" Mel...ini ada uang sedikit untukmu, dan ini nasi bungkus buat kamu makan siang nanti ya nak," ujar bu Ratih sambil memberikan sebuah amplop dan kantung plastik berisi nasi bungkus.
"Terima kasih bu...Mel berangkat dulu. Ibu jaga kesehatan ya...Mel akan pulang menengok ibu, kalo Mel sudah punya cukup uang untuk melunasi hutang bapak ya bu." janji Melati, sambil mengambil bungkusan dari tangan ibunya.
"Iya nak, kamu hati-hati dijalan. Ibu akan selalu mendoakan mu." jawab ibu Ratih sambil memeluk putri kesayangannya.
"Ayo Mel, nanti kita ketinggalan bus..busnya akan lewat di ujung desa, jam segini," kata Pak Herman mengingatkan. Melati menatap bapaknya dan melepaskan pelukannya pada ibu Ratih.
"Assalamualaikum," ucap Melati sambil melangkah ke arah Pak Herman yang sudah duduk di jok motor butut nya.
"Wa'alaikumsalam...Hati- hati ya nak," sahut bu Ratih dengan mata berkaca-kaca.
Melati menaiki motor butut Bapaknya. Melati masih menatap Ibunya sampai motor itu membawa Melati pergi dari pandangan ibu Ratih.
Tak lama kemudian, Melati dan Pak Herman sudah tiba di ujung desa. Ujung desa ini merupakan tempat pelintasan mobil-mobil Bus arah ke Kota Kabupaten. Tapi bus yang akan ditumpangi Melati akan langsung ke Jakarta. Di kota Kabupaten Bus ini akan berhenti untuk mengambil penumpang yang sudah menunggu di loket Bus.
Sebuah Bus berhenti di depan Melati dan Bapaknya.
"Ayo , nak...itu Busnya sudah datang" ajak pak Herman sambil mengambil tas pakaian Melati. Melati beranjak dari tempat duduknya, mengikuti bapaknya yang sedang berbicara dengan kernet bus. Lalu lelaki itu mempersilahkan Melati menaiki mobil bus itu. Melati menatap bapaknya dengan tatapan sendu.
"Pak..maaf kan Melati, karena tidak bisa menolong Bapak. Doakan Mel bisa secepatnya dapat pekerjaan ya Pak.." kata Melati sambil mencium punggung tangan Bapak nya.
Pak Herman mengusap lembut rambut putrinya itu penuh kasih sayang.
"Ya nak, tidak apa-apa..Bapak juga tidak rela kalau kamu yang jadi tumbal dari semua masalah Bapak. Maaf kan Bapak, karena belum bisa membahagiakan kamu." kata pak Herman sedih dengan mata berkaca-kaca.
" Ayo pak..anaknya suruh naik ke mobil, biar kita cepat sampai ke Jakarta," kata kernet bus itu, sambil mengambil tas pakaian Melati. Pak Herman mengangguk, lalu menyuruh Melati masuk ke dalam mobil Bus itu.
Melati menyusutkan air matanya. Dia sangat sedih karena harus berpisah dengan Bapak dan Ibunya.
'Selamat tinggal Pak. Semoga nanti Mel bisa mengangkat harkat dan martabat Bapak dan Ibu' bisik Mel dalam hati.
Selama dalam perjalanan Melati hanya diam, seorang ibu-ibu duduk disampingnya sedang tertidur. Melati mencoba memejamkan matanya. Bayangan wajah Ibu dan Bapaknya, menari - nari di pelupuk matanya. Teringat masa kecil di desa Sedayu, Bapak yang bekerja sebagai petani, dan sisa waktunya di pakai untuk menanam padi sawah milik juragan Karso, orang terkaya di desa Sedayu. Sementara Ibunya, Ibu Ratih adalah ibu rumah tangga yang mengisi waktu luang nya dengan menerima upah menjahit. Dari hasil kerja keras orang tuanya lah Melati bisa sekolah , menamatkan pendidikannya di SMA Negeri 2 Sedayu.
Sebetulnya Melati ingin meneruskan pendidikannya kejenjang perguruan tinggi, tapi dia sadar, bapak dan ibunya tidak mempunyai cukup uang untuk membiayai pendidikannya. Apalagi bapaknya pernah berhutang pada seorang rentenir di desanya. Hutang itu untuk mengobati nenek Melati yang menderita sakit jantung. Bapak dan ibunya tidak punya uang banyak untuk mengobati nenek. Bapak anak semata wayang neneknya. Bapak tidak punya saudara. Kalaupun ada saudara sepupu , mereka semuanya sama susahnya dengan orang tua Melati.
Melati berusaha menghilangkan kesedihan di hatinya, di cobanya berdamai dengan kehidupannya yang penuh penderitaan. Meninggalkan kampung halaman di mana tempat Dia di besarkan. Kebahagian dan kesedihan silih berganti menghiasi dalam keluarga kecilnya. Bapak yang baik, selalu berpikiran luas dan penuh kasih sayang pada Melati dan ibunya. Ibu yang baik yang dengan sabar mendidik dan mengajarkan Melati akan makna kehidupan. Mata Melati berkaca kaca..Melati menyusut air matanya. Berusaha tegar. Semoga keberuntungan hidup akan senantiasa menyapanya.
Kantuk mulai merayapi pelupuk matanya, perlahan matanya terpejam. Melerai kesedihan yang bergelayut di hati. Perpisahan ini membuat hatinya perih. Entah kapan bisa bertemu lagi dengan Bapak dan Ibunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments