Soulmate (Nathan Tita)

Soulmate (Nathan Tita)

Bab 1

Di pagi yang terik, gadis manis itu berlarian memasuki gerbang sebuah mansion besar yang berada di salah satu kawasan asri, jauh dari hiruk pikuk dan kebisingan kota. Dia menelusuri taman dengan hamparan bunga yang tertata rapi, benar-benar menunjukkan si empunya rumah sangat memperhatikan tiap detail tamannya. Setelah melewati taman, si gadis berbelok menuju rumah belakang, masih dengan berlari riang, menggenggam gulungan kertas ditangannya yang digenggamnya dengan erat, seolah dia takut gulungan kertas itu akan terbang terbawa angin seiring dengan dia berlari. Rumah belakang, tempat para pekerja dirumah itu mengistirahatkan badan mereka, melepas lelah, setelah seharian bekerja di mansion besar itu. Rumah belakang yang lebih mirip kos-kosan, namun tetap bersih dan terawat hingga membuat mereka yang tinggal merasa nyaman.

Gadis itu menyunggingkan senyumnya makin lebar, kala matanya menangkap sosok yang selama ini jadi semangatnya, yang jadi alasan mengapa dia berusaha keras untuk menyelesaikan apa yang 4 tahun lalu dia mulai dengan berbagai macam pertimbangan. Hingga hari ini, pada saat dia menerima gulungan kertas itu, dia yakin dia akan menyesal jika empat tahun lalu dia mengambil keputusan yang berbeda. Cairan bening dari mata coklatnya tak mampu dia tahan, makin deras ketika mereka sudah berhadapan.

"Ibu!!" dengan nafas yang tersenggal, memeluk sang ibu dengan erat berusaha mengatur nafasnya.

Sang ibu, yang memang sudah hafal tabiat anaknya.. dengan lembut mengusap punggung sang anak, menyalurkan ketenangan dengan caranya hingga terdengar helaan nafas normal dari sang anak. "Apa yang membuat Tita-ku ini sangat-sangat bahagia pagi ini?" tanya ibu tanpa melepaskan usapan dipunggung anaknya.

Gadis itu mendorong tubuhnya perlahan, matanya terbelalak, membulat sempurna, "kok ibu tau?"

Ha ha ha, tawa renyah sang ibu keluar karena sikap lugu anak bungsunya, "kamu itu diperut ibu sembilan bulan, ibu susui full dua tahun, malah offset, jadi luar dalam kamu, gerak gerik kamu ya ibu udah hafal gak perlu pake mikir, ha ha ha.."

"Ih ibu, gak seru banget deh... aku aja sampe mules saking senengnya mau kasih tau ibu, ck..." Tita menundukkan wajahnya yang cemberut.

"Lho..kok malah cemberut sih?"

"Seharusnya ibu pura-pura aja gak tau..." mulai merajuk.

"Ibu kan juga belum tau kamu bahagianya karena apa..." sambil membelai pucuk kepala putrinya, sang ibu dengan mudah mengembalikan semangat sang putri dengan jawaban yang bijak.

Tita langsung menengadahkan wajahnya, berbinar-binar, "iya ya, ibu kan belum tau kenapa Tita bahagia..." dengan memamerkan barisan giginya yang rapi dan putih, gadis itu teringat alasannya berlarian sepanjang jalan, dari gerbang ke rumah belakang demi menyampaikan berita bahagia itu. Dan diberikannya gulungan kertas yang sudah tidak mulus lagi tengahnya karena diremas. "Baca Bu!" menyodorkan kertas itu ke tangan ibu dengan sumringah.

Sang ibu membuka gulungan kertas itu, membaca setiap kata yang tertulis di dalamnya, meneteskan air mata, bahagia, ya.. dia sungguh bahagia. Ditatapnya wajah sang bungsu yang masih memamerkan giginya, dielus pipi sang bungsu yang ikut memerah karena paparan panas matahari dan rasa bahagia... rasa bahagia, haru, sekaligus bangga menjadi satu dalam dadanya, membuat ibu makin tidak bisa membendung air matanya, "selamat ya sayang, terima kasih karena sudah membahagiakan ibu..." tak kuasa menahan tangisnya, sang ibu memeluk erat sang gadis. Mereka berpelukan tanpa memperdulikan beberapa pasang mata yang mengawasi tingkah mereka, karena orang-orang itu merasa ibu dan anak sedang berbahagia.

"Kenapa ibu yang berterima kasih, kan terbalik. Terima kasih ya Bu, kalau bukan karena ibu gak mungkin Tita akan berhasil seperti ini." ucap Tita penuh rasa syukur. Dan keharuan itu harus berakhir karena sapaan seseorang yang sejak tadi juga ikut menyaksikan adegan ibu dan putrinya, "Amel."

Sang ibu yang mendengar namanya dipanggil pun berpaling ke arah datangnya suara, "ah... maaf nyonya.. sa...saya ..." dia gugup, seperti orang yang tengah tertangkap basah. Tangannya gemetaran, dan kegugupan itupun dirasakan sang putri. Nyonya rumah itu mendekat, sang ibu menundukkan pandangannya penuh hormat, begitupun sang putri, sekelebat ada rasa bersalah dalam hatinya, dia lupa bahwa saat itu masih dalam jam kerja ibunya.

"Apa yang terjadi? kenapa kalian menangis disini?" tangannya mengusap air mata yang masih bersisa di pipi gadis itu dengan lembut.

"Maaf nyonya, saya mengganggu jam kerja ibu..." Tita menjawab penuh penyesalan, hingga dirasa usapan lembut itu berubah menjadi cubitan sayang. "iiiih, udah dibilang jangan panggil nyonya, gak denger-denger deh, panggil mami.. maaami... masa lulusan universitas A, Summa Cum Loude pula, cuma panggilan 'mami' aja gak inget-inget!" kesalnya tanpa melepaskan cubitan gemas di pipi Tita.

"aaaaaah.... iya... iya... ma...miiiii, sakiiiiiiiit" jawab Tita seraya memegang tangan sang nyonya yang ada di pipinya, dan melepaskan tangan yang mencubit pipinya. Sang ibu tertawa melihat keakraban nyonya dan putrinya. "Kok.. nyonya... eh, mami tau Tita lulus dengan Summa Cum Loude??" rasa penasaran mendominasi, sambil mengusap pipinya yang kena cubitan sang majikan.

Sang nyonya beralih pada sahabatnya, "Amel, anak kamu pinter, tapi sayang kurang peka." sang ibu tertawa, "mungkin karena belum pernah merasakan cinta, nyonya. Jadi, ya gitu deh, ha ha ha..."

Dan kedua orang tua dengan latar belakang berbeda itu meninggalkan Tita sendiri ditempatnya berdiri. Mereka masuk menuju mansion utama, untuk melakukan pekerjaan masing-masing. Dan si topik obrolan, hanya berdiri dengan kebingungan.

Sementara di halaman depan, sebuah Sweptail Rolls Royce melaju keluar melewati gerbang. Duduk di kursi belakang seorang pria dengan rahangnya yang tegas, hidung yang mancung, bibir yang dapat menggoda wanita mana saja yang melihatnya, dan mata berwarna abu-abu seperti mata sang ayah, yang bisa membuat lawan bisnisnya dan para wanita bertekuk lutut dan merasa terintimidasi hanya dengan tatapannya. Pria itu duduk dengan nyaman, menikmati perjalanan menuju kantornya, "Brian, siapa anak kecil tadi?" tanyanya penasaran.

Sang supir, yang juga merupakan tangan kanan sang pria, melirik sebentar ke arah kaca di atas yang mengarah ke tuannya, "anak kecil yang mana tuan?"

"Anak kecil yang tadi berlarian di taman..." entah apa yang membuat sang pria penasaran. Dan entah kenapa sang tangan kanan tidak peka kali ini.

Sejurus kemudian, sang tangan kanan mengingat kejadian tadi, dia baru paham siapa yang dimaksud tuannya, "gadis yang tadi berlarian itu anak dari Bu Amel tuan, dan dia bukan anak kecil karena sudah lulus kuliah." jawabnya santai.

"Hah... sekecil itu sudah lulus kuliah?" Tuan yang keseringan melihat wanita langsing tinggi semampai itu tak percaya, jika yang dilihatnya pagi tadi adalah seorang gadis yang bahkan sudah lulus kuliah. Senyum tersungging di wajahnya, masih merasa lucu, bukan karena dia meremehkan fisik seseorang, namun dimatanya yang dilihat tadi adalah seorang anak perempuan yang berlari dengan riang dibawah sinar matahari tanpa takut kulitnya terbakar ataupun panik karena tidak memakai tabir Surya. Dan itu cukup menghibur paginya hari itu. Namun ketika dia teringat sesuatu, rasa penasaran itu muncul dengan sendirinya. "Brian, bukannya Bu Amel sebatang kara? kok bisa tiba-tiba ada anaknya?"

"Bu Amel janda tuan, anak pertamanya bekerja di negara J, dan anak bungsunya baru lulus kuliah, selama ini dia kost di dekat kampusnya." Sang tangan kanan yang kini merangkap asisten menjelaskan untuk membunuh rasa penasaran tuannya.

"Oh... mungkin itu sebabnya aku tidak pernah tau ya." sambil mangut-mangut sang tuan menjawab, dan kembali menikmati perjalanannya. Sedangkan sang supir bergumam dalam hatinya, kapan juga anda peduli dengan hal-hal yang tidak menarik bagi anda. Tapi dia hanya berani bergumam dalam hati, karena dia tau betul watak tuannya, apalagi jika berhubungan dengan yang namanya wanita. Karena bagi tuannya, wanita yang tulus kepadanya hanya ibu dan adik perempuannya saja. Eh, kalau dipikir-pikir usia gadis tadi seumuran dengan nonanya. Bahkan mereka kuliah di kampus yang sama, tapi mengapa nonanya itu belum lulus? hm, bisa dipastikan akan bertambah pekerjaannya kali ini. Nona, mengapa anda senang sekali merepotkan saya.

*****

"Jadi, wisudanya kapan sayang?" Nyonya bertanya kepada gadis di depannya.

"Bulan depan, nyonya...eh.. mami" sesungguhnya ada rasa tidak nyaman ketika Tita menyebut majikan ibunya dengan panggilan mami. Gadis itu masih duduk menunduk. Di depannya ada nyonya mami, dan disebelahnya adalah nona rumah ini, sekaligus teman kampusnya.

"Mih, jangan bilang sama kakak ya kalo aku belum lulus," nona rumah ini mengiba kepada ibunya, penuh permohonannya. Dia tau, jika kakaknya sampai tau, dia pasti tidak selamat kali ini.

"Haduh, mami harus gimana coba. Gak mungkin kakak kamu gak tau. Mami yakin kalo Brian pasti udah tau deh." Nyonya itu menjawab dengan flat, seperti tidak terganggu dengan keadaan anaknya. Karena baginya itu bukan masalah besar, toh setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Sementara Tita hanya dapat mendengarkan obrolan ibu dan anak itu, tanpa menyela. Dia bahkan tidak tau seperti apa tuan mudanya itu. Tiba-tiba Tita tersentak, saat nona yang juga temannya itu menyentuh tangannya. "Apa?"

"Ih, ngelamun aja... punya pacar juga gak. melamunkan apa sih?" sang nona kepo dengan temannya yang lugu ini. "Mami tanya, kamu terima tawaran kerja yang direkomendasikan kampus gak?"

Tita menatap kembali nyonya maminya, "iya nyonya..eh..mami.. soalnya perusahaan itu terbilang perusahaan yang baik reputasinya, dan mereka memberikan kesempatan Tita untuk bergabung. Jadi Tita gak akan melewatkan kesempatan ini." jawabnya sambil tersenyum.

"Yaaaah, kamu kenapa gak kerja di perusahaan kakak aja sih? nantikan pas aku magang kita bisa ketemu." Begitulah nona sekaligus temannya ini, tidak ada watak angkuh sama sekali, walaupun kata orang mereka dari status sosial yang berbeda. Mungkin karena nyonya dan tuan rumah ini juga mencontohkan sikap yang rendah hati dan penuh perhatian kepada sesama, menjadikan putri mereka memiliki sifat yang jarang ditemukan pada anak-anak konglomerat lainnya. Namun, agak sedikit berbeda dengan sang kakak.

"Iya bener, kenapa gak di kantor Nathan aja sayang?"

"Tita bahagia banget, ibu kerja disini, Tita juga jadi kenal nyonya mami dan nona Loudy, sudah banyak banget kebaikan yang ibu dan Tita terima dari keluarga ini. Jadi, saat ini, dikesempatan ini, Tita ingin menunjukkan pada kalian kalau Tita sudah mampu berusaha sendiri. Tita ingin nyonya mami merasakan, kalau nyonya mami tidak sia-sia sudah menanggung biaya kuliah Tita."

Tiba-tiba ruangan itu menjadi melow, nyonya mami merasa bangga karena sudah menjadi bagian dari keberhasilan anak sahabatnya. Tita meneteskan air mata penuh syukur, dan mendapat rangkulan dari nona rumah yang memang tengah duduk di sebelahnya.

"Ta, aku bingung deh. Kamu baik banget kayak gini, pinter pula, gak macam-macam, tapi kok masih belum laku sih? aku kan juga pengen di curhatin sama kamu... masa aku terus yang curhat soal cowok sama kamu." sang nona yang lebih sering gak tau tempat kalau ngomong, menghilangkan keharuan yang telah tercipta hanya dalam waktu sekian detik.

Tita mendelik, menatap sang nona dengan tatapan aneh, "gila kali yaaa... Aku bukannya gak laku, cuma belum mau!" nah, keluar lah kebiasaan mereka yang suka adu mulut dengan manis.

Sang ibu menggelengkan kepalanya, serasa punya dua anak perempuan. Tapi dia sungguh menyukai keadaan ini, pertengkaran kecil kedua gadis itu dapat memberi warna dan kehangatan di mansion besar ini. Karena Tita jarang datang kesini semasa kuliah, karena dia tinggal di kost dekat kampus. Dan teringat satu hal, sang nyonya memotong pembicaraan dua gadis di depannya. "Tita, kan sekarang sudah lulus kuliah, jadi bisa dong tinggal disini?"

"Oh, iya bener... Tinggal disini aja, Ta," sang nona mendukung ide ibunya.

"Tapi kan kantor to be aku jauh kalo dari sini, Lou. Jadi, maaf nyonya mami... em.. Tita cari kontrakan aja yang deket kantor."

"Iya, iya, mami selalu dukung apapun keputusan kamu," senyum terukir di wajah nyonya mami.

"Kalo gitu hari ini kamu nginep yaaa, tapi temenin aku ke kampus dulu, ok" sang nona merajuk.

"Iya, tapi aku numpang mandi dulu dong. Gerah banget ih." seru Tita.

"Hah, kamu belum mandi???"

"Belum lha, aku tuh kesini pagi-pagi buta. Mana sempet mandi."

"Idih, mih... coret nih perempuan satu dari daftar calon kakak ipar aku," celoteh sang nona, sambil menarik sang teman naik ke kamarnya.

Tita tidak menanggapi, karena memang dia tidak kenal dengan si kakak nona dan menganggap sang nona hanya bercanda seperti yang sering dia lakukan.

Namun, tidak dengan sang nyonya yang mengerutkan dahinya mendengar celotehan anak perempuannya, sambil menatap punggung kedua gadis itu yang kemudian menghilang diujung tangga.

Sang nyonya mami harus rela ditinggal suami tercinta 7 tahun yang lalu, karena sebuah kecelakaan hingga membuat sang suami tak tertolong. Dan mau tidak mau Nathan, sang anak sulung yang baru saja menyelesaikan gelar masternya di Cardiff University, harus menggantikan posisi sang ayah di usia yang sangat muda. Namun, beruntung karena sang tuan memiliki karyawan dan kolega-kolega bisnis yang royal dan setia. Sehingga, banyak dukungan yang diterima Nathan dari kolega-kolega ayahnya. Dan memang pada dasarnya, Nathan, adalah anak yang cerdas dan memiliki keahlian bisnis yang mungkin diturunkan dari sang ayah. Sehingga perusahaan sang ayah makin berkembang pesat berkat tangan dinginnya.

Terpopuler

Comments

teti kurniawati

teti kurniawati

saya mampir.

mampir juga yuk kakak yang baik hati di karya aku

"Cinta berakhir di lampu merah."

2022-10-23

0

Chida

Chida

lucu kayaknya....aku lanjut 😚

2021-06-14

0

hoomano1D

hoomano1D

halo author
aku ngintip dulu pelan-pelan
biar nggak bintitan

2021-05-22

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Pemberitahuan
56 Bab 55
57 Bab 56
58 Bab 57
59 Bab 58
60 Bab 59
61 Bab 60
62 Bab 61
63 Bab 62
64 Bab 63
65 Bab 64
66 Bab 65
67 Bab 66
68 Bab 67
69 Bab 68
70 Bab 69
71 Bab 70
72 Bab 71
73 Bab 72
74 Bab 73
75 Bab 74
76 Bab 75
77 Bab 76
78 Bab 77
79 Bab 77
80 Bab 78
81 Bab 79
82 Bab 80
83 Bab 81
84 Bab 82
85 Bab 83
86 Bab 84
87 Bab 85
88 Bab 86
89 Bab 87
90 Bab 88
91 Bab 89
92 Bab 90
93 Bab 91
94 Bab 92
95 Bab 93
96 Bab 94
97 Bab 95
98 Bab 96
99 Bab 97
100 Bab 98
101 Bab 99
102 Bab 100
103 Bab 101
104 Bab 102
105 Bab 103
106 Bab 104
107 Bab 105
108 Bab 106
109 Bab 107
110 Bab 108
111 Bab 109
112 Bab 110
113 Bab 111
114 Bab 112
115 Bab 113
116 Bab 114
117 Bab 115
118 Bab 116
119 Bab 117
120 Bab 118
121 Bab 119
122 Bab 120
123 Bab 121
124 Bab 121
125 Bab 122
126 Bab 123
127 Bab 124
128 Bab 125
129 Bab 126
130 Bab 127
131 Bab 128
132 Bab 129
133 Bab 130
134 Bab 131
135 Bab 132
136 Bab 133
137 Bab 134
138 Bab 135
139 Bab 136
140 Bab 137
141 Bab 138
142 139
143 Bab 140
144 Bab 141
145 Bab 142
146 Bab 143
147 Bab 144
148 145
149 Bab 146
Episodes

Updated 149 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Pemberitahuan
56
Bab 55
57
Bab 56
58
Bab 57
59
Bab 58
60
Bab 59
61
Bab 60
62
Bab 61
63
Bab 62
64
Bab 63
65
Bab 64
66
Bab 65
67
Bab 66
68
Bab 67
69
Bab 68
70
Bab 69
71
Bab 70
72
Bab 71
73
Bab 72
74
Bab 73
75
Bab 74
76
Bab 75
77
Bab 76
78
Bab 77
79
Bab 77
80
Bab 78
81
Bab 79
82
Bab 80
83
Bab 81
84
Bab 82
85
Bab 83
86
Bab 84
87
Bab 85
88
Bab 86
89
Bab 87
90
Bab 88
91
Bab 89
92
Bab 90
93
Bab 91
94
Bab 92
95
Bab 93
96
Bab 94
97
Bab 95
98
Bab 96
99
Bab 97
100
Bab 98
101
Bab 99
102
Bab 100
103
Bab 101
104
Bab 102
105
Bab 103
106
Bab 104
107
Bab 105
108
Bab 106
109
Bab 107
110
Bab 108
111
Bab 109
112
Bab 110
113
Bab 111
114
Bab 112
115
Bab 113
116
Bab 114
117
Bab 115
118
Bab 116
119
Bab 117
120
Bab 118
121
Bab 119
122
Bab 120
123
Bab 121
124
Bab 121
125
Bab 122
126
Bab 123
127
Bab 124
128
Bab 125
129
Bab 126
130
Bab 127
131
Bab 128
132
Bab 129
133
Bab 130
134
Bab 131
135
Bab 132
136
Bab 133
137
Bab 134
138
Bab 135
139
Bab 136
140
Bab 137
141
Bab 138
142
139
143
Bab 140
144
Bab 141
145
Bab 142
146
Bab 143
147
Bab 144
148
145
149
Bab 146

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!