NovelToon NovelToon

2 Bunga Setangkai

pengenalan karakter

Hanafi

laki-laki yang sangat tampan, kulitnya putih bersih, bertubuh

tinggi setiap kata yang di ucapkan sangat santun. Ia berkerja diperusahaan

peninggalan orangtua nya. ya..ayah dan ibunya sudah meninggal  6 tahun lalu.

Masih terbayang di ingatan Hanafi waktu itu ia sedang duduk

di bangku smk tepatnya kelas 2. Pagi itu cuaca sangat cerah Hanafi sedang

bersiap untuk mencari ilmu, diraihnya tas hitam dengan aksen klasik biru tua

ala anak muda. Ia membuka resleting sekedar mengecek jadwal pelajaran yang akan

dia bawa,tentunya sudah ia siapkan terlebih dahulu semalam. Didalamnya ada 3

buku kecil dan 3 buku paket besar serta beberapa alat tulis yang tersimpan

dalam kotak berwarna biru tua mirip seperti aksen tas nya. Hanafi termasuk murid

yang rajin di kelasnya ia selalu mendapat peringkat 1 setiap tahunnya. Ia juga

anak tunggal dalam keluarganya, tak heran ia harus giat belajar karena suatu

saat nanti Hanafi akan menjadi pewaris perusahaan ayahnya yang sudah di rintis

mulai muda. Tentu ia tak mau jerih payah ayahnya selama ini hilang begitu saja,

paling tidak ditangan Hanafi nanti perusahaan itu bisa semakin maju dan

mempunyai banyak cabang.

Di sekolah Hanafi menjadi idola banyak siswi karna parasnya

yang tampan, tak ada satu pun siswi yang tak tau jika sudah mendengar kata

Hanafi. Siswa paling tampan, pintar dan juga kaya raya. Di ruang kelas yang

cukup luas, dindingnya bercat putih bersih, di sudut ruangan terdapat rak

penyimpanan buku atau apapun itu yang bersifat milik pribadi, di setiap sudut

rak  sudah di beri nama masing-masing siswa.

Jam pelajaran dimulai, Hanafi mencermati setiap bab yang disampaikan,

tiba-tiba riuh suara dari luar kelas terdengar seperti suara beberapa orang

berlari dengan memakai sepatu yang cukup keras. Sayup-sayup terdengar nama Hanafi

disebut berulang, ia menoleh terlihat dibalik jendela kaca 3 orang memakai

jas hitam rapi. Hanafi mengenal salah satu dari mereka, dia pak Sun sekretaris

kepercayaan ayahnya, sekaligus tangan kanannya. Entah sudah berapa lama dia

bekerja dengan ayahnya sejak kecil Hanafi pun sudah sangat mengenalnya.

 Pak Sun? kenapa dia kemari apa yang di lakukannya disini. Hanafi bergumam dalam

hati

Engsel pintu dibuka, 2 orang bersama pak Sun berbicara

pada guru yang sedari tadi membacakan materi. Seketika wajah guru itu menjadi

pucat ia memandangi Hanafi. Pak Sun yang sedari tadi diam didepan pintu dia

berjalan perlahan mendekati Hanafi.

Sebenarnya ada apa ini? dengan suara yang rendah dan santun Hanafi bertanya pada pak Sun

 '' Ada apa pak, kenapa kalian kemari?''

Pak Sun dengan suara rendah dan wajah piasnya, terlihat

tangannya yang sedari tadi  sudah

mengepal kuat juga butiran keringat dingin terlihat di keningnya. Dengan

langkah yang belum terhenti pak Sun tertatih berkata pada Hanafi.

''kita harus pulang sekarang tuan muda, ada hal yang tidak

bisa saya jelaskan disini..mari ikut saya mereka yang akan membawakan barang

anda nanti ''sambil menunjuk 2 orang berjas hitam yang bersamanya tadi.

 Tanpa fikir panjang Hanafi mengikuti langkah Pak Sun yang

berjalan terburu-buru, menyusuri lorong sekolah yang sejuk dan sunyi. Tentu saja

karna di jam seperti ini kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Di

tempat parkir Hanafi melihat mobil putih yang biasa dipakai ayahnya ke kantor,

Di samping nya sudah ada seorang berjas hitam membukakan pintu tepat saat

Hanafi mendekat. Hanafi menatap pak Sun ''papa sudah pulang pak'' lengkap dengan

senyum yang manis.

Pak Sun hanya terdiam dan mengangkat tangannya sedikit

sambil menunjuk pintu mobil yang terbuka dengan sopan dengan harapan tuan

mudanya bisa segera masuk dalam mobil tanpa berkata banyak.

Apa yang harus saya katakan pada tuan muda sekarang, bagaimana jika ia tak bisa menerima semuanya, apa

yang akan terjadi nanti? Fikiran pak Sun sudah tak tentu arah sambil

berjalan memasuki mobil.

Hanafi masuk dilihatnya tak ada seorang pun disana, dia

masuk dan duduk diikuti oleh pak Sun di sampingnya, Mobil sudah melaju dengan

kencang menyibak jalanan yang cukup lenggang.

''Tuan muda, saya harap anda bisa bersabar, saya dan juga

tim sudah berusaha menemukan informasi semoga semua baik-baik saja'' belum

sempat Hanafi menjawab pak Sun sudah meneruskan kalimatnya

''maaf tuan informasi terakhir yang saya dapatkan pesawat

yang dinaiki oleh tuan handoko dan nyonya Rima hilang kontak dan belum bisa di

pastikan keberadaannya sekarang'' pak Sun menghela nafas panjang seakan berat

menyampaikan berita tersebut.

Hanafi yang sedari tadi memandangi wajah pak Sun mendengarkan dengan teliti apa yang coba dijelaskan. Semakin mendengarkan penjelasannya semakin berubah mimik wajah Hanafi.

Sekarang wajah nya pucat, takut dan sedih menjadi satu .

''posisi terakhir pesawat berada diatas laut pada pukul

08.43 WIB dengan ketinggian yang terus menukik turun, sampai sekarang pilot dan

kopilot belum bisa di kontak lagi tuan muda, saya harap anda bisa

bersabar..'' pak Sun menoleh dengan wajah cemas ke arah Hanafi

Papa mama apa kalian baik-baik saja, seminggu yang lalu kalian berjanji akan mengajakku berlibur ke

Eropa setelah ujianku selesai 2 bulan lagi, kalian akan pulang kan? Apa yang

akan aku lakukan tanpa kalian, hanya kalian yang aku punya...Ya Allah aku mohon

selamatkan orang tuaku satukan kembali kami...

Hanafi tertunduk sedih, dia terdiam air matanya mulai

berlinang membasahi pipi, baju sekolah yang terlihat rapi pun tak luput dari

basahnya air mata. Dia menangis tak bisa mengatakan apa pun hanya bisa berdoa

didalam hatinya agar orang tua nya baik-baik saja.

Mobil memasuki gerbang besar menyusuri area yang hijau rumput yang rapi, didepan nya terlihat rumah yang megah dengan 3 lantai, catnya dominan berwarna abu-abu dan putih.Tepat didepan rumah ada taman kecil

lengkap dengan bunga warna warni yang indah dan juga terawat, tentu semua itu

jasa dari tukang kebun rumah Hanafi, pak Sardi dia memanggilnya. 10 tahun pak

Sardi berjasa merawat kebun di rumah tersebut, ia sudah menjadi seperti paman

Hanafi karena kebaikannya.

Di rumahnya ada juga pak Tono yang bertugas sebagai penjaga gerbang

dan mengantar jemput kemanapun Hanafi pergi. sedangkan mbak Risna, mbak Fatimah

dan bu Ririn yang  membantu didalam, membersihkan

rumah, mencuci dan merapikan pakaian, memasak dan bertanggung jawab untuk

seluruh pekerjaan rumah tangga disana. Mereka semua sudah seperti keluarga

bagi Hanafi ia dan orang tuanya tidak pernah membedakan kedudukan mereka, bahkan

mereka juga sering di ajak liburan bersama untuk sekedar melepas penat pekerjaannya.

Hanafi turun dari mobil, dia mengedarkan pandangan ke depan

rumahnya disana sudah tampak ramai riuh isak tangis terdengar dari

pembantunya, Beberapa keryawan kepercayaan kantor dan juga 3 orang polisi ada

disana. Ia berjalan pelan menjauhi mobil pandangannya berbayang karna penuhnya

air mata, Lama kelamaan bayangan orang-orang didepannya semakin pudar dan’’

bruukk’’ Hanafi tidak sadarkan diri. Di pandangan yang sudah mulai hilang

terlihat beberapa orang berlari menghampirinya lalu semua tampak hitam dan

hilang.

‘’huuuh...huuh..astagfirullah kenapa aku bermimpi itu lagi’’

Hanafi mencoba mengatur nafas, keringat dingin terlihat di keningnya.

Ya mimpi tentang insiden kecelakaan  orangtuanya yang sudah tiada terus berulang. Tentu ia tak dapat

membendung air mata ketika bermimpi kejadian itu, hatinya sedih sekaligus sakit

saat mengingatnya.

Hanafi mengedarkan pandangan di kamarnya yang masih tampak

redup dengan pencahayaan lampu tidur di samping bednya. Sayup-sayup terdengar

suara adzan subuh, ia segera bangun dari tempatnya memakai sandal bulu yang

lembut di kakinya berjalan terhuyung ke kamar mandi sambil menyeka air matanya.

Setelah mandi tak lupa Hanafi mengambil air wudlu untuk

segera menunaikan sholat shubuh, berdoa untuk mendiang orangtuanya dan juga

berdoa untuk di lancarkan segala kegiatannya hari ini. Ya... hari ini hari yang

bersejarah untuk Hanafi , ia akan menikahi seorang gadis desa yang tak jauh

dari rumah barunya ini. Rumah ini masih di tempatinya 2 bulan yang lalu, ia

menjual rumah orangtua nya dan membangun rumah baru di pinggiran kota yang

masih berudara sejuk. Itu semua Hanafi lakukan karna ia tak mau larut dalam

kesedihan tentang kepergian orang tuannya, yang bahkan sudah 6 tahun berlalu .

Di letakkannya sajadah untuk beribadah, bersujud dan

merendah diri di hadapan sang pencipta. Di penghujung sholatnya dia duduk

bersimpuh, mengadahkan tangan berharap segala rahmat dan ampunan dalam doanya.

‘’Ya allah semoga Engkau ampuni dosa kedua orang tuaku, tempatkan

mereka di dalam jannahMu. Jadikanlah  aku

menjadi orang yang pandai bersyukur atas nikmatMu dan selalu ada di jalanMu ya

Allah.., hari ini ingin aku halalkan seorang wanita untuk menyempurnakan

imanku, semoga Engkau lancarkan segalanya, semoga dia adalah yang terbaik

untukku, hidupku dan juga calon anak-anakku..amiinn’’

Hanafi berdiri dan merapikan sajadahnya di taruhnya kembali

di samping sofa. Dia terduduk diam memandang jas yang sudah sedari tadi malam

ia gantung di depan lemari miliknya.

Insha akan ku halalkan

hubungan kita hari ini,semoga kau wanita terbaik untukku. Aku mencintaimu

dengan segala kelebihan dan kekuranganmu.

Sambil tersenyum manis Hanafi membayangkan wajah cantiknya

di balut dengan baju kebaya putih yang sudah di berikannya kemarin, senyumnya

yang manis lengkap dengan lesung pipinya.

Tok..tok..tok..

‘’mas..apa mas Hanafi sudah bangun’’

‘’eh iya mbak,..sudah..sebentar lagi saya turun’’

Lamunan Hanafi seketika buyar mendengar suara mbak Risna

yang membangunkannya setiap pagi.

Aahh mengganggu saja kamu mbak, oh iya apakah sudah selesai semua di bawah? Hanafi

beranjak dari sofa dan berjalan membuka pintu

Masih terlihat mbak risna menuruni tangga, seketika ia menoleh

saat mendengar pintu kamar terbuka dan melihat Hanafi keluar.

‘’eeeh..pengantin baru sudah bangun’’ sambil memandang

Hanafi dengan senyum menggoda.

‘’duh mbak Ris apaan si..,belum juga akad,’’ pipi Hanafi

kemerahan dan tersenyum malu’’ gimana mbak semua sudah siap buat hantarannya?’’

‘’hehe..ya tapi kan tetep aja mas, tinggal hitungin jam udah

jadi pengantin baru..,sudah siap semua mas tinggal berangkat. Mas lihat aja di

bawah sekalian sarapannya juga sudah siap,.’’mbak Risna tersenyum dengan bangga

karena semua pekerjaannya sudah selesai sambil menuruni tangga menuju ruang

makan.

Disana sudah ada mbak fatimah dan buk Ririn yang baru saja

menghidangkan sarapan.

‘’Den sini sarapan dulu, biar gak terlalu siang nanti

berangkatnya’’

‘’iya bude, kalian juga ikut sarapan ya habis itu siap-siap

kita berangkat bareng’’ Hanafi berjalan dan duduk di kursi makan sambil

memandangi wajah buk Ririn, dia sudah seperti keluarganya sendiri. buk Ririn

bekerja entah sudah berapa tahun bersama keluarga Hanafi, sejak Hanafi masih

kecil dia sudah bekerja disana. Bude biasa Hanafi memanggil nya karna umurnya

yang sudah tidak muda lagi.

Pagi itu semua menghabiskan sarapan dengan bersendah gurau

menggoda Hanafi tentu nya yang akan segera memiliki istri. Begitu juga dengan

pak Tono dan pak Sardi juga menghabiskan sarapan mereka di pos depan samping gerbang .

Tak banyak yang di siapkan Hanafi kali ini, dia tak ingin

membuat pesta mewah di gedung, semua acara di rangkainya dengan sederhana di

rumah mempelai wanita. Dia hanya mengundang karyawan kantornya mengajak

beberapa karyawan untuk menghadiri akad, tak lupa pak Sun juga turut ikut

mengantar acara di pagi itu sebagai wali dari Hanafi.

Bersambung...

pernikahan part 1

‘’Hanafi  Abqari Agam bin Handoko Abqari Agam saya nikahkan engkau dengan seorang wanita bernama

Insha Humairah binti Abdullah dengan mas kawin uang 5 juta rupiah, perhiasan emas seberat  25 gram dan seperangkat alat sholat di bayar tunai.’’

‘’saya terima nikahnya Insha Humairah binti Abdullah dengan

mas kawin uang 5 juta rupiah,perhiasan emas seberat 25 gram dan seperangkat

alat sholat di bayar tunai’’dengan lantang dan tegas

Kedua saksi dari pihak keluarga Insha menganggukan kepala

sambil serentak bilang ‘’sahh’’. Riuh seluruh keluarga yang menghadiri

pernikahan Hanafi dan Insha juga mengatakan sahh sambil tersenyum lega.

Acara akad nikah berlangsung hikmat, semua berjalan lancar.

Pak penghulu melantunkan doa-doa untuk kedua mempelai keadaan nampak tenang dan

semua mengaminkan do'anya.

Hanafi memandangi istrinya yang ada di sampingnya, sedari

tadi Hanafi sama sekali tak melihat Insha, ia takut melihat istrinya dengan

kecantikannya hanya akan menghilangkan fokus nya pada akadnya hari ini.

Insha menoleh pada Hanafi, ia terlihat sangat cantik dengan

balutan kebaya warna putih yang panjang sampai kakinya, di bagian kakinya ia

memakai kain batik yang anggun pula. Wajahnya nampak berseri bahagia, polesan

makeupnya tidak berlebihan, ia memakai hijab putih dengan di selipkan rangkaian

bunga melati pada sisi kiri wajahnya yang membuatnya tampak semakin menawan. Di

tangannya yang lembut ia memakai henna warna kecoklatan dengan berbagai gambar

bunga yang indah memenuhi kedua tangannya, tak lupa terselipkan nama di tangan

kanannya ‘’Hanafi’’ dengan tulisan huruf arab yang indah.

Hanafi pun tak mau kalah, ia memakai jas hitamnya dengan

gagah, wajahnya yang sangat tampan bersemu merah saat melihat kecantikan

istrinya Insha. Di lehernya ia juga memakai rangkaian bunga melati yang membuat

wanginya semerbak memenuhi seluruh ruangan.

‘’Mas Han..’’ celetuk Insha lembut, yang membuat Hanafi

tersadar dalam kekagumannya akan kecantikan istrinya itu. Hanafi terlonjak dan

meraih tangan kanan Insha memakaikan cincin permata indah berwarna merah yang

di sambut sorak orang di sekitarnya juga kilatan cahaya kamera menyorot pada

keduanya seakan tak ingin kehilangan momen paling bahagia ini.

Kini Insha yang nampak gugup meraih tangan kanan hanafi, ia

tertunduk malu dan memakaikan cincin dengan aksen batu permata putih kecil di

tengah nya. Terselip senyum kecil di bibir merahnya, saat itu juga Insha

terlonjak kecil menyadari ada tangan yang lembut dan cukup dingin memegang

belakang lehernya menahannya untuk tidak bergerak. Ya.. itu tangan suaminya

yang perlahan juga memberikan kecupan lembut di keningnya. Wajah insha bersemu

merah malu sekaligus gugup yang ia rasakan.

Tangan siapa ini,mas Han..apa ada ini kenapa jantungku serasa mau meledak begini,tangan ku tiba-tiba

juga dingin, apa begini rasanya semua pengantin baru, huuffh... tenang Insha ..tenang

Insha tertunduk menggenggam jemarinya sendiri dan berusaha

menenangkan hatinya yang sudah tidak karuan rasanya. Tentu saja karna Insha tak

pernah kenal dekat seorang laki-laki sebelumnya, jangankan dekat untuk menjalin

hubungan, menatap laki-laki saja ia tak pernah. Ia takut menimbulkan dosa

nantinya, apalagi laki-laki yang bukan muhrimnya. Insha tinggal di lingkungan

pondok pesantren jadi waktunya setiap hari ia gunakan untuk merawat kebun

ayahnya juga membantu di pondok pesantren untuk sekedar mengajar membaca

Al-qur’an pada sore harinya, karna ia salah satu lulusan pondok terbaik jadi

sering kali di minta untuk membantu mengajar disana.

Perkenalannya dengan Hanafi pun tergolong singkat hanya 1

bulan mereka saling kenal dan dekat lalu 2 minggu kemudian sudah di langsungkan

pernikahan.

‘’Insha..’’

Dari belakang ada tangan menepuk pundaknya, Insha menoleh

menjabat tangan nya dan juga memeluknya.

‘’Selamat ya Insha, semoga menjadi keluarga sakinah mawadah

warahmah, kau sangat beruntung Hanafi sangat tampan dan sangat menyayangimu,

bahagiakan dia Insha..’’kata Salma membisik di samping telinga Insha sambil

memeluknya.

‘’Terimaksih kak, maafkan aku’’ mata Insha berkaca-kaca.

Salma melepas pelukannya dan memandangi Insha ‘’ hei apa

yang kau lakukan, kau tak boleh menangis di hari bahagiamu ini, kenapa kau

meminta maaf padaku? ‘’

‘’Seharusnya aku menikah setelah kakak menikah bukan seperti

ini, maafkan aku..’’

‘’Insha jangan berkata seperti itu, kakak bahagia.. sungguh

bahagia melihat adik kakak yang manis ini menikah, apalagi dengan laki-laki

idaman seperti Hanafi..’’ terdiam sejenak memandangi Hanafi yang sedang

bersalaman juga kesana kemari dengan saudara dan keluarga Insha yang hadir.

‘’lihat dia, kakak yakin dia sangat menyayangimu dan juga

bisa menjadi imam yang baik untuk mu..sudah jangan khawatirkan kakak, kakak

baik-baik saja, kakak bahagia melihat mu bahagia..’’

‘’Lalu kapan kakak akan menyusulku menikah juga..’’ goda

Insha yang mulai terlihat cerah kembali

‘’nanti..’’ belum sempat Salma menjawab insha sudah

menyahutnya dengan nada gemas.

‘’nanti kapan ? dua tahun yang lalu ayah bertanya pada kakak

juga, itu yang kakak ucapkan..’’ jawab Insha cemberut dan kesal dengan jawaban

kakaknya. ‘’ aahh.. aku tau pasti menunggu kak Pras pulang kan..satu tahun lagi

kan pendidikannya di Kairo selesai kak..kakak bisa menikah setelahnya.’’

‘’ya..ya.. doakan saja semua selesai pada waktunya ya, biar

aku bisa segera sepertimu juga’’ jawab Salma dengan senyum menggoda adiknya.

‘’Sana temui bapak dulu’’

Insha segera beranjak dan berdiri sambil menunduk untuk

bersalaman pada ayahnya mengharapkan restu orangtua satu-satunya yang ia

miliki. Ibunya sudah meninggal saat Insha masih berusia 2 tahun,ayahnya sering

bercerita ibunya meninggal dalam kecelakaan mobil bersamanya.Ayah, Salma dan

juga Insha berhasil selamat dari kecelakaan tersebut, sementara ibunya tak

dapat di selamatkan dan meninggal di tempat.

‘’restui Insha pak,..’’sambil menekuk lututnya menunduk pada

pangkuan ayahnya yang duduk di atas kursi.

Sudah 2 tahun ayahnya sering sakit-sakitan,ia mengidap

infeksi paru-paru yang membuatnya sesak nafas saat penyakitnya kambuh. Ayahnya

tak boleh terkena udara dingin, untuk duduk di lantai pun kadang bisa membuat

penyakitnya itu kambuh. Untuk itu ayahnya sengaja diberi tempat duduk di kursi

untuk menghindari hal tersebut.

‘’iya nduk, tentu bapak merestui mu, asalkan kamu bahagia

bapak juga ikut bahagia..semoga pernikahanmu ini sakinah mawaddah warahmah..’’

‘’maafkan Insha ya pak’’ nada suara Insha mulai merendah.

‘’sudah..sudah.. ini bukan waktunya untuk bersedih

nduk...apa yang kamu khawatirkan, sekarang kamu sudah menpunyai imam yang baik

untukmu..?’’

‘’maafkan Insha tak bisa menemani bapak lagi setiap malam,kalau

bapak tidak bisa tidur..’’

‘’Insha akan tetap tinggal disini pak kalau bapak inginkan..Insha

akan ijin pada mas Han..’’

‘’eeh..apa yang kamu katakan nduk, sekarang kamu adalah seorang

istri sudah sepatutnya kamu nurut pada kata suamimu, dia imam mu nduk, dia

panutanmu sekarang, bapak Cuma bisa merawatmu sampai saat ini,..lagian masih

ada kakakmu nduk yang menemani bapak disini’’membelai kepala insha seakan tak

percaya gadis kecil yang sedari dulu ia sayangi sudah tumbuh dewasa sekarang.

‘’nduk,kamu nurut sama mas Han ya, dia orang yang bijaksana

dan tegas, dia panutan yang baik buatmu, berjanjilah pada bapak jangan pernah

meninggalkan dan kecewakan suamimu nduk karna ridhonya adalah syurga untukmu

mulai sekarang’’

‘’iya pak Insha janji , tapi bapak juga harus janji ya,

bapak harus jaga kesehatan bapak meskipun Insha sudah tidak disini’’sambil

terisak insha memegang tangan ayahnya dan menciumnya lembut.

Di belakang pundaknya sudah ada tangan yang mengelusnya

lembut menenangkan, ya itu adalah tangan Hanafi dia juga berlutut di belakang

Insha untuk bergantian meminta restu ayah mertuanya. Insha sedikit menoleh dan

seakan paham dia segera mundur dan bergantian dengan Hanafi yang juga ingin

menemui ayahnya.

‘’Sini le..’’ tangan mertuanya sedikit melambai pada Hanafi

Hanafi berjalan pelan dengan lututnya mendekati ayah Insha.

Baru saja hanafi akan menunduk di lutut mertuanya, tapi mertuanya sudah meraih

pundak Hanafi dan menariknya mendekat untuk memeluknya hangat. Terdengar suara

mertuanya sedikit bergeming menahan air mata.

‘’Terimakasih le, kamu sudah bisa menerima Insha sebagai

istrimu dengan segala kekurangannya..’’

‘’Apa yang bapak katakan Insha wanita sempurna pak’’ jawab

Hanafi sambil menepuk-nepuk punggung mertuanya lembut.

‘’Semoga keluarga kalian sakinah mawaddah warahmah, maafkan

dia jika mungkin sifatnya sedikit kekanak-kanakkan nanti, semoga dia bisa

membahagiankanmu..’’Ayah insha melepas pelukannya dan menatap lekat wajah

Hanafi sambil memegang kedua pundaknya. ‘’Aku titip Insha ya le.. semoga kamu

bisa menyayangi dan menjaganya seperti bapak menyayangi dan menjaganya sejak

kecil, sekarang dia milikmu, bimbing dia selalu di jalan Allah bapak yakin kamu

imam yang baik dan tepat untuk anakku insha..’’

‘’Insya’allah pak saya akan menjaga amanah bapak dengan

baik, saya akan menjaga dan menyayangi Insha dengan tulus, semoga saya bisa

menjalankan amanah bapak sampai akhir hidup saya pak.’’

‘’Iya le bapak percaya sepenuhnya padamu’’ terselip senyum

yang tulus di wajah mertuanya yang mulai renta, ia memandangi wajah kedua

pengantin baru itu dengan penuh harap.

Kau beruntung nak

mendapatkan laki-laki yang baik seperti Hanafi, semoga pernikahan ini membawa

kebahagiaan untukmu Insha, putri kecil kesayangan bapak.

Insha dan Hanafi berjalan beriringan menjauh dari ayahnya,

mereka menemui  saudara dan juga

tamu-tamu yang hadir dengan senyum cerianya.

Bersambung...

Pernikahan part 2

Wijaya Group

Hari ini kantor libur, karna pimpinan perusahaan tersebut

Hanafi Abqari Agam melepas masa lajangnya dengan mempersunting seorang wanita

cantik bernama Insha Humairah. Tapi hari ini para karyawan kantor berkumpul di halaman

perusahaan Wijaya group, mereka akan datang di pernikahan tuan mudanya di

daerah pinggiran kota.

Mereka berangkat bersama menuju pernikahan Hanafi memakai

mobil dan bus sewaan yang sudah disewa tuan mudanya untuk memfasilitasi

karyawan pergi ke pesta pernikahannya. Semua staff perusahaan di undang tanpa

terkecuali. Hanafi berharap mereka semua bisa memeriahkan pernikahannya, tak

terhitung jumlahnya. Yang Hanafi pikirkan setidaknya dengan kehadiran seluruh

karyawannya pestanya akan cukup ramai mengingat ia tak mempunyai keluarga lagi.

Mereka semua sudah seperti keluarga Hanafi, tanpa mereka juga ia tak akan

menjadi orang yang cukup berpengaruh sekarang.

Di perjalanan menuju pernikahan,di mobil berwarna putih yang

cukup besar di isi dengan karyawan-karyawan perempuan. Seseorang mencoba memecah keheningan.

‘’Seperti apa ya istri tuan Hanafi, apa dia sangat cantik,

sampai-sampai lelaki dingin sepertinya bisa jatuh hati padanya’’ celetuk salah

satu karyawan wanita ia sekretaris Hanafi bernama Lina, dia cukup cantik dengan

rambut hitam lurus yang indah

‘’Tentu saja pasti ia wanita idaman tuan muda’’jawab rosa

yang tampak acuh.

‘’Apa aku ini kurang cantik ya, Tuan Hanafi saja tak pernah

memandangku lama, ia selalu memalingkan wajahnya saat aku didepannya..’’gerutu

Lina kesal

‘’Hei, apa kau ini memang wanita paling bodoh di dunia ini,

semua orang tau tuan Hanafi itu sangat menjaga harga diri wanita. Tentu saja

dia tak akan melihatmu jika pakaian yang kau kenakan setiap hari dihadapannya

seperti ini‘’ Rosa menghembuskan nafas panjang sebelum melanjutkan perkataannya.

‘’Tuan Hanafi adalah orang yang tak pernah lalai menunaikan

ibadahnya, tentu saja dia tak mau mengotori pandangannya dengan melihat tubuhmu

seperti itu’’

Lina memandang temannya itu dengan gemas, apa benar yang di katakan rosa? Ahh tapi tentu saja aku sudah

terlambat karna tuan Hanafi pun sudah punya istri sekarang..

‘’aah entah lah..lagi pula Tuan Hanafi sudah menikah

sekarang, hilang sudah harapanku’’

‘’Tuan Hanafi tak kan mau dengan wanita sepertimu’’

‘’Kau ini bukannya menghiburku karna patah hati malah

menghinaku seperti itu’’

''Hahahaha''

Rosa tertawa bahagia melihat wajah cemberut Lina. Lina

memandang temannya yang sedari tadi menggodanya dengan perkataan menusuk itu

tampak puas dengan jawabannya. Lina dengan wajah cemberutnya mencubit temannya

itu yang membuat Rosa tanpak kesakitan dengan mimik wajah yang lucu,tentu saja

itu membuatnya puas dan tertawa lepas. Mereka pun tertawa lepas, mobil yang di

penuhi karyawan wanita itu saling bergurau sampai tak terasa mereka telah tiba

di tempat pernikahan, disusul dengan rombongan lainnya.

Jejeran mobil dan bus yang datang dari perusahaan Wijaya

Group memenuhi jalanan kampung, tak ada tempat parkir khusus,  disamping kanan kiri jalan banyak terdapat

rumah dan persawahan. Satu persatu karyawan turun dari kendaraan mereka,

berjalan bersama menuju tempat pernikahan tuan Hanafi. Terlihat sebuah tulisan

ukiran indah yang sudah di pesan khusus ‘’ Selamat datang’’ berwarna biru

terang dibawahnya juga terdapat nama ‘’Hanafi dan Insha’’ dengan warna merah

muda yang di beri aksen bunga-bunga dan gambar hati berwarna merah.

Mereka sudah sampai tepat di depan rumah, halamannya yang

cukup luas dengan rumput hijau yang terawat di depannya juga beberapa pohon

kecil yang membatasi rumah dengan persawahan di sampingnya. Rumah itu tampak

sederhana khas rumah pedesaan, catnya berwarna putih dan hijau tua pada

beberapa pintu dan jendelanya. Didepan rumah ada 2 unit tenda, dibawah tendanya

terdapat banyak makanan dan beberapa pramusaji  juga banyak kursi-kursi tanpa meja yang cukup menutupi

halaman rumahnya

Tak ada dekorasi indah khas gedung mewah di sana ataupun lampu-

lampu gemerlap yang menyilaukan mata, semua nampak sederhana dengan udara yang

cukup sejuk karna banyak terdapat persawahan di sana.

‘’Apa ini benar-benar perta pernikahan tuan muda?’’tanya

salah seorang karyawan pada Rosa, apa kita tidak salah tempat?’’

‘’Apa kau tak bisa membaca tulisan disana’’ menunjuk ukiran

nama Hanafi dan Insha dengan jarinya ’’jelas-jelas itu nama tuan muda’’

‘’Iya itu nama tuan muda, tapi apa sesederhana ini

pernikahannya dia kan orang kaya’’

‘’Apa kau masih belum mengerti, meski tuan muda memiliki banyak uang ia tak

akan menghabiskannya dengan hal-hal seperti ini, dia pasti lebih memilih

memberikan uangnya kepada orang-orang yang membutuhkan dari pada harus menyewa

gedung mewah yang selangit harganya untuk pesta pernikahannya..’’

‘’ya..ya mungkin itu yang membuatnya semakin kaya.. karna

sering membantu orang-orang yang tidak mampu’’

‘’ ya memang dirimu, yang pelitnya minta ampun, jangankan buat

membantu orang lain mentraktirku saja tidak pernah’’

‘’hehe ros.. kamu juga harus mengerti dong, kebutuhan

adik-adikku kan banyak, terlebih lagi kebutuhanku sendiri, aku kan juga harus

nabung buat masa depan biar gak kayak gini trus ros hidupku..,’’jawabnya sambil

memeluk pundak rosa yang memandang kesal

‘’pantas saja kamu gak kaya-kaya..pelit sihh..’’sambil

terkikik pelan

‘’iya..iya kapan-kapan aku traktir deh’’

‘’yapp.. aku tunggu loh traktirannya’’

‘’ya tapi bayar sendiri’’tertawa lepas sambil berjalan cepat

meninggalkan rosa di belakang.

‘’Dasar pelitt...’’ Rosa yang kesal dengan jawaban itu

berusaha mengejar temannya dengan berlari kecil dan menarik bajunya. Mereka pun

saling bergurau sampai berada tepat di depan rumah Insha, tiba- tiba keadaan

hening tak ada yang berbicara.

Didepan rumah teryata sudah ada Hanafi yang berdiri dan

tampak sangat tampan dengan setelan jas hitam dan bunga melati di lehernya.

Wajah Hanafi cukup menghipnotis para karyawan yang berada disana khususnya

karyawan perempuan. Memang hanafi biasanya juga memakai setelan jas rapi saat

berada di kantor, tapi sekarang ia tampak berbeda di hari pernikahannya, tampak

semakin tampan dan rupawan.

‘’Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..selamat pagi

semuanya..saya sangat berterima kasih kepada kalian atas waktunya untuk datang

di pernikahan saya. Kedatangan kalian disini merupakan kebahagiaan tersendiri

untuk saya hari ini. Saya tak mengharap hadiah apapun dari kalian, saya hanya

meminta doa semoga kehidupan saya kedepannya lebih baik lagi, untuk perusahaan Wijaya group kita maupun kehidupan pribadi saya.’’Hanafi menoleh ke belakang mengulurkan tangannya menggapai

tangan Insha yang sedari tadi berdiri di belakang tak jauh darinya.

‘’Insha kemarilah’’ gumam Hanafi pelan,

Insha yang sedari tadi diam melihat betapa banyaknya

undangan yang datang, gugup sekaligus malu bercampur dari satu. Banyak sekali karyawan mas Han, semua wanita dan laki-lakinya juga tampak rupawan dengan gaya masing-masing. Lalu kenapa mas

Han malah memilihku sebagai istrinya? Bukankah mereka lebih cantik dariku, aku

bukan siapa-siapa dibandingkan mereka...

Hatinya menciut saat melihat wanita-wanita cantik dengan

pakaian modis gaya perkotaan di depannya. Apa yang akan mereka katakan saat tau istri mas Han sepertiku, aku hanya akan membuatmu malu mas..

Lamunan insha seketika buyar saat tangan Hanafi mengulur

padanya, dia tak segera meraihnya dengan ragu dia malah selangkah mundur

menjauhinya. Hanafi pun yang seakan mengetahui kecemasan yang ada di wajah

istrinya ia mendekatinya dan meraih tangannya dengan lembut.’’ Ayolah mereka

keluargamu juga’’ sambil menarik dan berjalan ke tempat Hanafi tadi.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!