Cinta Melati Cinta
Azan subuh sudah berkumandang. Ibu Ratih berjalan menuju kamar Melati.
"Nak ..bangun..., sudah azan ..ayo bangun..sholat subuh..."ujar bu Ratih sambil mengusap lembut rambut putri tercintanya.
Melati mengeliat. membuka matanya perlahan, mengerjapkan matanya lalu perlahan bangun dari tempat tidurnya.
"Bangun nduk..ayo sholat," ulang ibu Ratih. Melati mengangguk. Lalu bangkit dari tempat tidurnya dan duduk di samping ibu Ratih.
"Nak..ehm...ibu mau bicara dulu" ujar bu Ratih. Melati menatap wajah ibunya.
"Ada apa buk..?"
"Ibu sudah bicara sama bapakmu, ..kami tak ingin kamu melunasi hutang bapak dengan menerima lamaran pak Harjo. rentenir tua itu. Bapak ingin subuh ini, kamu pergi ke kota...dan meninggalkan desa kita secepatnya. Karena siang ini Pak Harjo akan datang melamar mu."
"Kalo Melati pergi, bagaimana dengan Bapak dan ibu...kalian pasti akan di sengsara kan Pak Harjo, mengingat bapak belum bisa melunasi hutang nya dengan rentenir itu?"jawab Melati khawatir. Bu Ratih menggeleng.
"Sudah nak, kamu tak perlu memikirkan kami, yang penting kamu bisa selamat dari rentenir tua itu."sahutnya dalam. Ada kesedihan yang tak bisa bu Ratih tutupi.
Bagaimanapun dia akan amat sangat merindukan Melati, gadis kecil yang dirawatnya dari bayi, dan kini telah dewasa. Dia tak ingin Melati menanggung beban hidup yang dia alami bersama suaminya. Dia tak ingin Melati menderita.
"Kamu sudah tamat SMA , nak. Dan ibu berharap kamu bisa mencari pekerjaan di kota. ibu akan memberikan alamat teman lama bapakmu di sana. Semoga saja dia bisa mencarikan pekerjaan untukmu.." ujar bu Ratih kemudian.
"Ya sudah..sebaiknya kamu mandi dulu, lalu sholat. Nanti ibu akan berikan alamat teman lama bapak di Jakarta." Ibu Ratih kemudian bangkit dari duduknya. Melati mengangguk. Lalu berjalan keluar kamar menuju kamar mandi.
Bu Ratih keluar kamar Melati, berjalan menuju kamarnya. Mengambil kertas kecil yang disimpannya di lemari pakaiannya. Menyimpan kertas itu kedalam saku dasternya. Lalu berjalan ke dapur , memulai aktifitas masaknya.
"Mel....sarapan dulu nak..!" panggilnya dengan lembut, sambil mempersiapkan sarapan pagi untuk putri dan suaminya. Pak Herman, suami Bu Ratih keluar dari kamarnya.
"Apa Melati sudah siap bu..?" tanya pak Herman pada istrinya. Bu Ratih menatap suaminya. "Lagi siap - siap pak.." sahutnya sambil menyendok kan nasi goreng ke piring, lalu memberikan pada Pak Herman, saat pria tua itu sudah duduk di meja makan.
"Pagi pak..bu.." sapa Melati yang sudah keluar dari kamarnya berjalan ke arah bapak dan ibunya. Kedua orang tua itu menoleh ke arah Melati.
"Pagi nak...ayo sini, sarapan dulu sama bapak dan ibu..." ajak pak Herman.
Melati mengangguk dan duduk di kursi makan di sebelah ibunya.
"Apa kamu sudah siap nak, untuk pergi subuh ini ke Jakarta ?" tanya pak Herman pelan. Melati mengangguk.
"Maafkan kami ya nak, menyuruh kamu pergi dari kami, tapi bapak terpaksa melakukan itu, agar kamu tidak di nikahi bandot tua itu" ujar pak Herman sambil tertunduk sedih.
"Gak papa Pak, Melati ikhlas. Walaupun Melati belum sanggup berpisah dengan Bapak dan Ibu."
Ibu Ratih mengelus lembut punggung tangan Melati, matanya berkaca-kaca. Tak pernah terbayangkan olehnya akan kehilangan putrinya secepat itu.
"Ya sudah, ayo cepat habiskan sarapan mu , setelah itu Bapak antar kamu ke ujung desa, Bapak sudah memesan mobil bus yang akan membawa kamu ke Jakarta,"
"Bu , alamat Tuan Hendrawan apa sudah kamu kasi sama Melati?". tanya pria itu.
"Ini nak, alamat Tuan Hendrawan, nanti pegawainya akan menjemput kamu di terminal bus," ujar bu Ratih sambil memberikan kertas kecil yang diambilnya dari saku daster nya. Melati mengambil kertas itu, dan meletakkannya di saku celana Jeansnya.
Setelah menyelesaikan sarapannya, Melati langsung ke kamarnya. Sebelum mengambil tas yang berisi pakaiannya, Melati menatap ke sekeliling kamarnya, air matanya menetes. Dia tak menyangka akan secepat itu pergi dari desa ini. Dan meninggalkan kamar yang penuh kenangan.
Dulu saat masih kecil Melati selalu menghabiskan waktunya bermain dan belajar di kamar ini. Ada Intan, sahabatnya satu sekolah. Biasanya mereka berdua mengerjakan PR dari sekolah di kamar ini. Berdiskusi mengenai pelajaran di sekolah. Sayang saat ini Intan, putri Pak Rahmat seorang Kepala Desa di Desa Sedayu sudah pergi melanjutkan kuliahnya di Perguruan Tinggi di Bandung. Tapi sebelum pergi, Intan sempat mampir ke rumah Melati.
"Aku pamit ya Mel..aku berharap kamu juga bisa melanjutkan kuliah kamu ke perguruan tinggi," kata Intan sambil meraih tangan sahabat kecilnya itu.
Melati mengangguk, ada anak air tergenang di sudut matanya.
"Hei, jangan nangis..nanti pas liburan kuliah, aku akan pulang, dan kita bisa jalan-jalan bersama lagi. Kamu jangan sedih ya," bujuk Intan kemudian memeluk Melati dan mengusap punggung sahabatnya itu.
"Aku gak tahu Tan.. Apakah aku bisa meneruskan kuliah atau tidak." sahut Melati sedih.
"Sudah jangan sedih..kamu harus optimis. Jangan pesimis begitu ya,". Intan memberi semangat. Melati mengangguk. Intan menghapus air mata sahabatnya. Intan adalah putri semata wayang Pak Rahmat. Itulah kenapa Intan begitu menyayangi Melati, selain anak itu sopan dan ramah tapi juga sudah dianggap adik oleh Intan. Begitu juga sebaliknya dengan Intan. Persahabatan tak akan lekang oleh waktu, begitu kata Intan dulu.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Pio Erianto
bagus ceritanya Thor. semangat ya
2022-08-31
2