Pagi itu Zahra datang ke sekolah lebih awal, ia selalu memberi salam kepada siapapun yang berpapasan dengannya, memang seharusnya seperti itu sikap muslim kepada muslim lainnya. Dan melihat sikap Zahra yang sudah beberapa minggu sekolah di As-sobirin memiliki nilai positif tersendiri bagi kepala sekolah. Bahkan mulai hari itu seluruh murid yang berpapasan harus memberi salam.
Zahra merasa senang karena sikapnya ditiru oleh murid lainnya. Dan ia hanya tersenyum lega melihat Bela bersikap seperti itu kepada orang lain, sebab ia melihat Bela menghindar dari teman-teman lainnya.
Langkah kaki Zahra terdengar di koridor sekolah sampai ia menghentikan langkahnya di samping jendela kelas yang masih tertutup gorden. Ia berdiri sambil mendengarkan suara laki-laki yang sedang membaca surah Maryam. Ia menutup kedua matanya sambil tersenyum karena suara yang ia dengar sangatlah merdu, namun ia tidak tahu suara siapa itu.
Tak lama ia tersadar, lalu melanjutkan jalannya ke kelas meskipun ia ingin tahu siapa laki-laki itu.
Satu persatu murid berdatangan, begitupun Bela yang sudah tersenyum gembira melihat Zahra di tempat duduknya.
"Assalamu'alaikum Zahra."
"Wa'alaikumsalam."
Bela langsung menaruh tasnya diatas meja dan menenggak air mineral yang ia beli di koperasi.
"Kamu tidak puasa lagi?" Tanya Zahra membuka buku bahasa Indonesia.
"Astagfirullah! Aku lupa!" Jawab Bela menghentikan minumnya.
Zahra hanya tersenyum melihat ekspresi sahabatnya.
"Emmm, Bela," panggil Zahra pelan.
"Iya Zahra!" Sahut Bela dengan kencang membuat Zahra terkejut.
Zahra tersenyum kecil, "tidak jadi deh."
Bela menatap wajah Zahra, "ada apa Zahra?" Tanyanya, kali ini suaranya ia pelankan agar tidak ada yang mendengar.
Zahra terkekeh melihat sikap sahabatnya itu.
"Tidak apa-apa, nanti saja ya ngobrolnya mau tadarusan." Jawab Zahra.
Bukan Zahra namanya menanyakan tentang seorang laki-laki. Karena sikapnya yang pendiam, lemah lembut, serta ramah kepada siapapun, sehingga seluruh murid di sekolah mengira bahwa Zahra hanya tertarik pada laki-laki Mesir. Bahkan mungkin saja sudah ada calon yang dipilihkan oleh orangtuanya untuk Zahra nanti.
Para persepsi yang dibuat seluruh murid terdengar oleh Zahra, namun ia hanya tersenyum menyikapinya. Ia tidak membenarkan dan tidak pula menyalahkan, Zahra tetap menjadi Zahra yang membuat iri para siswi di sekolahnya karena attitude serta ketulusan hatinya.
Bel istirahat sudah terdengar, Zahra pergi ke masjid sekolah untuk melaksanakan sholat Dhuha. Seusai salam, Zahra melihat laki-laki itu sedang sholat. Zahra tersenyum di dalam hati lalu keluar masjid untuk mengenakan sepatu.
"Kamu Zahra ya?"
Kedua tangan Zahra terhenti mendengar suara laki-laki bertanya padanya. Ia menoleh ke samping dan laki-laki itu sedang menunduk memakai sepatunya. Jantung Zahra kembali berdetak kencang, keringat pun mulai membasahi dahinya.
"I...iya." Jawab Zahra gugup.
"Ini ada hadiah." Ucapnya memberikan sebuah kotak sedang pada Zahra.
"Ta..tapi..."
"Hari ini bukan ulangtahunmu." Potongnya.
Zahra menganggukan kepalanya pelan sambil menerima hadiah dari laki-laki tersebut.
"Ada surat di dalamnya, anggap saja itu hadiah perkenalan dariku. Udah mau bel aku masuk ke kelas dulu ya."
Laki-laki tersebut berjalan meninggalkan Zahra di depan masjid sambil memegang hadiah darinya.
Saat Zahra berjalan dikoridor, ia melihat laki-laki itu lagi di depan kelasnya bersama teman-temannya. Lalu salah satu temannya menghampiri Zahra dan mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan gadis yang besar di Mesir. Zahra langsung mengatupkan kedua tangannya dan menyebutkan namanya.
"Masyaallah!" Ucapnya lagi sambil menatap kedua mata Zahra.
Tak lama laki-laki itu datang lalu menyuruh temannya kembali ke kelas.
"Maaf buat kamu risih." Ucapnya.
"Iya." Zahra langsung berjalan menuju kelasnya.
Melihat sahabatnya membawa hadiah, Bela langsung kepo. Ia menanyakan dari siapa hadiah itu, apa Zahra sedang ulangtahun. Namun Zahra hanya menjelaskan bahwa hadiah itu bukan dari siapa-siapa.
"Zahra, banyak banget loh yang kagum sama kamu." Ucap Bela.
"Kenapa aku dikagumi?" Tanya Zahra heran.
"Mana aku tau, mungkin karena kamu cantik." Jawab Bela.
Zahra tersenyum, "Kamu juga cantik, mereka juga cantik," Zahra menunjuk teman-teman perempuan dikelasnya.
"Tapi tidak secantik kamu."
"Bela, cantik fisik itu relatif. Kalau cuma menilai seseorang dari cantik atau gantengnya saja pasti banyak orang-orang yang tertipu." Ujar Zahra.
"Iya juga sih, ada yang cantik tapi pembunuh. Naudzubilahi min dzalik!" Bela bergidik membayangkannya.
"Utamakan kecantikan akhlak, di situlah cantik sesungguhnya." Kata Zahra.
Lagi-lagi Bela tersenyum, menjadi sahabat Zahra adalah salah satu hal yang membuatnya bahagia. Banyak sesuatu yang Bela tidak tahu namun Zahra memberitahukannya. Ada sesuatu pemikiran Bela yang Zahra luruskan.
Sepulang sekolah Bela mengajak Zahra untuk nonton pertandingan sepakbola kakak kelasnya. Di sana Zahra duduk di team kelas XI Akuntansi. Saat Bela sedang ke toilet, Zahra mengambil hadiah lalu ia buka hadiah tersebut, dan ternyata isinya adalah sebuah Al-quran. Zahra tersenyum lebar, lalu ia membaca suratnya.
...Assalamualaikum....
"Waalaikumsalam." Zahra menjawab salam dari surat laki-laki itu dengan pelan.
...Aku tahu kamu mendengarkan saat aku membaca surah Maryam....
...Aku tahu kamu berhenti tepat di sampingku dan menutup kedua matamu agar suaraku bisa kamu dengar secara baik....
...Jangan kaget, itu hanya firasatku. Saat aku membaca Al-quran, entah mengapa aku merasa ada seseorang menghentikan langkah kakinya....
...Saat aku menoleh ke jendela, dibalik gorden ada siluet perempuan sedang berdiri. Dan aku tahu itu adalah kamu....
...Al-quran ini sengaja aku hadiahi buat kamu sebagai tanda perkenalanku, sebagai rasa maafku karena membuatmu gugup saat berada di dekatku....
...Zahra, namaku Akbar. Salam kenal, Assalamualaikum....
"Maaf ya Zahra lama."
Mendengar suara Bela, Zahra langsung memasukkan Al-quran serta suratnya ke dalam tas.
Tatapan Zahra teralih pada no punggung 2 yang sedang duduk dibangku bersama temannya yang lain sambil melihat pertandingan. Ya, no 2 itu adalah Akbar. Zahra bersikap seperti biasa dan menonton pertandingan sesantai mungkin tanpa gugup dan lain-lain. Tak lama saat Akbar masuk ke dalam lapangan, ia memutar balik badannya lalu tersenyum pada Zahra. Ingin rasanya Zahra membalas senyum Akbar namun ia tidak mau Bela tahu bahwa hadiah yang ia bawa tadi pagi adalah pemberian Akbar.
"Akbar ganteng banget ya Zahra!"
Seketika Zahra langsung teralih pada ucapan sahabatnya itu, bahkan Zahra melihat pandangan Bela serta tatapannya pada Akbar sangat santai, apalagi dengan leluasa memuji Akbar secara terang-terangan.
"Kamu suka dia?" Tanya Zahra.
Bela mengangguk mantap sambil senyum melihat permainan Akbar bersama teman-temannya.
"Kenapa tidak bilang langsung kalau kamu suka dia?"
Bela memandang Zahra, "aku tidak tau no hp nya, masa iya aku kirimin dia surat."
Zahra kembali melihat pertandingan sepakbola, "ada yang salah dengan surat Bela? Tidak ada kan?"
Bela langsung menggerutu, "udah tidak zaman Zahra pake surat-suratan segala."
"Dari pada rasa suka kamu tidak tersampaikan." Ucap Zahra.
"Huft, secantik dan sepintar kak Annisa saja ditolak, apalagi aku?"
Zahra kembali ingin tahu lebih bagaimana situasi sekolah sebelum ada dirinya, ia ingin tahu Akbar yang begitu dikagumi oleh kaum hawa di sekolahnya.
"Zahra, cewek-cewek di sekolah kita itu semuanya naksir Akbar. Tapi tidak tau kenapa sampai sekarang dia masih jomblo, padahal banyak banget yang nembak dia tapi semuanya ditolak." Ujar Bela.
"Oh ya?!" Zahra terkejut.
Bela mengangguk, "Akbar ganteng, pintar, sholeh. Cewek mana sih yang tidak mau sama dia."
Zahra langsung diam, ia tidak sedetail itu menyukai Akbar, ia hanya senang melihat Akbar di masjid, ia senang melihat Akbar menggunakan baju koko dan menjadi imam di masjid. Hanya itu yang Zahra sukai, ia menyukai Akbar karena ketaatannya dalam beribadah.
"Kalau Akbar suka kamu, aku ikhlas kok." Kata Bela tersenyum sambil bersandar di bahu Zahra.
"Kamu tau peraturan sekolah kan?" Tanya Zahra membalas ucapan Bela.
Bela langsung mengangkat kepalanya dari sandaran bahu Zahra "para siswa siswi tidak boleh berduaan atau pacaran di lingkungan sekolah. Tapi kan bisa setelah pulang sekolah, banyak kok yang kayak gitu." Jawabnya.
"Kamu tau peraturan Islam?"
"Dalam Islam dilarang pacaran. Zahra, kalau kamu sudah bawa2 Islam mana bisa aku balikin omongan kamu." Jawab Bela.
Zahra hanya tersenyum melihat sahabatnya. Belum selesai pertandingan, Zahra sudah meninggalkan Bela sendiri.
...***...
Tak lama pertandingan Akbar mencetak gol, semua penonton berdiri termasuk Bela, para siswi meneriaki nama Akbar. Namun kedua mata Akbar mencari seseorang, saat ia dipeluk oleh teman-teman se team nya, ia masih mencari-cari keberadaan seseorang. Kedua matanya tertuju pada kursi kosong di samping Bela. Akbar menarik nafas lalu berlari kecil ke lapangan.
Selesai pertandingan Bela menghampiri Akbar dan memberikan sebotol air mineral. Akbar menerimanya karena menghargai pemberian orang lain meskipun ditangan kirinya ia sudah memegang sebotol air.
"Kamu sendiri?" Tanya Akbar.
Ditanya seperti itu, Bela langsung kesenangan bukan main. Hatinya berbunga-bunga, namun ia juga merasa aneh karena sikap Akbar yang tiba-tiba menanyakan dirinya.
"Tadi bareng temen kak, cuma dia udah pulang lebih dulu." Jawab Bela.
"Oh, makasih ya minumannya." Kata Akbar.
"Sama-sama kak." Ucap Bela.
Selesai sholat maghrib, Akbar langsung tadarus. Setelah sholat isya para pemuda-pemudi berdatangan untuk memulai kajian yang biasa dilakukan seminggu sekali. Dan malam itu adalah giliran Akbar yang memberikan motivasi kepada mereka.
"Apa yang kalian lakukan jika kalian mencintai seseorang?" Tanya Akbar pada pemuda-pemudi yang fokus mendengarkannya.
Namun mereka hanya tersipu malu mendengarnya, ada yang menjawab langsung mengatakan perasaannya pada seseorang tersebut. Namun tiba-tiba suara perempuan menjawab "mendo'akannya." semua langsung mengalihkan pandangannya pada seorang perempuan yang berada dibelakang para perempuan lainnya.
"Kalau kalian mencintainya dan sudah siap lahir batin, katakanlah bahwa kalian ingin meminangnya. Tetapi jika kalian mencintai namun belum siap lahir batin, maka do'akanlah. Berdo'a agar kelak Allah menjodohkan dengan seseorang yang kalian cintai."
Suara yang sudah tidak asing lagi bagi telinga Akbar, meskipun perempuan itu menggunakan cadar, sepertinya Akbar sudah tahu siapa dia. Ada rasa gugup di dalam diri Akbar setelah mendengarnya, ia menjadi salah tingkah sampai-sampai dijadikn candaan oleh para ustadz lainnya karena tidak pernah melihat Akbar segrogi itu.
Selesai kajian Akbar datang pada perempuan itu dan memastikan bahwa dia adalah Zahra, teman sekolahnya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, ada apa ya ustadz?" Tanya perempuan tersebut.
Melihat Akbar berbicara dengan perempuan bercadar, para pemuda-pemudi yang belum pulang hanya bisa tersenyum sambil berbisik membicarakan sikap Akbar.
"Kamu Zahra?" Tanya Akbar.
"Bagaimana kamu tau kalau aku Zahra?" Zahra bertanya balik.
"Suaramu." Jawab Akbar.
Zahra tersenyum dari balik cadarnya, "kita tidak pernah ngobrol panjang sebelumnya, cuma waktu kamu kasih aku hadiah. Oh ya, terimakasih atas Al-quran nya. Maaf baru bisa bilang terimakasih."
"Sama-sama, kamu tinggal di sini?"
Zahra menggeleng, "rumah bibi aku di daerah sini, aku ke sini karena kata bibi ada ustadz muda yang selalu memberikan motivasi islami pada pemuda-pemudi di sini."
Akbar tersenyum malu mendengarnya, "aku hanya sebulan sekali memberikan motivasi seperti tadi. Kalau ada waktu, ikut lah kajian di sini setiap malam minggu."
"Insyaallah ustadz."
"Jangan panggil aku ustadz, panggil Akbar saja."
"Lain kali aku akan panggil dengan namamu, aku pulang dulu ya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatu."
Akbar mengantar Zahra sampai masuk ke dalam mobilnya, bahkan ia masih memandang mobil tersebut meskipun sudah jauh.
"Wah wah! Sepertinya nak Akbar ini sedang jatuh cinta ya?"
Akbar terkejut mendengar pertanyaan kiyai Somad, diam-diam kiyai tersebut melihat sikap Akbar pada Zahra.
"Ah, tidak pak kiyai. Dia itu teman sekolah saya." Jawab Akbar malu-malu.
"Nak, libatkanlah Allah dalam cintamu, agar kelak ada keikhlasan di dalamnya. Tapi ingat! Jangan berandai-andai, atau memikirkan yang berlebihan ya." Kiyai Somad memberikan saran pada Akbar.
"Insyaallah pak kiyai."
"Ya sudah kalau begitu saya pulang dulu ya, kamu mau bareng tidak?"
"Tidak pak kiyai terimakasih, saya masih mau tadarus."
Kiyai Somad menepuk bahu Akbar lalu berjalan pulang ke rumahnya yang tidak jauh dari masjid.
Lalu Akbar masuk ke dalam masjid untuk melanjutkan tadarusnya, bahkan ia tidur di dalam masjid bersama sahabatnya Furqon.
Akbar maupun Zahra tidak menyangka akan bisa berkenalan satu sama lain. Tentunya setiap pertemuan mereka bukan hanya karena kebetulan tetapi memang sudah garis Allah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments