I'M Nathasya Gustari
Semakin hari. Semakin bertambahnya bulan. Caca mulai kesulitan menyembunyikan kehamilannya.
Perutnya yang semakin membesar membuat gadis itu tak bisa menyangkal lagi dari cecar sang nenek.
Padahal ia sudah mencoba menyembunyinkan perutnya yang semakin membesar dengan baju-baju yang lebih longgar. Menyamarkan anak yang sudah semakin besar dalam perutnya. Untung saja perawakan kecil dan kehamilan pertama, membuat ia tak terlalu ketara jika sedang hamil.
"Sekarang kamu jujur sama nenek. Anak siapa itu, Ca?" mama Shinta sedang menangis tersedu-sedu dalam dekapan sang suami.
Ada sorot kecewa dari mata tua keduanya, meski pun mereka tak menghakimi dan menyalahkannya yang mungkin saja terlibat pergaulan bebas hingga membuahkan anak.
Caca menunduk. Ikut menangis. Menangis karena merasa bersalah telah mengecewakan nenek dan kakek yang sudah sangat menyayanginya.
"Harus bagaimana kami mempertanggung jawabkan ini kepada bundamu nanti, jika kami bertemu di atas sana, Ca?"
Caca tak berani menjawab. Juga tak berani melihat mata yang menatap kecewa ke arahnya.
"Siapa laki-laki itu Caca? nenek tidak akan marah. Anakmu perlu ayah. Dan laki-laki itu harus mempertanggung jawabkannya."
Setelah berbagai usaha tak membuahkan hasil. Kedua pasangan paruh baya itu menghubungi Tara-anak mereka sekaligus ayah angkat Caca-untuk membujuk gadis yang masih setia menunduk untuk memberitahukan siapa ayah dari bayi di kandungnya.
"Mama kenapa menangis?" Tara di buat heran begitu memasuki rumah orang tuanya.
Pria itu bukan tidak pernah datang ke sana. Hampir setiap hari ia datang untuk memastikan keadaan istri siri dan anak dalam kandungannya dalam keadaan sehat. Meski Caca tidak pernah mau menyapa atau berbicara padanya.
Bagi Tara, asal bisa melihat Caca sehat, itu sudah lebih dari cukup.
"Coba kamu bujuk anakmu supaya mau memberitahu kita siapa ayah bayi yang di kandungnya itu! anak itu perlu ayah. Dan laki-laki brengssek itu harus bertanggung jawab!" mama Shinta yang sudah sangat frustasi karena cucunya tetap bungkam, meluapkan amarahnya pada Tara. Bahkan jantungnya sudah terasa nyeri saat Caca mengaku hamil begitu wanita paruh baya itu memergoki Caca yang baru selesai mandi dan hanya mengenakan handuk. Terlihat jelas perutnya membulat dan menonjol.
"A-apa?" Tara bukan kaget mendengar kabar Caca hamil. Ia hanya kaget orang tuanya tahu gadis itu tengah hamil.
"Anakmu hamil! katanya beberapa minggu lagi sudah memasuki bulan ke tujuh! dan ini pasti terjadi saat Caca tinggal di rumahmu!" mama Shinta semakin tidak bisa mengontrol emosinya.
"Bagaimana caramu menjaga anak gadismu Tara?! bagaimana bisa Caca sampai hamil?! Mama harus bilang apa sama Nindi di alam sana?!" pertanyaan yang tidak bisa mama Shinta ucapkan pada Caca, wanita itu luapkan pada putranya.
"Mah. Mama tenang dulu ya." Tara mendekati mamanya yang mulai memegangi dadanya. Takut terjadi apa-apa. "Bibi tolong ambilkan minum!!" pinta Tara pada asisten rumah tangga orang tuanya.
"Bagaimana mama bisa tenang... Caca hamil.. Tara.. Caca hamil.." mama Shinta masih tergugu dalam tangisnya.
"Kamu tanya siapa laki-laki itu! siapa tahu Caca mau memberitahu jika kamu yang bertanya."
Tara menelan ludahnya kelat. Menatap Caca yang juga menatapnya-tatapan pertama setelah Caca memberitahukan kabar kehamilannya berbulan yang lalu-menggelengkan kepala halus. Seakan tahu jika Tara akan mengungkap kebenarannya.
"Mah.. Sebenarnya.. itu.." Caca menggeleng kuat dengan mimik khawatir. Mencegah Tara mengakui anaknya.
"Kita nggak bisa terus-terusan seperti ini, Ca! mama sama papa juga berhak tahu! karena itu cucu mereka sendiri." Tara sudah tidak tahan lagi dengan Caca yang selalu melarangnya untuk memberitahu kedua orang tuanya.
Caca membulatkan matanya dan menatap khawatir ke arah mama Shinta yang mengernyitkan dahi bingung. Begitu juga dengan papa Tara.
"Maksud kamu apa? kalau bayi Caca lahir, itu bukan cucu mama. Tapi cicit mama." ralat mama Shinta.
"Bukan mah. Itu cucu mama dan papa." Tara sudah tidak peduli lagi dengan tatapan tajam istri sirinya.
"Cucu bagaimana?"
"I-itu.. Itu.. Anak Tara." meski awalnya sempat ragu dan takut. Akhirnya Tara mampu mengungkapkannya juga.
Hening sesaat. Baik Caca maupun Tara menunggu dengan was-was reaksi kedua orang tua Tara.
Bukan hanya takut pasangan paruh baya itu akan menentang hubungan mereka. Tapi juga takut akan kesehatan mama Shinta.
"Mama tahu Caca anak kamu. Makanya mama bilang, anak dalam kandungan Caca itu cicit mama."
Mama Shinta masih belum mengerti maksud perkataan putranya. Atau sedang mencoba menyangkalnya.
"Maksud Tara. Anak dalam kandungan Caca itu anak Tara mah, pah." cicit Tara yang bisa di dengar semua yang ada di ruang keluarga.
Caca sudah menunduk pasrah. Jika nanti ia akan di usir karena di tuduh menggoda ayah angkatnya sendiri. Tak apa. Asal bukan sang nenek yang jatuh sakit.
"Maksud kamu, apa?!" papa Tara terlihat menahan emosi dengan menggeratkan rahangnya. "Jangan main-main kamu, Tara!"
"Tara tidak sedang bercanda pah. Sudah satu tahun lebih kami memiliki hubungan spesial. Dan beberapa hari sebelum aku menikahi Devi, aku sudah menikah secara siri dengan Caca." aku Tara dengan wajah menunduk. Takut dengan amarah sang ayah.
Karena meski pria itu penyayang. Tapi juga sangat tegas. Tak menolerir kesalahan.
Tara dan Nindi adalah orang tua angkat Caca. Mereka sudah lama menikah dan belum juga mendapatkan keturunan. Saat itu Nindi mengunjungi sahabatnya yang sakit keras. Hidup banting tulang demi membiayai putrinya yang baru menginjak bangku menengah pertama, karena suaminya telah meninggal dunia.
Sayang, nyawa ibu kandung Caca tidak bisa di selamatkan. Membuat Nindi memutuskan untuk mengangkat Caca sebagai anak angkatnya yang juga di setujui oleh suami dan keluarga besar mereka.
Nindi dan Tara menyayangi Caca layaknya anak kandung mereka sendiri. Hingga saat Caca menginjak bangku SMA, Nindi ikut berpulang untuk selamanya.
Dari kesedihan dan kesendirian Tara yang di tinggal istri tercinta untuk selama-lamanya itu, Tara mulai menatap Caca sebagai seorang wanita. Timbul benih-benih cinta yang tidak bisa ia kendalikan hingga membawanya pada hubungan yang rumit dengan Caca.
Kini bahkan gadis yang dulu ia anggap anak tengah mengandung buah hatinya. Di saat status Tara sudah menjadi suami dari wanita lain.
Tara memang lebih dulu menikahi Caca sebelum menikah secara resmi dengan Devi, istri sahnya secara hukum dan agama.
Dan karena Tara yang tidak bisa mencintai dan menyentuh Devi, wanita itu kembali berhubungan dengan mantan kekasihnya, dan mengandung anak dari pria yang bukan suaminya itu.
BUGH
"Dasar bajjingan!! kau dititipi Caca oleh Nindi untuk kau jaga!! bukan untuk kau rusak seperti ini!!" papa Tara yang murka langsung menarik kerah kemeja Tara dan menghajarnya.
Membuat Caca dan Mama Shinta memekik. Takut Tara tak selamat melihat bagaimana cara ayah itu memukuli anaknya.
"Papa menyayanginya seperti cucu papa sendiri!! dan kau malah menghamilinya!!"
BUGH
"Jika kau menyukainya, kau bisa katakan itu baik-baik dan menikahinya secara baik-baik!! bukan merusaknya dan menyakitinya seperti ini!! bagaimana pun kau sudah menikah dengan Devi!! dan dia juga tengah mengandung anakmu!!'
Tara pasrah mendapat setiap amukan dari papanya. Darah segar keluar dari beberapa titik yang robek seperti bibir, hidung dan pelipis matanya.
Orang tua Tara memang belum mengetahui jika anak yang Devi kandung bukanlah anak dari Tara.
"Devi bukan hamil anakku, pah! itu anak dengan kekasihnya! selama ini aku tak pernah menyentuhnya, karena aku sudah menjalin hubungan dengan Caca!!" biarlah. Biar sekalian orang tuanya tahu semua kebenarannya.
Mama Shinta yang sudah syok dengan kabar kehamilan Caca. Di tambah pengakuan Tara. Juga melihat bagaimana putranya di pukuli oleh suaminya. Di tambah lagi pengakuan Tara jika ia tak pernah menyentuh Devi dan wanita itu hamil anak kekasih gelapnya. Membuat wanita paruh baya itu mengerang kesakitan.
"Nenek!!" seru Caca yang langsung berlari ke arah neneknya. "Nenek kenapa? nenek kuat, nek!!" tangis Caca pecah melihat neneknya kesakitan seperti itu karena dirinya.
Jeritan Caca membuat Tara dan sang papa langsung menengok dan panik. Mereka langsung melarikan mama Shinta ke rumah sakit karena wanita itu sudah tidak sadarkan diri.
*
*
*
Dicerita ini alurnya sedikit berbeda dengan "Cunta Terlarang" ya. Karena ketidak tahuanku tentang hukum menikah dengan anak tiri, jadi di cerita ini aku rubah menjadi anak angkat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
fa _azzahra
pantes td agak sedikit bingung krna dcerita sblm nya caca anak kandung nini.good jd mudeng aku
2022-05-04
1
Khalisah Rochman
good thor.... aq suka ceritax beda
2021-12-31
1
AsYanti
Terima kasih Thor.... sdh memberikan klarifikasi atas ketidaktahuan terhadap hukum agama atas pernikahan antara bapak dengan anak tiri.... sehingga Author memutuskan utk mengubah hubungan antara Nindi Cacha dan Tara..... good job
2021-10-15
1