"Mas itu bukan punyaku....aku tidak hamil." lirih Dewi.
"Bukan punyamu? Lalu.....?" Tanya Dewa heran.
"Itu....itu.....punya Kharisa." ucap Dewi dengan bibir bergetar. Sontak saja Dewa kaget, matanya membulat, menatap tajam istrinya.
"Apa kamu bilang? Apa maksudmu Wi?" Dewa membaca identitas hasil USG di lembar depan dan tertera nama putrinya Kharisa Maura Pradita. Ia melempar hasil pemeriksaan USG ke lantai.
"Wi pemeriksaan itu tidak benar kan? Tidak mungkin anaku hamil Wi." Dewa memegang erat kedua bahu Dewi dengan sorot mata tajamnya membuat Dewi pasrah apa yang akan dilakukan suaminya. Dewi membalas tatapan suaminya dengan mata basah, linangan air mata pun membasahi pipinya.
"Itu memang hasil pemeriksaan Kharisa kemarin Mas.....Kharisa hamil." ucap Dewi, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya, tangisnya pun pecah.
"Bagaimana bisa Wi? Siapa yang menghamilinya?" Bentak Dewa, emosinya benar-benar tidak bisa dikontrol. Seperti ini memang sifat asli Dewa, mudah marah, tidak bisa mengontrol emosinya, terutama saat di kantor, setiap ada yang tidak sesuai selalu dibawa emosi, hanya di rumah ini Dewa hampir tidak pernah marah, karena Dewi selalu pintar membuat suasana hati Dewa nyaman. Baru kali ini Dewa benar-benar marah, tentu saja membuat Dewi menciut, hingga tidak berani mengangkat kepalanya.
"Siapa Wi." bentaknya lagi, suaranya semakin keras dan meninggi membuat Dewi tersentak, pasti akan terdengar sampai ke luar kamar.
"Pacarnya Mas." jawab Dewi terisak.
"Pacar? Kharisa punya pacar? Bahkan kamu belum pernah cerita kalau Kharisa punya pacar. Atau jangan-jangan kamu tidak tau anakmu punya pacar?" Masih dengan nada tinggi. Dewi tidak berani mengangkat kepalanya, pipinya basah oleh air matanya yang tidak bisa ditahan terus mengalir di pipinya.
"Jawab Wi...kamu tidak tau kan?"
"Kharisa tidak pernah cerita Mas, dia juga tidak pernah mengenalkan pacarnya." jawabnya dengan suara lirih.
"Ibu macam apa kamu, ngurus satu anak saja gak becus." Dewa mengambil hasil pemeriksaan USG yang tergeletak di lantai, kemudian dengan tergesa-gesa berjalan keluar kamar.
"Mas mau kemana?" Dewi segera mengikuti langkah suaminya.
"Kharisa.....Kharisa....." Teriak Dewa memanggil putrinya, ia membuka kamar Kharisa dengan kasar.
"Mas sabar Mas......Mas mau apa?" Dewi begitu khawatir suaminya bertindak di luar kendali pada putrinya. Kharisa yang tengah berbaring memainkan HPnya langsung bangkit duduk mendengar papanya berteriak memanggilnya, ia terlihat ketakutan.
"Apa ini Hah?.....apa yang telah kamu lakukan Kharisa?" Dewa melempar hasil USG ke hadapan putrinya. Tubuh Kharisa terlihat bergetar, baru kali ini dia melihat papanya marah seperti ini, pipinya langsung basah, ia tidak bisa menahan tangisnya.
"Maafkan Kharis Pah....maafkan Kharis."
"Papa tidak percaya diam-diam kamu telah merusak kehormatanmu sendiri, kamu mau mempermalukan Papa Hah....? Mau merusak harga diri Papa?"
"Maafkan Kharis Pah...." Hanya kalimat itu yang bisa keluar dari mulut Kharisa.
"Siapa laki-laki itu, siapa?" Dewa masih terus emosi, tidak melihat putrinya yang begitu ketakutan.
"Siapa yang telah membuatmu hamil? Jawab?" Bentak Dewa, Dewi tidak bisa berbuat apa-apa, ia tidak bisa meredakan kemarahan suaminya. Kharisa malah mundur menempel ke dinding, masih duduk dibatas tempat tidurnya, tubuhnya gemetar, lidahnya kelu, ia benar-benar takut akan kemarahan papanya. Melihat keadaan putrinya, Dewi segera menghampirinya dan merangkulnya.
"Mas jangan seperti ini, Kharisa ketakutan, biar saya yang jelaskan." ujar Dewi mencoba menenangkan suaminya.
"Begini jadinya kalau terlalu memanjakan anak." Dewa memalingkan wajahnya.
"Mas....Kharisa anak perempuan, beda dengan ketiga kakaknya yang....."
"Sudah...sudah...sekarang jelaskan siapa laki-laki itu...?" Dewa memotong ucapan istrinya.
"Dia kakak kelasnya Kharisa, baru lulus tahun ini, namanya Rafael, kemarin baru berangkat ke Amerika untuk kuliah disana, dia tidak bisa dihubungi, HP nya tidak aktif, Kharisa tidak tau dimana rumahnya." Dewi mencoba menjelaskan yang ia dapatkan dari informasi Kharisa tadi malam.
"Anak siapa dia?" tanya Dewa lagi. Dewi baru sadar ia belum menanyakan ini pada putrinya, semoga Kharisa mengetahuinya.
"Kharis....kamu tau siapa orang tuanya? Nama ayahnya?" Tanya Dewi lembut pada putrinya, Kharisa masih menangis tapi tubuhnya sudah tidak bergetar lagi. Ia terlihat seperti mencoba mengingat-ingat sesuatu.
"Dasar anak ingusan, tidak tau rumahnya, tidak tau orang tuanya, berani berbuat macam-macam." Gumam Dewa, namun terdengar oleh Dewi dan putrinya.
"Ayahnya seorang dokter bedah.....bedah jantung." ucap Kharisa lirih, suaranya terdengar serak.
"Namanya sayang....?" Dewi mengelus kepala putrinya mendorong putrinya mengingat apa yang mungkin diketahui putrinya.
"Dokter Birawan ..... Birawan Hartadi." Untunglah Kharisa ingat nama ayahnya Rafael, Rafael memang perna cerita tentang ayahnya yang seorang dokter bedah jantung, ayahnya sangat menginginan Rafael menjadi dokter juga agar bisa meneruskan karir ayahnya, karena kedua kakak Rafael tidak ada yang berminat menjadi dokter.
"Kamu cari tau dimana rumahnya, kalau sudah ada kita langsung kesana untuk minta pertanggungjawaban mereka." Ujar Dewa pada Dewi, Dewa meninggalkan kamar putrinya.
"Mah...maafkan Kharis ya Mah, Papa jadi marah sama Mama, Karin gak mau hamil Mah, Kharis gak mau punya anak....." ujar Kharisa terisak.
"Sudah....Mama gak apa-apa, Kharis nurut saja sama Mama, jangan membantah, Mama mau telfon Tante Meta dulu, siapa tau dia kenal dokter Birawan, kamu istirahat saja." Dewi meniggalkan putrinya menuju kamarnya dimana HPnya disimpan, tidak terlihat suaminya di kamar, biasanya kalau sedang marah ia akan menghisap cerutunya.
Di dalam kamar, Dewi menghubungi sahabatnya Meta, semoga saja sesama dokter Meta mengenal dr. Birawan.
"Ya Mbak....ada apa? gimana keadaan Kharisa?" Terdengar suara sahabatnya di menjawab telfonnya.
"Kharisa baik Met, yah walau masih belum menerima kehamilannya."
"Mas Dewa gimana? Sudah dikasih tau?"
" Baru saja dikasih tau, dia marah besar Met, Ia menyalahkanku gak becus ngurus anak." Dewi menghela nafasnya.
"Sabar ya Mba...." ujar dr.Meta
"Aku gak apa-apa Met, aku terima, memang ini salahku, aku gak ambil hati ucapan Mas Dewa yang sebenarnya menyakitkan. Oh ya Met, kamu tau dr. Birawan spesialis bedah jantung?" tanya Dewi.
"dr. Birawan? dr.Birawan Hartadi bukan...?" Tanya dr.Meta memastikan.
"Ya, Birawan Hartadi." Jawab Dewi semangat, sepertinya sahabatnya mengenal orang yang dicarinya.
" Memang ada apa Mbak dengan dr. Birawan?" tanya dr.Meta penasaran.
"Kharisa hamil oleh pacarnya, pacarnya kemarin baru berangkat ke Amerika untuk kuliah di sana, sampai sekarang belum bisa dihubungi, kata Kharisa ayahnya dokter bedah jatung, namanya dr. Birawan Hartadi, Mas Dewa mau mendatanginya, mau minta pertanggungjawaban, tapi tidak tau rumahnya. Kamu tau gak Met, kamu kenal dia gak?" jelas Dewi.
" dr.Birawan owner rumah sakit tempatku bekerja Mbak, aku pernah ke rumahnya di daerah Pondok Labu pas acara halal bil halal, tapi aku gak hapal alamat lengkapnya. Tapi kalau mau datang langsung mudah dicarinya kok, dekat Yayasan Al Ikhlas yang ada sekolah SD IT, yang ada masjid besar di depannya, rumahnya sejajar dengan masjid terhalang dua atau tiga rumah kalau gak salah. Rumahnya tertutup pagar tinggi tapi di depannya ada pos securitynya." Dewi benar-benar bersyukur sahabatnya bisa memberikan informasi yang sangat dibutuhkannya.
"Met makasih yah, kamu telah banyak membantuku, entah dengan apa aku bisa membalas kebaikanmu." Sejak masa kuliah dulu Meta memang banyak membantu Dewi, hingga sekarang ternyata Dewi tidak bisa lepas dari bantuan Meta, sahabat terbaiknya.
"Jangan bicara begitu Mbak kita sudah seperti saudara, memang sudah seharusnya saling membantu, dan ini seperti yang kebetulan, aku kenal dr.Birawan ya karena sesama dokter. Jadi Mbak mau ke rumahnya?"
"Iya met, aku mau kasih tau Mas Dewa, tadi bilangnya kalau sudah dapat alamatnya, sekarang juga mau ke sana. Sekali lagi terima kasih ya Met."
"Sama-sama Mba, kalau perlu bantuanku lagi jangan sungkan Mbak."
"Iya Met, saya tutup yah, Assalamuaalaikum...." Dewi pun mengakhiri obrolan dengan sahabatnya di telfon. Dengan sedikit harapan kemarahan suaminya reda, ia mencari keberadaannya untuk memberitahu informasi yang diminta suaminya.
bersambung.....
Maaf slow up yah....🙏🤗
Terima kasih yang sudah mampir dan masih setia menunggu kelanjutan kisah pilu Kharisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
lhah eemaangnya, bukan slh siapa sekarang, semuanya slh
2023-01-22
0
Sri Widjiastuti
oalah nduk nduk palagi rafael pingin jd dokter, Bpk nya dokter... piye to le g paham po gagal paham??
2023-01-22
0
Tien 💕💕
papa Dewa marah nya bikin takut
2021-08-11
0