Besok adalah liburan sekolah, dan tentunya adalah hari baik bagi Akbar untuk mencari uang tambahan. Saat jam istirahat ia pergi keluar gerbang sekolah hanya untuk membeli koran di samping sekolahnya. Ia membuka koran tersebut di masjid, dan melingkari lowongan pekerjaan. Zaman memang semakin canggih, namun untuk mengetahui itu semua ia harus memiliki hp yang canggih pula. Sedangkan Akbar hanya mempunyai hp untuk menelpon serta sms adiknya. Itu sudah cukup baginya.
Akbar memang siswa yang paling pintar disekolah sehingga ia menjadi salah satu siswa yang mendapatkan beasiswa. Selain itu juga ia begitu tampan, namun ketampanannya tidak membuat dirinya ingin memiliki pacar. Ia begitu yakin bahwa tanpa pacaran, ia bisa menikah.
Tanpa ia sadari sudah ada Zahra berada dibelakangnya dan melihat banyak sekali koran yang dibeli oleh Akbar. Zahra memakai sepatu dan hanya diam membisu, ia tidak tahu harus bertanya bagaimana pada Akbar, ia selalu gugup setiap kali bertemu dengannya.
Akbar menoleh ke sebelah kanan, lalu merapihkan koran-korannya berharap Zahra tidak tahu apa yang sedang ia lakukan dengan koran-koran itu. Semenjak malam itu, Akbar memang sedikit menjauh dari Zahra, ia merasa tidak pantas berada di sisi perempuan itu. Daripada ia jatuh cinta lebih dalam lebih baik ia serahkan cintanya kepada Allah. Biarkan Allah yang mengatur isi hatinya.
Zahra masih terdiam lalu melirik Akbar yang meninggalkannya untuk melaksanakan sholat dhuha, sebenarnya ia ragu untuk membuka koran itu tetapi ia juga ingin tahu apa yang sedang Akbar lakukan. Karena ia merasa Akbar menjauh darinya, tetapi ia tidak bisa bertanya alasannya.
Satu koran Zahra buka, ia melihat lingkaran berwarna merah dengan bacaan "lowongan kerja". Kini Zahra mengerti, namun kenapa Akbar menjauh? Pikiran tentang sikap Akbar terus menggelayuti di kepalanya. Selesai membuka koran tersebut, Zahra merapihkannya kembali dan ia langsung beranjak pergi menuju kelas dengan berbagai pertanyaan di kepalanya.
Setelah pulang sekolah Akbar langsung pergi menuju toko baju yang tak jauh dari tempat sekolahnya, ia mendatanginya dan menanyakan lowongan kerja di sana, namun sampai sore hari Akbar belum juga mendapatkan pekerjaan. Ia memutuskan ke masjid untuk sholat maghrib berjamaah setelah itu ia pulang agar bisa beristirahat.
Saat para jamaah sudah siap untuk sholat tetapi kiyai yang biasa menjadi imam tidak dapat hadir. Alhasil mereka saling menunjuk untuk menjadi imam, Akbar menanyakan pada para jamaah tersebut bahwa ia bersedia menjadi imam. Awalnya ada beberapa orang yang ragu karena Akbar berseragam SMA, tetapi akhirnya mereka mempersilahkan.
Suara Akbar sangat melembutkan hati, sampai-sampai para warga di sekitar ingin tahu siapa yang menjadi imam di masjidnya, sebab belum pernah mereka mendengar suaranya. Selesai sholat, Akbar langsung memakai sepatu sekolahnya.
"Sepertinya kamu bukan warga sini nak?" Tanya seorang bapak-bapak duduk di samping Akbar.
Akbar yang tadinya berpikir langsung pulang, ia tunda karena bapak tersebut mengajaknya bicara. Ia tidak enak hati jika menyudahi obrolannya lebih dulu.
"Saya memang bukan warga sini pak." Jawab Akbar.
"Oh, kamu baru pulang sekolah?" Tanya bapak itu lagi.
"Sudah dari jam 2 saya pulang pak."
"Loh, kalau begitu kenapa tidak langsung pulang ke rumah?"
"Saya sedang cari kerja karena besok liburan sekolah." Jawab Akbar ragu. Sebab ia tidak pernah memberitahu siapapun bahwa dirinya kerja setiap kali liburan sekolah.
"Lalu sudah dapat?"
Akbar menggeleng pelan sambil tersenyum, "jarang sekali yang mau nerima kerja anak sekolah pak."
Si bapak itu berpikir lalu memberikan kartu namanya, "kamu bisa telepon saya dua hari lagi, semoga ada kerjaan di kantor saya."
Akbar langsung tersenyum sumringah, "terimakasih banyak pak, terimakasih."
"Iya sama-sama nak, sekarang kamu pulang sana." Suruh si bapak.
"Iya pak, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatu."
Di sepanjang jalan Akbar melihat kartu nama tersebut, nama bapak itu adalah Heru Hermansyah seorang manager. Akbar menarik nafasnya dan berharap kepada Allah semoga ia segera mendapat pekerjaan.
...***...
Zahra membuka laptopnya, lalu mencoba untuk menuliskan perasaannya dan menjadikannya novel. Ia mulai menulis sedikit demi sedikit, bagaimana hari pertama ia tahu nama Akbar, bagaimana sikap Akbar yang sangat menghormati perempun. Semua tentang Akbar ia tulis di dalam bukunya.
Ia terlihat senyum sendiri saat menulis novelnya, ia merasa tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Dalam satu tahun ini ia hanya curhat pada Allah tentang laki-laki yang ia cintai. Bahkan kedua orangtua Zahra tidak mengetahuinya bahwa anak satu-satunya itu sedang jatuh cinta.
Rasa cinta yang berada di hatinya ia simpan rapat-rapat. Sebab, kedua orangtua Zahra sepertinya sudah menyiapkan calon untuk anaknya, hanya saja mereka berdua sedang menimba ilmu. Zahra sudah tahu itu dan ia tidak mungkin menolaknya. Ia anak yang patuh terhadap orangtuanya.
Perasaan yang mengganjal di hatinya, ia curahkan pada sang pemilik hati, ia meminta yang terbaik dariNya. Zahra tidak berkuasa atas hatinya tetapi Allah yang maha kuasa atas segalanya. Setiap malam di sujudnya, Zahra hanya meminta ketenangan di hatinya.
Tanpa terasa sudah satu tahun ia pendam rasa cintanya pada laki-laki pertama yang membuat dirinya gugup berada di dekatnya. Laki-laki pertama yang memberikan hadiah padanya. Dan kini, laki-laki itulah yang ia rindukan.
Zahra menghela nafasnya lalu menutup laptopnya dan berbaring di tempat tidurnya berharap semuanya baik-baik saja.
Bahkan malam minggu Zahra menyempatkan hadir di majelis yang biasa Akbar isi dengan motivasi. Namun tiga kali Zahra ke sana, ia tidak menemuinya, Akbar berhalangan hadir. Zahra merasakan Akbar benar-benar sibuk selama liburan sekolah. Itulah yang ada pikirannya saat ini.
...***...
"Liburan sekolah tidak ada acara ke mana-mana gitu kak?" Tanya Khodijah.
"Kamu tau kan kalau aku tuh paling males keluar rumah tanpa ada tujuan yang jelas." Jawab Akbar sambil mencuci motornya.
Khodijah duduk di bangku teras rumah sambil memandang ke Akbar. Ia merasa bangga punya kakak yang begitu sayang pada keluarga, bahkan ia tahu kalau Akbar berniat kerja untuk biaya kebutuhan sehari-hari.
"Ibu sudah berangkat?" Tanya Akbar.
"Sudah dari tadi kak, kamu kelamaan mandinya. Ibu jalan kaki bareng bu Rt." Jawab Khodijah.
Tiba-tiba ponsel Akbar berdering. Ia langsung membersihkan tangannya dari sabun lalu menjawab telepon dari pak Heru.
"Assalamu'alaikum." Jawab Akbar.
"Wa'alaikumsalam. Maaf nak Akbar menunggu kabar dari saya terlalu lama." Ucap pak Heru.
"Oh, tidak apa-apa kok pak. Jadi bagaimana ya pak?" Tanya Akbar lagi antusias.
"Alhamdulillah bar ada kerjaan buat kamu. Tapi..."
"Tapi kenapa pak?"
"Tapi sebagai office boy di kantor saya. Kalau kamu tidak mau yah tidak apa-apa." Ucap pak Heru tidak enak hati menyampaikan tawaran pekerjaan untuk Akbar.
"Alhamdulillah, tidak apa-apa kok pak. Jadi kapan saya mulai bekerja?"
"Lusa kamu sudah bisa kerja ya. Nanti alamat kantornya saya sms." Kata pak Heru.
"Terimakasih banyak pak." Ucap Akbar.
"Iya sama-sama, ya sudah kalau begitu kita ketemu lusa ya, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatu."
Akbar menutup teleponnya lalu memeluk Khodijah dengan gembira.
"Ada apa ini kak? Telepon dari siapa?" Tanya Khodijah keheranan.
"Alhamdulillah, aku dapet kerjaan." Jawab Akbar bahagia.
Khodijah ikut bahagia mendengarnya namun ia tidak tahu apakah ibunya memperbolehkan kakaknya bekerja atau tidak. Karena Akbar gampang sakit jika kurang istirahat, apalagi ia selalu memporsir tenaganya hanya untuk bekerja.
"Emmm... Memangnya ibu mengizinkan kamu kerja kak?" Tanya Khodijah.
"Insyaallah ibu akan mengizinkan Khodijah." Jawab Akbar.
"Aku cuma khawatir kakak sakit, kamu udah terlalu banyak kerja buat keluarga kak. Ingin rasanya bantu beban kamu." Ucap Khodijah sedih.
Akbar menatap kedua mata adiknya, "kalian itu wanita yang paliiiiing aku cintai, masa iya mau bikin kalian bahagia itu beban buat aku, yah tidak lah. Pokoknya aku cuma minta kamu, buat doain aku ya."
Khodijah mengangguk pelan dan memeluk kakaknya. Namun tanpa sepengetahuan kakaknya, Khodijah menulis cerpen tentang Akbar dan ia kirim ke penerbit.
Malam minggu Akbar pergi ke masjid untuk mengisi motivasi anak-anak remaja di kampungnya. Namun saat ia hendak masuk masjid, ia melihat mobil yang sama dengan mobil yang dinaiki Zahra waktu itu. Jantung Akbar berdebar kencang dan berjalan masuk tanpa melihat para pemudi yang sedang ngobrol.
Akbar merasakan ada seseorang yang sedang menatapnya, ia menarik nafas yang dalam lalu bersalaman sama kiyai. Kedua mata Akbar melihat perempuan yang sedang memandanginya, dibalik cadarnya Akbar tahu siapa sosok perempuan itu. Sampai akhirnya ia berbicara didepan para pemuda pemudi untuk memberikan motivasi.
Saat Akbar menanyakan pada mereka, apakah ada yang bertanya atau tidak. Zahra mengacungkan tangannya.
"Assalamua'laikum ustadz." Zahra memberikan salamnya dengan lembut.
"Wa'alaikumsalam. Mau bertanya apa?"
"Saya mau bertanya... Apa yang ustadz lakukan jika ustadz merindukan seseorang?"
Tentu saja para pemuda pemudi itu tersenyum, karena itulah pertanyaan Akbar waktu lalu dan dijawab oleh Zahra. Sekarang mereka ingin mendengar apa yang akan dijawab oleh Akbar.
Jantung Akbar kembali berdetak kencang mendengar pertanyaan Zahra, ia tidak tahu mengapa Zahra menanyakan hal itu kepadanya.
"Apa alasan kamu menanyakan hal itu?" Akbar bertanya balik.
"Maksud saya... Pertanyaan itu sudah pernah dibahas." Sambung Akbar.
Zahra tersenyum dari balik cadarnya, "sebelumnya saya minta maaf ustadz, mungkin waktu itu saya belum ikut pengajian ini." Jawab Zahra.
"Jawab aja sih kak!" Suruh Khodijah dengan berbisik yang terlihat aneh pada kakaknya.
"Saya bawa namanya disepertiga malam, berharap Allah memberikan ridho pada saya dan dia. Jika memang dia jodoh saya buat apa saya gelisah, semuanya sudah ada garis kehidupannya masing-masing. Tinggal bagaimana saya dan dia saling memperbaiki diri agar mendapatkan ridhoNya. Itu jawaban saya. Ada lagi yang mau ditanyakan?" Kata Akbar dengan penuh keyakinan.
Zahra menggeleng, "tidak ustadz, terimakasih."
Jawaban Akbar mampu membuat hati Zahra tergetar. Ia menunduk saat kedua mata Akbar memandangnya. Selesai pengajian Akbar menyuruh Khodijah untuk pulang terlebih dahulu. Ia ingin menyapa Zahra yang hendak masuk ke dalam mobilnya.
"Sejak kapan kamu ikut pengajian ini?" Tanya Akbar.
"Ada seorang laki-laki yang menyuruhku untuk ikut pengajian ini, namun selama dua minggu ini aku tidak melihat dia datang, sepertinya dia terlalu sibuk dengan urusannya." Jawab Zahra, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Ada sesuatu yang ingin ia bicarakan dengan Akbar namun mulutnya terkunci rapat.
"Aku tidak tau kalau pengajiannya menjadi seminggu dua kali." Ucap Akbar.
Lalu Akbar menampilkan senyumnya, "Kamu mencariku? Bercanda. Aku... Aku akan selalu datang ke pengajian." Lanjutnya.
Zahra membalas senyum Akbar. Namun Akbar tidak melihat itu karena tertutup oleh cadar hitam yang ia pakai.
"Ya sudah, aku pulang dulu ya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikusalam."
Zahra melihat Akbar dari kaca spion mobilnya. Akbar merasa lega bahwa Zahra baik-baik saja.
Keesokan paginya, Akbar bersiap-siap ke kantor pak Heru. Dengan motor peninggalan bapaknya, Akbar berangkat pagi sekali agar tidak terjebak macet. Sesampainya di kantor ia langsung masuk ke kantor pak Heru dan mendengar penjelasannya mengenai sistem kerja di kantor tersebut. Akbar bersedia bekerja, apalagi gaji yang ditawarkan oleh pak Heru juga lumayan besar untuk seorang anak sekolah.
Kepribadian Akbar yang gampang bersosialisasi akhirnya banyak karyawan kantor yang menyukainya. Apalagi Akbar orang yang jujur serta bertanggungjawab dengan apa yang dia lakukannya. Bahkan pak Heru sangat menyukainya dan berharap selesai sekolah nanti Akbar bersedia kerja dengannya.
Jam istirahat Akbar pergi ke musholah untuk sholat dzuhur bersama karyawan yang lainnya. Selesai sholat Akbar menyandarkan tubuhnya ke dinding musholah, ia terlihat melamun hanya saja pikirannya teringat pada Zahra.
Ia tidak bisa menampik sebagai manusia kalau ia mempunyai rasa cinta pada Zahra, namun Akbar tidak memiliki apapun yang bisa dibanggakan pada orangtua Zahra nantinya. Yang ia punya hanya Allah dan Rosul di hatinya.
"Apa yang sedang kau pikirkan bar?" Tanya Doni, teman sesama office boy.
"Tidak ada." Jawab Akbar.
"Hayu lah ke kantin! Kita ngobrol di sana, siapa tau aku bisa bantu kau." Ucap Doni.
Akbar pun menurutinya dan berjalan menuju kantin. Sesampainya di sana Akbar melihat hampir semua karyawan memadati kantin tersebut tak terkecuali atasan mereka ada di sana berbincang bersama karyawan yang lain.
"Kau mau makan apa?" Tanya Doni duduk di depan Akbar.
"Aku sedang puasa don." Jawab Akbar.
Doni terkejut mendengarnya, pantas saja Akbar beristirahat di musholah.
"Allahu akbar, maaf ya aku tidak tau kalau kau sedang puasa." Ucap Doni merasa bersalah.
"Tidak apa-apa kok."
"Jadi, siapa cewek yang buat kau melamun seperti itu?" Tanya Doni penasaran.
Akbar menyunggingkan senyumnya, namun ia tidak menjawab pertanyaan temannya itu.
"Kau tidak percaya denganku ya?"
"Bukan begitu don, aku sendiri tidak yakin dengan perasaanku." Jawab Akbar.
"Kenapa kau tidak yakin? Apa dia begitu spesial di matamu?"
Akbar mengangguk, "dia berbeda dengan cewek umumnya, dia begitu baik, saat kau dengar suaranya membaca ayat-ayat Al-quran, tergetar hati kau. Dia cewek yang menjalankan kehidupannya dengan ikhlas, meskipun aku tidak tau pasti tapi aku merasakan hal seperti itu."
Doni tertegun mendengarnya, ia menjadi penasaran seperti apa cewek yang diceritakan oleh Akbar.
"Lalu apa yang buat kau tidak yakin dengan perasaan kau?" Tanya Doni.
"Dia berasal dari keluarga terpandang, orangtuanya begitu mengerti akan islam. Bahkan dia termasuk keluarga yang kaya don, dia punya pesantren di Aceh, bahkan dia besar di Mesir. Sedangkan aku? Kau tau lah maksudku." Jawab Akbar.
"Dan kau cuma anak magang? Gitu maksud kau?" Tanya Doni.
Akbar mengangguk.
"Bar, setau aku, semakin orang yang mengerti agama maka semakin tau apa yang jadi prioritasnya. Kau punya Allah dan Rosul di hati kau, lalu kenapa kau tidak yakin? Apa cewek itu tau tentang keluarga kau dan dirimu sendiri?"
Akbar menggeleng pelan, "tidak ada yang tau tentang kehidupanku."
"Menurutku cewek itu sangat peduli dengan akhlakmu, bukan darimana kau berasal." Ucap Doni.
"Mungkin nanti aku akan mengatakan perasaanku padanya, setelah aku sukses aku ingin langsung melamarnya. Sekarang aku fokus ke keluargaku don." Kata Akbar.
Doni mengerti dengan keadaan teman barunya itu, sebab jarang sekali ada anak magang di kantornya.
"Aku hanya mendukungmu saja bar, karena yang tau hidupmu yah hanya kaulah sendiri." Kata Doni.
"Makasih don."
Setelah seharian kerja, Akbar langsung pulang ke rumah karena merindukan sang ibu. Di teras rumah dari kejauhan Akbar melihat ibunya sedang mengangkat jemuran. Akbar memberikan salam lalu membantu ibunya.
Malamnya selesai sholat isya, Akbar duduk di meja belajar sambil mengingat dirinya menuliskan surat pada Zahra, ia tersenyum pada dirinya dulu yang begitu berani pada Zahra. Keberanian Akbar berubah saat tahu siapa Zahra sebenarnya, berasal darimana dirinya.
..."Ya Allah jika aku mencintainya karenaMu, dekatkanlah....
...Tetapi jika aku mencintainya karena nafsuku saja, maka jauhkanlah....
...Berikanlah cintaMu padaku agar aku tidak mengemis cinta pada makhlukMu....
...Dan peluklah aku di saat aku merasa sendiri, sebab aku tahu hanya Engkau yang tidak pernah meninggalkanku."...
...~Akbar~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments