2 Bunga Setangkai
Hanafi
laki-laki yang sangat tampan, kulitnya putih bersih, bertubuh
tinggi setiap kata yang di ucapkan sangat santun. Ia berkerja diperusahaan
peninggalan orangtua nya. ya..ayah dan ibunya sudah meninggal 6 tahun lalu.
Masih terbayang di ingatan Hanafi waktu itu ia sedang duduk
di bangku smk tepatnya kelas 2. Pagi itu cuaca sangat cerah Hanafi sedang
bersiap untuk mencari ilmu, diraihnya tas hitam dengan aksen klasik biru tua
ala anak muda. Ia membuka resleting sekedar mengecek jadwal pelajaran yang akan
dia bawa,tentunya sudah ia siapkan terlebih dahulu semalam. Didalamnya ada 3
buku kecil dan 3 buku paket besar serta beberapa alat tulis yang tersimpan
dalam kotak berwarna biru tua mirip seperti aksen tas nya. Hanafi termasuk murid
yang rajin di kelasnya ia selalu mendapat peringkat 1 setiap tahunnya. Ia juga
anak tunggal dalam keluarganya, tak heran ia harus giat belajar karena suatu
saat nanti Hanafi akan menjadi pewaris perusahaan ayahnya yang sudah di rintis
mulai muda. Tentu ia tak mau jerih payah ayahnya selama ini hilang begitu saja,
paling tidak ditangan Hanafi nanti perusahaan itu bisa semakin maju dan
mempunyai banyak cabang.
Di sekolah Hanafi menjadi idola banyak siswi karna parasnya
yang tampan, tak ada satu pun siswi yang tak tau jika sudah mendengar kata
Hanafi. Siswa paling tampan, pintar dan juga kaya raya. Di ruang kelas yang
cukup luas, dindingnya bercat putih bersih, di sudut ruangan terdapat rak
penyimpanan buku atau apapun itu yang bersifat milik pribadi, di setiap sudut
rak sudah di beri nama masing-masing siswa.
Jam pelajaran dimulai, Hanafi mencermati setiap bab yang disampaikan,
tiba-tiba riuh suara dari luar kelas terdengar seperti suara beberapa orang
berlari dengan memakai sepatu yang cukup keras. Sayup-sayup terdengar nama Hanafi
disebut berulang, ia menoleh terlihat dibalik jendela kaca 3 orang memakai
jas hitam rapi. Hanafi mengenal salah satu dari mereka, dia pak Sun sekretaris
kepercayaan ayahnya, sekaligus tangan kanannya. Entah sudah berapa lama dia
bekerja dengan ayahnya sejak kecil Hanafi pun sudah sangat mengenalnya.
Pak Sun? kenapa dia kemari apa yang di lakukannya disini. Hanafi bergumam dalam
hati
Engsel pintu dibuka, 2 orang bersama pak Sun berbicara
pada guru yang sedari tadi membacakan materi. Seketika wajah guru itu menjadi
pucat ia memandangi Hanafi. Pak Sun yang sedari tadi diam didepan pintu dia
berjalan perlahan mendekati Hanafi.
Sebenarnya ada apa ini? dengan suara yang rendah dan santun Hanafi bertanya pada pak Sun
'' Ada apa pak, kenapa kalian kemari?''
Pak Sun dengan suara rendah dan wajah piasnya, terlihat
tangannya yang sedari tadi sudah
mengepal kuat juga butiran keringat dingin terlihat di keningnya. Dengan
langkah yang belum terhenti pak Sun tertatih berkata pada Hanafi.
''kita harus pulang sekarang tuan muda, ada hal yang tidak
bisa saya jelaskan disini..mari ikut saya mereka yang akan membawakan barang
anda nanti ''sambil menunjuk 2 orang berjas hitam yang bersamanya tadi.
Tanpa fikir panjang Hanafi mengikuti langkah Pak Sun yang
berjalan terburu-buru, menyusuri lorong sekolah yang sejuk dan sunyi. Tentu saja
karna di jam seperti ini kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Di
tempat parkir Hanafi melihat mobil putih yang biasa dipakai ayahnya ke kantor,
Di samping nya sudah ada seorang berjas hitam membukakan pintu tepat saat
Hanafi mendekat. Hanafi menatap pak Sun ''papa sudah pulang pak'' lengkap dengan
senyum yang manis.
Pak Sun hanya terdiam dan mengangkat tangannya sedikit
sambil menunjuk pintu mobil yang terbuka dengan sopan dengan harapan tuan
mudanya bisa segera masuk dalam mobil tanpa berkata banyak.
Apa yang harus saya katakan pada tuan muda sekarang, bagaimana jika ia tak bisa menerima semuanya, apa
yang akan terjadi nanti? Fikiran pak Sun sudah tak tentu arah sambil
berjalan memasuki mobil.
Hanafi masuk dilihatnya tak ada seorang pun disana, dia
masuk dan duduk diikuti oleh pak Sun di sampingnya, Mobil sudah melaju dengan
kencang menyibak jalanan yang cukup lenggang.
''Tuan muda, saya harap anda bisa bersabar, saya dan juga
tim sudah berusaha menemukan informasi semoga semua baik-baik saja'' belum
sempat Hanafi menjawab pak Sun sudah meneruskan kalimatnya
''maaf tuan informasi terakhir yang saya dapatkan pesawat
yang dinaiki oleh tuan handoko dan nyonya Rima hilang kontak dan belum bisa di
pastikan keberadaannya sekarang'' pak Sun menghela nafas panjang seakan berat
menyampaikan berita tersebut.
Hanafi yang sedari tadi memandangi wajah pak Sun mendengarkan dengan teliti apa yang coba dijelaskan. Semakin mendengarkan penjelasannya semakin berubah mimik wajah Hanafi.
Sekarang wajah nya pucat, takut dan sedih menjadi satu .
''posisi terakhir pesawat berada diatas laut pada pukul
08.43 WIB dengan ketinggian yang terus menukik turun, sampai sekarang pilot dan
kopilot belum bisa di kontak lagi tuan muda, saya harap anda bisa
bersabar..'' pak Sun menoleh dengan wajah cemas ke arah Hanafi
Papa mama apa kalian baik-baik saja, seminggu yang lalu kalian berjanji akan mengajakku berlibur ke
Eropa setelah ujianku selesai 2 bulan lagi, kalian akan pulang kan? Apa yang
akan aku lakukan tanpa kalian, hanya kalian yang aku punya...Ya Allah aku mohon
selamatkan orang tuaku satukan kembali kami...
Hanafi tertunduk sedih, dia terdiam air matanya mulai
berlinang membasahi pipi, baju sekolah yang terlihat rapi pun tak luput dari
basahnya air mata. Dia menangis tak bisa mengatakan apa pun hanya bisa berdoa
didalam hatinya agar orang tua nya baik-baik saja.
Mobil memasuki gerbang besar menyusuri area yang hijau rumput yang rapi, didepan nya terlihat rumah yang megah dengan 3 lantai, catnya dominan berwarna abu-abu dan putih.Tepat didepan rumah ada taman kecil
lengkap dengan bunga warna warni yang indah dan juga terawat, tentu semua itu
jasa dari tukang kebun rumah Hanafi, pak Sardi dia memanggilnya. 10 tahun pak
Sardi berjasa merawat kebun di rumah tersebut, ia sudah menjadi seperti paman
Hanafi karena kebaikannya.
Di rumahnya ada juga pak Tono yang bertugas sebagai penjaga gerbang
dan mengantar jemput kemanapun Hanafi pergi. sedangkan mbak Risna, mbak Fatimah
dan bu Ririn yang membantu didalam, membersihkan
rumah, mencuci dan merapikan pakaian, memasak dan bertanggung jawab untuk
seluruh pekerjaan rumah tangga disana. Mereka semua sudah seperti keluarga
bagi Hanafi ia dan orang tuanya tidak pernah membedakan kedudukan mereka, bahkan
mereka juga sering di ajak liburan bersama untuk sekedar melepas penat pekerjaannya.
Hanafi turun dari mobil, dia mengedarkan pandangan ke depan
rumahnya disana sudah tampak ramai riuh isak tangis terdengar dari
pembantunya, Beberapa keryawan kepercayaan kantor dan juga 3 orang polisi ada
disana. Ia berjalan pelan menjauhi mobil pandangannya berbayang karna penuhnya
air mata, Lama kelamaan bayangan orang-orang didepannya semakin pudar dan’’
bruukk’’ Hanafi tidak sadarkan diri. Di pandangan yang sudah mulai hilang
terlihat beberapa orang berlari menghampirinya lalu semua tampak hitam dan
hilang.
‘’huuuh...huuh..astagfirullah kenapa aku bermimpi itu lagi’’
Hanafi mencoba mengatur nafas, keringat dingin terlihat di keningnya.
Ya mimpi tentang insiden kecelakaan orangtuanya yang sudah tiada terus berulang. Tentu ia tak dapat
membendung air mata ketika bermimpi kejadian itu, hatinya sedih sekaligus sakit
saat mengingatnya.
Hanafi mengedarkan pandangan di kamarnya yang masih tampak
redup dengan pencahayaan lampu tidur di samping bednya. Sayup-sayup terdengar
suara adzan subuh, ia segera bangun dari tempatnya memakai sandal bulu yang
lembut di kakinya berjalan terhuyung ke kamar mandi sambil menyeka air matanya.
Setelah mandi tak lupa Hanafi mengambil air wudlu untuk
segera menunaikan sholat shubuh, berdoa untuk mendiang orangtuanya dan juga
berdoa untuk di lancarkan segala kegiatannya hari ini. Ya... hari ini hari yang
bersejarah untuk Hanafi , ia akan menikahi seorang gadis desa yang tak jauh
dari rumah barunya ini. Rumah ini masih di tempatinya 2 bulan yang lalu, ia
menjual rumah orangtua nya dan membangun rumah baru di pinggiran kota yang
masih berudara sejuk. Itu semua Hanafi lakukan karna ia tak mau larut dalam
kesedihan tentang kepergian orang tuannya, yang bahkan sudah 6 tahun berlalu .
Di letakkannya sajadah untuk beribadah, bersujud dan
merendah diri di hadapan sang pencipta. Di penghujung sholatnya dia duduk
bersimpuh, mengadahkan tangan berharap segala rahmat dan ampunan dalam doanya.
‘’Ya allah semoga Engkau ampuni dosa kedua orang tuaku, tempatkan
mereka di dalam jannahMu. Jadikanlah aku
menjadi orang yang pandai bersyukur atas nikmatMu dan selalu ada di jalanMu ya
Allah.., hari ini ingin aku halalkan seorang wanita untuk menyempurnakan
imanku, semoga Engkau lancarkan segalanya, semoga dia adalah yang terbaik
untukku, hidupku dan juga calon anak-anakku..amiinn’’
Hanafi berdiri dan merapikan sajadahnya di taruhnya kembali
di samping sofa. Dia terduduk diam memandang jas yang sudah sedari tadi malam
ia gantung di depan lemari miliknya.
Insha akan ku halalkan
hubungan kita hari ini,semoga kau wanita terbaik untukku. Aku mencintaimu
dengan segala kelebihan dan kekuranganmu.
Sambil tersenyum manis Hanafi membayangkan wajah cantiknya
di balut dengan baju kebaya putih yang sudah di berikannya kemarin, senyumnya
yang manis lengkap dengan lesung pipinya.
Tok..tok..tok..
‘’mas..apa mas Hanafi sudah bangun’’
‘’eh iya mbak,..sudah..sebentar lagi saya turun’’
Lamunan Hanafi seketika buyar mendengar suara mbak Risna
yang membangunkannya setiap pagi.
Aahh mengganggu saja kamu mbak, oh iya apakah sudah selesai semua di bawah? Hanafi
beranjak dari sofa dan berjalan membuka pintu
Masih terlihat mbak risna menuruni tangga, seketika ia menoleh
saat mendengar pintu kamar terbuka dan melihat Hanafi keluar.
‘’eeeh..pengantin baru sudah bangun’’ sambil memandang
Hanafi dengan senyum menggoda.
‘’duh mbak Ris apaan si..,belum juga akad,’’ pipi Hanafi
kemerahan dan tersenyum malu’’ gimana mbak semua sudah siap buat hantarannya?’’
‘’hehe..ya tapi kan tetep aja mas, tinggal hitungin jam udah
jadi pengantin baru..,sudah siap semua mas tinggal berangkat. Mas lihat aja di
bawah sekalian sarapannya juga sudah siap,.’’mbak Risna tersenyum dengan bangga
karena semua pekerjaannya sudah selesai sambil menuruni tangga menuju ruang
makan.
Disana sudah ada mbak fatimah dan buk Ririn yang baru saja
menghidangkan sarapan.
‘’Den sini sarapan dulu, biar gak terlalu siang nanti
berangkatnya’’
‘’iya bude, kalian juga ikut sarapan ya habis itu siap-siap
kita berangkat bareng’’ Hanafi berjalan dan duduk di kursi makan sambil
memandangi wajah buk Ririn, dia sudah seperti keluarganya sendiri. buk Ririn
bekerja entah sudah berapa tahun bersama keluarga Hanafi, sejak Hanafi masih
kecil dia sudah bekerja disana. Bude biasa Hanafi memanggil nya karna umurnya
yang sudah tidak muda lagi.
Pagi itu semua menghabiskan sarapan dengan bersendah gurau
menggoda Hanafi tentu nya yang akan segera memiliki istri. Begitu juga dengan
pak Tono dan pak Sardi juga menghabiskan sarapan mereka di pos depan samping gerbang .
Tak banyak yang di siapkan Hanafi kali ini, dia tak ingin
membuat pesta mewah di gedung, semua acara di rangkainya dengan sederhana di
rumah mempelai wanita. Dia hanya mengundang karyawan kantornya mengajak
beberapa karyawan untuk menghadiri akad, tak lupa pak Sun juga turut ikut
mengantar acara di pagi itu sebagai wali dari Hanafi.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Inru
Mampir disini, ya Kak.. 🤗
2022-08-22
0
Kiki Yanah
masih cimak
2022-05-23
2
Fatma reny
v
2022-03-19
2