Memulai Dari Awal

Caca bangun dengan kepala yang terasa sakit. Begitu tak mengenali kamar yang ia tempati, gadis itu kaget dan terduduk merasa was-was.

Takut jika ia tengah di sekap atau di culik orang jahat. Terakhir dia ingat, ketika di jalan sepi dengan ban mobilnya yang kempes. Entah siapa orang yang mengetuk kaca mobilnya hingga ia ketakutan dan tak sadarkan diri.

"Lalu bagaimana gue bisa disini?" padahal ia ingat telah mengunci mobil. Dan entah siapa itu jika tidak menolongnya, pasti ia sudah mati kehabisan napas.

Kamar itu cukup nyaman. Selain rapi juga besar. Meski tak sebesar kamarnya yang ada di rumah nenek atau Tara.

Suara pintu terbuka menarik perhatian Caca yang sedang menatap seisi kamar.

"Sudah bangun?" suara lembut yang familier menyapanya.

"Lho. Bu dokter?" Caca mengernyit. Tak menyangka orang yang menolongnya adalah dokter kandungan yang setiap bulan ia kunjungi untuk mengontrol kehamilannya.

Senyum teduh dari dokter wanita itu membuat Caca ikut mengulas senyuman.

"Bagaimana keadaan kamu? ada keluhan?" dokter itu masuk membawa bubur serta susu juga beberapa obat yang Caca tidak tahu apa.

Tak lupa perlengkapan medis untuk memeriksa kondisi Caca.

"Tadi pas bangun hanya sedikit pusing saja dok."

"Tekanan darah kamu rendah sayang. Jangan terlalu banyak pikiran. Bahaya untuk anak kamu." dokter mengusap perut Caca lembut. Membuat gadis itu tersenyum malu.

"Saya kok bisa ada disini dok?" tanya Caca saat ingat keberadaannya saat ini.

"Dimakan dulu. Habis itu diminum obatnya."

Caca menurut saja ketika dokter yang ia ketahui bernama Risma itu menyuapkan bubur kepadanya.

"Anak saya menemukan kamu di dalam mobil ketakutan katanya. Dia berniat menolong tapi kamu malah pingsan. Karena khawatir, akhirnya anak saya memecahkan kaca mobil kamu. Sekarang mobilnya ada di bengkel."

"Tolong sampaikan rasa terimakasih saya untuk anak ibu. Dan terimakasih ibu sudah mau merawat saya." mata Caca berkaca-kaca. Di tengah kesendiriannya. Ternyata masih ada orang-orang yang peduli padanya.

"Tidak usah di pikirkan. Yang penting kamu sehat."

Caca tersenyum begitu mendapat usapan lembut di kepala dari dokter Risma. Usapan sayang seorang ibu yang tak lagi ia miliki.

"Kamu mau kemana bawa baju sebanyak itu?" dokter Risma menunjuk koper besar milik Caca yang juga berada di kamar yang di tempatinya.

Caca menunduk. Sedih kembali mengingat nasibnya saat ini. Juga bingung akan kemana.

"Ibu.." sebenarnya Caca ragu untuk meminta tolong. Tapi ia tak tahu akan meminta tolong pada siapa lagi.

"Kenapa Nak? ada yang kamu butuhkan?" tanya dokter Risma penuh pengertian.

"Kalau bisa.. Saya minta tolong untuk anak ibu jualkan saja mobil saya. Surat-suratnya lengkap kok ada di saya."

Dokter Risma mengernyit bingung. "Kenapa di jual?"

"Saya mau ngontrak rumah. Juga sisanya bisa saya gunakan untuk membuka usaha."

Caca sudah membulatkan tekad untuk tidak akan pernah kembali ke rumah itu. Juga ingin memutus semua komunikasi dari semua orang di masa lalunya.

Dokter Risma menghembuskan napas. Merasa kasihan tapi juga tidak ingin terlalu ikut campur. Takut menyinggung perasaan gadis itu.

"Masalah mobil, biar nanti anak ibu yang urus. Tapi untuk tinggal, lebih baik kamu tinggal disini saja."

Caca menggeleng tidak setuju. Tidak ingin merepotkan orang lain lagi dalam hidupnya.

"Kamu harus ingat jika kamu tengah hamil besar. Nanti jika sewaktu-waktu kamu akan melahirkan, siapa yang akan menolong kamu?"

Caca kembali menunduk. Menatap perutnya. Memikirkan untuk menerima tawaran dokter Risma atau tidak.

"Setidaknya jika kamu di sini, ada asisten rumah tangga saya yang bisa menolong kamu selama saya praktek."

"Lagian saya juga kesepian di rumah ini. Tidak ada yang menemani selain bibi asisten rumah tangga."

Caca menatap dokter Risma bingung. Bukankah tadi dokter Risma bilang yang menolongnya adalah anak dari wanita itu? lalu kenapa tinggal sendiri?

Dokter Risma tersenyum tahu yang di pikirkan Caca. "Saya dan suami saya sudah lama bercerai. Sejak anak kami masih kecil. Anak kami hanya satu. Dan hak asuhnya jatuh ke tangan ayahnya. Jadi saya sedang menjadi wanita tua kesepian di sini." seloroh dokter Risma untuk menutupi luka hatinya sendiri.

"Jadi kamu mau ya, menemani saya di sini." pinta dokter Risma setengah memohon.

Sejak awal bertemu Caca. Dia sudah bisa melihat jika Caca gadis baik. Mungkin hanya karena keadaan yang membuatnya bisa hamil di luar nikah seperti ini.

"Ba-baik bu." jawab Caca. Meski sebenarnya ia ragu. Karena walau bagaimana pun mereka bukan siapa-siapa. Jadi rasanya tidak enak jika harus merepotkan orang seperti ini.

***

Anak dokter Risma benar-benar membantu menjualkan mobil milik Caca. Bahkan dengan harga yang cukup besar padahal mobil second.

Tapi hingga Caca menerima pembayaran mobil di buku rekening baru yang ia buat. Tak pernah sekalipun ia melihat anak dokter Risma. Bahkan rupanya seperti apa saja, Caca tidak tahu.

Yang ada di rumah dokter Risma hanya foto masa kecil anak laki-laki kecil yang mungkin berusia tujuh atau delapan tahunan.

Mengganti nomor telepon adalah langkah pertama yang Caca lakukan saat itu. Kemudian mencari tempat untuk membuka usahanya.

Memperkerjakan beberapa tukang jahit untuk menjahit kemeja, kaos, serta celana juga dres anak-anak dan memasarkannya lewat online.

Tak perlu menyewa ruko pinggir jalan dengan harga mahal.

Caca hanya menyewa rumah sederhana di pinggiran jakarta, tak jauh dari rumah dokter Risma. Rumah satu lantai yang cukup luas untuk produksi juga untuk menyimpan kain serta produk mereka yang siap jual.

Caca juga mulai memperkerjakan orang untuk menerima dan mengemas pesanan.

Dengan perut yang semakin membesar, membuatnya sulit untuk bergerak aktif dan melakukan semuanya sendiri.

Untung saja pesanan mereka semakin hari semakin banyak. Dengan omset yang kian melambung, Caca mampu untuk membayar karyawan-karyawannya.

Produknya adalah hasil produksi sendiri dengan bahan yang cukup bagus. Membuat customer mereka puas dan kembali lagi membeli produk-produk mereka.

Masalah Tara dan masa lalu terlupakan begitu saja ketika ia tengah berada di tempatnya mengais rejeki. Tapi ketika malam dan sendiri, ia akan kembali bersedih dan merindu.

Merindukan orang yang mungkin tak peduli keberadaanya.

Dan satu hal yang membuat Caca kepikiran. Saran dari dokter Risma.

"Perut kamu sudah semakin membesar Icha. Anakmu perlu seorang ayah untuk menguatkannya secara hukum. Kamu perlu suami untuk mengurus surat-surat anakmu nanti." sejak tinggal di tempat baru, ia memang merubah panggilannya menjadi Icha. Agar semua tentang masa lalunya terhapus oleh waktu.

"Jika anak ayah itu tidak mau bertanggungjawab. Anak ibu mau untuk menikahimu."

Saat itu Caca langsung kaget. Bagaimana bisa anak dokter Risma yang ia tak pernah tahu orangnya bilang ingin menikahinya.

Selain mereka tak saling mengenal. Caca juga tidak ingin merusak masa depan anak dokter Risma dengan kehadiran dirinya dan sang anak.

*

*

*

Terpopuler

Comments

Sitialmira

Sitialmira

rian mungkin

2022-04-21

1

Arya Syabana

Arya Syabana

hmxiltsulrtiltstjksjtsyjysjldj
ddflgkfkdjsrjtifjdcyofkdkghmcgjfjhfjfkdjgxkhDjysylsBFXGICJGCJCFJCMVNCCBMBXKFKTUSQKCK
XKXNVGNKFJOCL

2021-07-13

1

Arya Syabana

Arya Syabana

ycjfyYyslukfhfkhfhjkdkdspcgmc

2021-07-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!