kamu bisa melewati ini. Mungkin kita bisa brainstorming ide baru untuk menarik pelanggan.”
“Kamu serius mau bantu? Padahal kamu sendiri sedang di tengah kerumitan gosip keluarga?”
“Ya ampun, Din! Kamu lebih penting dari omongan mereka,” kata Karen tegas. “Kita atasi masalah ini bersama-sama. Besok aku ke tempatmu, kita cari cara agar butikmu bersinar lagi.”
Telepon itu diakhiri dengan janji pertemuan dan harapan yang baru. Di tengah hiruk-pikuk omongan keluarga dan masalah hidup, Karen dan Dina tahu bahwa persahabatan sejati adalah pelindung dari badai kehidupan yang tak henti-hentinya menguji.
***
Pernikahan Dila hanya dalam kurun waktu 45 hari ke depan. Dalam waktu tersebut, Karen harus menghadapi fakta bahwa dirinya menjadi bahan perbincangan keluarga besar, meski dia tidak hadir di acara keluarga tersebut. Karen memilih untuk tetap di rumah dan menghindari keramaian yang hanya akan membuatnya merasa terasing. Kendrik dan Mama Puri pun pulang dari acara itu dengan membawa cerita yang lebih dari cukup untuk membuat Karen kesal.
Saat Kendrik dan Mama Puri tiba di rumah, Karen yang sedang duduk di ruang tamu langsung menatap mereka penuh tanda tanya. “Gimana acaranya?” tanyanya datar, berusaha bersikap tak peduli.
“Acaranya? Hah, kamu pasti senang tidak ikut. Semua mata tertuju pada Dila dan undangan pernikahannya,” jawab Kendrik sambil meletakkan sepiring kue sisa acara di meja.
“Bukan hanya itu,” timpal Mama Puri dengan tatapan serius. “Mereka membicarakan kamu juga, Ren. Dan aku tidak tahu apakah itu lebih baik atau buruk untuk didengar.”
Karen mendengus sambil melipat tangannya. “Tentu saja. Apa lagi yang bisa mereka bicarakan selain status lajangku yang tak kunjung berubah?”
Mama Puri menghela napas, lalu duduk di sebelah Karen. “Tepat sekali. Tante Rona bahkan memulai percakapan dengan, ‘Oh, Karen apa kabar? Masih fokus sama karir ya? Tapi kapan nikahnya? Kok nggak bawa pasangan?’”
“Dan jangan lupa, Dila ikut-ikutan,” tambah Kendrik sambil melahap kue. “‘Ya ampun, Bunda, kasihan si Karen. Jangan-jangan dia terlalu sibuk sampai lupa cari jodoh.’ Begitu katanya, dengan senyum seolah dia bidadari.”
Karen memejamkan mata dan menghela napas panjang. Wajahnya memerah menahan marah. “Dila memang selalu seperti itu, pura-pura peduli tapi menusuk dari belakang.”
“Oh, belum selesai di situ, Ren,” kata Mama Puri, kali ini dengan nada geli. “Saat aku bilang kamu sedang sibuk mengurus rumah baru, Dila malah menjawab, ‘Wah, hebat ya, nanti kalau mau renovasi rumah, jangan sampai lupa renovasi status juga ya, Tante.’ Lalu semua orang tertawa. Kamu bisa bayangkan rasanya?”
Karen mengepalkan tangannya, tapi Kendrik menyela dengan ekspresi ceria, “Tapi tunggu, ada bagian lucu! Tante Rona salah paham soal karir kamu. Dia bilang, ‘Ah, karirnya Karen pasti bagus. Dengar-dengar sekarang jadi bos besar, ya?’” Kendrik tertawa terbahak-bahak, diikuti oleh Mama Puri yang tidak bisa menahan senyum.
Karen membuka matanya dan menatap kedua anggota keluarganya dengan tajam. “Kalian senang, ya? Ini semua hiburan buat kalian?”
Mama Puri menepuk lengan Karen dengan lembut. “Oh, sayang, bukan seperti itu maksud Mama. Tapi, tahu nggak, Dila juga sempat kesal karena aku bilang kamu sudah beli rumah sendiri. Wajahnya merah padam.”
“Yah, ‘kan si Dila nggak bisa terima kalau ada yang lebih dari dia,” Kendrik menambahkan dengan nada mengejek. “Jadi dia mulai bercerita tentang betapa sulitnya mempersiapkan pernikahan, seolah-olah itu pencapaian paling hebat di dunia.”
Tiba-tiba, suara bel pintu berbunyi. Kendrik, yang paling dekat dengan pintu, beranjak membukanya. Di sana berdiri Dila, lengkap dengan senyuman manis yang jelas penuh kepura-puraan.
“Hai, semua! Aku mampir sebentar, nih. Kebetulan lewat,” kata Dila tanpa menunggu undangan masuk. “Oh, Karen, kamu ada di sini. Syukurlah, aku nggak perlu cari-cari ke mana-mana. Katanya sibuk, eh tapi ternyata di rumah."
Wajah Karen berubah masam. “Tadi urusanku udah selesai. Terus juga besok udah ada jadwal sama temen buat bantuin usaha butik dia. Maklum kalau pengusaha ya temennya juga pengusaha. Kasihan bisnis temenku lagi seret, dia minta bantuan ya aku bantuin dong. Begitu lah, jadinya tambah sibuk. Kalau kamu sibuk nyiapin nikah ya? Tapi kamu beruntung sih."
Dila tersenyum melihat itu. Dia tampak menang sekarang karena akhirnya gadis di depannya ini tampak mengalah.
"Kamu beruntung cuma ngurusin satu hal doang, nggak kayak aku yang mikirin banyak bisnis. Bahkan ngurusin bisnis temen juga," tambah Karen.
Kali ini Dila terkena batunya. Namun, bukan Dila namanya kalau tidak mencari celah untuk menyerang balik. “Eh sampai lupa, aku cuma ingin memastikan kamu datang ke pernikahan aku. Undangan yang aku kirim mungkin belum sampai, jadi aku bawa sendiri,” katanya sambil menyerahkan undangan yang tampak mewah dengan pita emas.
“Wah, undangan dengan pita emas? Kayak mau undang presiden aja,” Kendrik berbisik sambil menyikut Karen, yang hampir tersenyum mendengar komentar itu.
Dila mendengar komentar Kendrik dan menatapnya tajam. “Kalau kamu mau mengomentari hal yang lebih bermutu, Kendrik, coba saja rencanakan pernikahan kamu sendiri. Lihat seberapa jauh kamu bisa bertahan tanpa stres.”
Mama Puri, yang menyadari ketegangan itu, berusaha menengahi. “Sudah, sudah. Kita semua sedang lelah. Bagaimana kalau kita istirahat sebentar?”
“Istirahat? Tante Puri pasti bercanda. Saat menjelang pernikahan, istirahat itu barang mewah,” kata Dila dengan dramatis, matanya melirik ke arah Karen. “Tapi aku yakin Karen paham, dia pasti sibuk juga dengan urusan karirnya. Tapi belum paham masalah sensitif kayak pernikahan karena menyangkut dua keluarga. Nanti kamu bakal ngerasain. Kapan katanya? Desember?"
Karen berdiri, matanya berkilat menahan emosi. “Iya! Jangan lupa dateng!"
Dila mengangkat alisnya, "Aku nunggu banget undanganmu soalnya sampai sekarang aku juga belum pernah lihat calon suamimu. Kalau calon suamiku tuh di mobil. Tadi Tante sama adekmu udah lihat meski belum ngobrol banyak."
Kendrik tak tahan lagi dan menyela, “Iya, tadi udah lihat. Yang mukanya kayak jamet itu kan?"
"Hush Ken! Maaf ya Dil, nggak usah dengerin Ken. Dia mulutnya suka keceplosan. Calonmu ganteng kok," ralat Mama Puri.
Meski benar seperti jamet, tapi tidak enak juga terlalu jujur.
Saat Dila akhirnya pergi, suasana rumah kembali hening. Karen duduk kembali di sofa dan menatap undangan itu dengan campuran perasaan marah dan frustrasi.
“Jangan pedulikan dia, Ren,” kata Mama Puri sambil memeluk bahunya. “Kita tahu siapa kamu, dan itu yang penting.”
“Iya, Kak,” tambah Ken sambil tersenyum licik. “Dan tenang saja, kalau acaranya membosankan, aku janji kita akan buat laporan lengkap untuk hiburan kamu."
"Apa sih kalian ini? Siapa bilang aku nggak mau dateng ke nikahan Dila? Aku mau dateng dan aku bakal bawa calon suamiku!" kata Karen mantap.
"Hah?! Siapa, Kak?!" Ken sungguh terkejut. []
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Biduri Aura
😂😂😂rebut cari pujian 😂😂😂
2023-10-02
0
exol
novel tahun lalu tapi aku baru baca 😂
2022-08-09
1
Baby_Miracles
kocak, dan temanya mewakili byk orang. jarang ada yg mau nulis cerita begini tapi menghibur banget
2022-06-09
0