Mencintaimu Lewat Do'A
Gadis cantik itu datang bersama uminya ke sekolah As-sobirin. Di sekolah itu benar-benar menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, meskipun tidak mengesampingkan pengetahuan umum. Semua orangtua sangat menginginkan anaknya masuk ke sekolah itu namun sayangnya cukup sulit persyaratan yang harus dilakukan oleh para murid. Salah satu persyaratannya adalah minimal calon murid hafal 3 juz Al-quran.
Walaupun banyak sekali email serta keluhan dari pihak orangtua, namun tetap saja As-sobirin tidak pernah mengganti persyaratannya sejak berdiri 20 tahun yang lalu. Awal pertama berdiri As-sobirin adalah pesantren keluarga, namun silih berganti pemegang sampai akhirnya As-sobirin hanyalah SMK.
Kedatangan calon murid baru membuat para siswa-siswi penasaran dengannya, sebab menurut kabar bahwa perempuan itu berasal dari Aceh dan pernah tinggal di Mesir.
Murid baru itu bernama Zahratunnisa Abdullah. Perempuan itu tertunduk saat masuk ke kantor sekolah, dan selalu menanyakan pada uminya mengapa ia harus masuk ke sekolah As-sobirin. Bukannya ia tidak bangga bersekolah yang dinilai nomer satu dalam menjunjung agama Islam di Indonesia, hanya saja ia malu harus menjadi murid baru dan disebut sebagai "murid pindahan".
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Balas para guru yang berada di dalam kantor.
"Ibu Salamah?" Tanya kepala sekolah.
"Iya bu, ini anak saya namanya Zahra." Jawab umi.
"Silahkan duduk bu." Ajak Bu Hanum pada umi serta Zahra.
"Saya sudah membaca data-data Zahra bu, dan saya sangat berkesan padanya." Ucap bu Hanum memulai pembicaraannya.
"Terimakasih bu."
"Tapi, apa nak Zahra mau bersekolah di sini?" Tanya bu Hanum pada Zahra.
Meskipun murid yang akan bersekolah di As-shobirin sudah memenuhi kriterianya, tetapi di sekolah itu tidak boleh ada paksaan sehingga para murid akan menjadi bosan dan tidak semangat dalam menuntut ilmu.
Umi Salamah yang mendengar pertanyaan bu Hanum hanya tersenyum tanpa memalingkan wajah pada anak semata wayangnya. Sebab, ia juga hanya memberikan yang terbaik dan tidak mau jika anaknya merasa tertekan.
"Saya mau bu." Jawab Zahra sambil menganggukkan kepalanya.
"Alhamdulillah, baiklah. Kalau begitu nanti ibu antar ke kelas kamu ya nak." Kata bu Hanum.
"Iya bu." Ucap Zahra.
"Terimakasih ya bu." Kata umi Salamah.
"Sama-sama bu."
Zahra mengantar uminya sampai di parkiran. Lalu ia berjalan mengikuti bu Hanum. Sambil berjalan menuju lantai tiga, Zahra ditanyai banyak sekali oleh bu Hanum, salah satunya aktifitas ia selama berada di Mesir. Karena As-shobirin ingin sekali menjadikan murid-muridnya menjadi bibit-bibit yang unggul.
Bu Hanum mengetuk pintu kelas lalu dibukakan oleh seorang guru bertubuh gempal menggunakan kacamata yang cukup tebal. Bu Hanum mempersilahkan Zahra masuk ke kelasnya dan memperkenalkan dirinya di depan teman-teman baruya.
"Kamu bisa Bahasa Arab?" Tanya bu Zidah yang ternyata seorang guru Bahasa Arab.
"Nggak bu." Jawab Zahra.
Bu Zidah dan bu Hanum saling pandang.
"Di pelajaran saya, semua murid harus bisa bahasa Arab untuk percakapan selama jam pelajaran." Kata bu Zidah.
"Baik bu. " Ucap Zahra.
"Yaudah kamu lanjutin ya perkenalannya."
"Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Zahratunnisa Abdullah, panggil saya Zahra. Saya berasal dari Aceh. Saya mohon bantuannya kepada teman-teman semuanya agar mengajarkan saya pelajaran yang tertinggal, terimakasih."
"Kamu boleh duduk di samping Bela ya." Suruh bu Zidah.
"Makasih bu." Zahra pun melangkahkan kakinya duduk di samping perempuan yang bernama Bela.
Bel istirahat pun sudah terdengar, Bela mengajak Zahra untuk pergi ke kantin bersama. Namun Zahra menolaknya, ia hanya ingin melanjutkan pelajaran yang sudah tertinggal.
"Kamu kan baru, jadi gak perlu memaksakan diri buat belajar sama kayak kita." Ucap Bela melihat Zahra menyalin catatannya.
Zahra menghela nafasnya lalu menghentikan tulisannya, "aku cuma ingin cepat lulus bela, dan kembali ke kampung halamanku." Ucapnya.
"Tapi kan kita baru kelas satu. Masih dua tahun lagi Zahra."
"Emmm, bisa tolong kamu belikan air minum saja buatku?"
Bela tersenyum mendengarnya, "ah, aku tau kamu ingin aku pergi cepat-cepat kan supaya kamu tidak terganggu."
Zahra pun ikut tersenyum, "aku tidak seburuk itu Bela." Ia memberikan uang pada Bela lalu melanjutkan kembali menulisnya yang tertunda.
Selesai menulis, Zahra melihat jam dinding lalu keluar kelas dan berjalan menuju masjid yang berada di lantai dasar dekat gedung aula. Selesai sholat Dhuha Zahra harus kembali ke kelasnya. Namun, saat di depan kantor ada seorang siswa yang menatapnya, Zahra hanya melihatnya sekali lalu menundukkan kepalanya. Siswa itu tersenyum melihatnya, namun saat ia kejar ternyata Zahra sudah tidak ada ditangga.
"Zahra, aku tungguin juga, abis darimana sih?" Tanya Bela.
"Masjid. Makasih ya." Jawab Zahra senyum lalu duduk di kursinya bersama Bela.
"Gak perlu makasih ah, aku kan cuma ke koperasi doang." Kata Bela membuka buku pelajaran Matematika.
Zahra tersenyum dalam hatinya melihat tingkah laku Bela yang lucu. Menurutnya, Bela cocok dengannya karena ia sangat berani menyuarakan pendapatnya tanpa dipikir dulu. Sedangkan Zahra, ia harus berpikir jauh ke depan sebelum berbicara.
Bela menggerutu sambil membuka buku paket Matematika miliknya, ia terus mengeluh karena tidak mengerti dan tidak pernah mendapat nilai Bagus di pelajaran tersebut.
"Kalau kamu tidak mengerti, kenapa tidak nanya?" Tanya Zahra memotong keluhan Bela.
"Aku udah dua kali bertanya setiap pak Iman jelasin, dan katanya kalau sampai tiga kali, aku dilempar spidol." Jawab Bela cemberut.
"Nanti aku ajarin ya." Ucap Zahra.
Bela tersenyum sumringah, lalu memeluk Zahra. Sebab, selama ini tidak ada yang mau berteman dengannya karena kurang pintar. Bahkan Bela satu-satunya siswi yang tidak pernah masuk ke dalam sepuluh besar.
"Emmm, kamu kenapa pindah sekolah? Padahal enak di Aceh." Tanya Bela.
Zahra lagi-lagi tersenyum pada sahabat barunya itu, "Aku sekolah di Mesir. Di Aceh itu rumah peninggalan abi sama umi sebelum memutuskan ke Mesir." Jawab Zahra.
"Wah, jadi kamu besar di sana?" Bela kembali bertanya karena kagum pada cerita Zahra.
"Setelah mereka menikah, abi harus lanjut sekolah di Mesir. Jadi, umi ikut dan pada saat itu, aku ada di dalam perut umi." Zahra menceritakan dengan penuh senyuman.
"Aku belajar bahasa Arab cuma karena pengen kuliah di sana Zahra, aku berasal dari keluarga yang kurang mampu. Aku cuma mau mengejar beasiswa, aku cuma unggul di pelajaran bahasa Arab." Ucap Bela terdengar sedih saat menceritakan dirinya.
Zahra tersenyum sumringah sehingga membuat Bela ikut tersenyum.
"Aku suka bahasa Arab, karena Al-qur'an pakai bahasa Arab, zaman nabi berbicara pakai bahasa Arab, dan di akhirat nanti pakai bahasa Arab. Itu alasan aku suka bahasa Arab Bela." Kata Zahra.
"Berarti alasan aku selama ini salah ya Zahra?" Tanya Bela.
Zahra menggeleng pelan, "setiap orang punya alasan masing-masing, hanya saja alasan mana yang lebih baik buat kita nanti. Bela, semua pelajaran harus kamu ungguli, kalau kamu ingin dapat beasiswa. Dan aku siap buat jadi teman belajar kamu selama dua tahun ke depan."
Bela langsung memeluk erat tubuh Zahra. Tak terasa air matanya mengalir begitu saja, melihat senyuman Zahra membuatnya ingin tersenyum, merasakan semangatnya ia pun ikut semangat. Entah mengapa Zahra memberikan sikap yang begitu positif pada dirinya.
"Zahra, kamu bisa bicara bahasa Arab?" Tanya Bela melepas pelukannya.
Zahra tertawa mendengar pertanyaan sahabat barunya itu, "bagaimana aku bisa bersosialisasi di Mesir kalau aku tidak bisa bahasa Arab."
"Berarti kamu bohong, katanya gak bisa." Keluh Bela.
"عَفْوًا" .Ucap Zahra tersenyum
"Iya. Aku maafin." Balas Bela.
Bel sekolah pun telah berbunyi, sebelum pulang seluruh siswa siswi ke kantor untuk mengambil hp mereka masing-masing. Bagi murid yang membawa hp akan dititipkan dikantor oleh guru yang piket hari itu. Tak terkecuali Bela yang ikut berada di depan kantor untuk mengambil ponselnya.
"Kamu tidak ngambil hp?" Tanya Bela pada Zahra.
"Aku tidak bawa." Jawab Zahra.
Saat mereka sedang menunggu giliran kelas mereka dipanggil oleh guru piket, di samping Zahra telah berdiri salah seorang siswa. Zahra menoleh, ia melihat laki-laki yang berpandangan olehnya saat jam istirahat tadi. Zahra segera memalingkan wajahnya, sedangkan laki-laki itu tersenyum.
"Kamu tunggu di sini ya Zahra." Suruh Bela.
"Iya." Ucap Zahra.
Zahra merasakan panas, padahal cuaca gerimis, ia mencoba menghapus keringat di dahinya dan bersikap biasa saja di depan laki-laki itu. Jantung Zahra merasakan berdegup kencang, ia tidak tahu mengapa dirinya menjadi seperti ini. Saat Bela keluar kantor, laki-laki itu langsung pergi meninggalkan mereka. Zahra melihat punggung laki-laki itu. Menurut Zahra dia berdiri di sampingnya karena ingin mengambil hp, tapi ternyata tidak.
"Hey, ngeliatin siapa sih?" Tanya Bela.
"Gak ngeliatin siapa-siapa." Jawab Zahra.
"Kok kamu keringetan gitu?"
Zahra segera menghapus keringetnya lalu menggelengkan kepalanya.
...***...
Hari pertama sekolah menjadi murid baru lumayan menyenangkan bagi Zahra. Selain ia mempunyai Bela sebagai sahabatnya, ia juga tidak tahu siapa laki-laki itu yang membuat Zahra terus mengingatnya.
"Astagfirullah. Aku memikirkan cowok itu lagi!" Umpat Zahra pada dirinya sendiri.
Tok... Tok... Tok.. Tok...
"Kamu melamun nak?" Tanya Umi masuk ke dalam kamar anaknya.
"Tidak kok umi." Jawab Zahra tersenyum.
"Dari tadi umi ketuk pintu kamar tapi tidak ada suara, makanya umi langsung masuk." Kata umi.
Umi duduk diatas kasur, lalu memandangi wajah anaknya itu.
"Kenapa sih umi? Ngeliatin aku kok kayak gitu." Jawab Zahra kikuk dipandang oleh uminya.
Umi tersenyum, "ada yang kamu pikirin ya?" Tanyanya.
Zahra menggeleng.
"Siapa?"
Zahra terkejut saat umi menanyakannya, seperti sudah tahu apa yang ada di kepalanya.
"Umi, apa aku boleh mikirin orang lain? Emmm... Maksudku.. Penasaran?" Tanya Zahra gugup.
"Kenapa penasaran? Apa kamu tidak tahu siapa seseorang yang sedang kamu pikirkan?" Umi bertanya balik.
"Aku tidak tau umi, baru pertama kali ketemu." Jawab Zahra tersipu malu.
"Kamu menyukai seseorang nak?" Tanya umi terkejut melihat ekspresi anaknya yang malu-malu.
"Umiiii... Masa iya aku suka, tau namanya aja tidak." Ucap Zahra mengelak.
"Lalu kenapa kamu mikirin dia?" Tanya umi lagi.
"Cuma penasaran aja." Jawab Zahra tertunduk.
Umi tersenyum sambil membelai kepala anaknya, "nak, memikirkan seseorang itu boleh, asal jangan berlebihan, karena bisa jadi itu berasal dari setan. Kalau kamu suka sama seseorang bawa namanya di dalam do'a mu."
Zahra mengangkat kepalanya lalu tersenyum sumringah dan langsung memeluk erat uminya.
Meskipun Zahra tidak tahu siapa nama laki-laki itu, ia berdo'a semoga besok di sekolah ia tahu namanya. Cukup tahu namanya saja membuat Zahra senang.
..."Ya Allah, aku tidak tahu siapa dia. Aku ingin bercerita tentangnya namun Engkau lebih tahu isi hatiku sebelum aku mengungkapkannya. Ya Allah, tolong beritahuku siapa dia, agar aku bisa menyebut namanya di do'aku."...
Zahra melepas mukenanya lalu beranjak tidur.
...***...
Assalamu'alaikum, selamat membaca cerita "Mencintaimu Lewat Do'a" Kalau suka tolong di vote ya, jangan lupa komen ☺. Mohon koreksi apabila ada salah penulisan. Terimakasih☺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments