"Non..Non Melati," panggil seseorang di depan kamar Melati. Melati yang baru saja habis sholat Magrib, menoleh ke pintu lalu bangkit dari duduknya. Berjalan tergesa masih mengenakan Mukenah.
"Ya..siapa?" teriak Melati sambil membuka pintu. Seorang wanita berdiri di depan pintu, melongok ke dalam kamar Melati. Seakan ingin tahu apa yang di kerjakan gadis itu.
" Siapa ya?" Melati menatap sopan wanita di depannya.
"Saya Wati, asisten rumah tangga disini, "jawabnya sambil mendelik. Melati terkejut. tapi berusaha tenang.
"Oh.., maaf mbak. Saya tidak tahu," Melati menjawab dengan senyum ramah.
"Udah gak usah pakai acara senyam-senyum. Non di tunggu Tuan dan Nyonya untuk makan malam, buruan gak pakai
lama!" perintah Wati sengit. Melati terkejut mendengar suara cempreng Wati. Pembantu di rumah ini.
"Ya mbak, nanti saya ke bawah, saya bereskan dulu alat sholat saya,"
Wati tak memberikan jawaban, hanya matanya saja yang melihat ke dalam kamar, dan dia melihat ada Sajadah yang terbentang di lantai. Akhirnya wanita itu pergi, tanpa memberi jawaban apa- apa. Melati mengusap dadanya, yang sempat berdegub kencang karena kata-kata Asisten Rumah Tangga itu.
"Mana Non Melati?" tanya Mbok Sri saat Wati sudah kembali dari kamar Melati.
"Udah saya panggil Mbok. Dasar anak nya aja yang lelet, kayak putri besar saja,"
"E...ee....kamu..mulutnya gak pernah berubah ya..Coba yang sopan sedikit. Melati itu putri sahabatnya Tuan!" suara Mbok Sri terdengar lantang ,mengingatkan Wati.
"Alah, orang desa aja, sok kemayu. Emang dia siapa.mentang-mentang cantik, udah kayak putri agung saja," sahut Wati sambil pergi meninggalkan Mbok Sri yang sudah sangat geram mendengar jawaban Wati.
" Dasar anak gak pernah diajar sopan. Sembarangan saja sama tamunya Tuan," Mbok Sri kesal sambil geleng-geleng kapala.
Di kamar Melati.
Gadis itu segera melipat sajadah dan mukenah yang terbentang di lantai. Lalu meletakkannya di rak yang terletak di sudut kamarnya. Merapikan jilbabnya kemudian berjalan ke pintu kamar lalu bergegas menuju meja makan, dimana keluarga Tuan Hendrawan sudah menunggunya.
"Ayo sini nak, duduk di samping Mami," ajak seorang wanita cantik yang duduk di samping Tuan Hendrawan.
Melati yakin kalau wanita itu pasti istri Tuan Hendrawan. Melati kemudian mengangguk sopan pada Nyonya Hendrawan. Tapi Melati bingung kenapa dia disuruh duduk di samping Nyonya Hendrawan. Wanita itu membaca keraguan Melati, lalu dengan ramah dia menarik tangan Melati, lalu mengajaknya duduk di samping kursinya. Melati bingung kenapa wanita itu menyuruh dia memanggil Mami, kan dia bukan putrinya?. Tapi Melati tak berani membantah, suka-suka Nyonya Hendrawan saja lah, bisik Melati dalam hati.
"Jangan sungkan Mel..anggap rumah sendiri ya," katanya kemudian.
Lalu para pelayan pun menghidangkan lauk pauk makan malam. Makanan lezat telah terhidang. Nyonya Hendrawan mengajak Melati mulai menikmati makan malamnya.
"Ayo Mel...kamu mau makan apa nanti Mami ambilkan!" tawar Nyonya Hendrawan .
"Yang ini saja, sama sambal," Melati menatap makanan di depannya sambil menunjuk makanan yang dia inginkan.
"Kok cuma sayur? ini ada Bistik daging, rasanya sangat enak..ayo..Mami ambilkan ya?" Nyonya Hendrawan merasa heran lalu mengambil sesendok bistik dan sausnya. Ini bistik daging terenak buatan mbok Sri. Walaupun Mbok Sri seorang kepala pelayan tapi untuk memasak bistik daging, mbok Sri tak pernah memberikannya pada orang lain. Mbok Sri sendiri yang mengolahnya sendiri hingga akhirnya jadi menu favorit keluarga Hendrawan.
Melati mulai menikmati makanannya. Di depannya duduk sorang pria yang bertemu dengannya siang tadi, Reyhan. Putra sulung Tuan Hendrawan. Pria itu tersenyum ramah padanya. Melati pun menyambut senyum Reyhan dengan anggukan penuh hormat. Melati merasa ada yang berbeda dari keluarga ini. Baik dan ramah padanya. Padahal dia bukan siapa-siapa.
"Melati, besok Mas Reyhan akan mengantarkan kamu ke Kampus. Kamu akan meneruskan pendidikan mu di Universitas Abdi Bangsa. Kamu bisa memilih jurusan yang kamu inginkan. " ujar Tuan Hendrawan tiba-tiba. Melati mengangkat wajahnya, lalu menatap Tuan Hendrawan dengan heran. Sungguh dia tidak mengerti mengapa dia harus kuliah di kota ini. Padahal pria ini adalah sahabat bapaknya. Tapi kenapa sampai mau menguliahkan segala, bisik Melati dalam hati.
"Apa tidak merepotkan Tuan Hendrawan? saya tidak mau membebani Tuan dan keluarga, saya bisa bekerja menjadi Asisten Rumah tangga di sini. Biar saya bisa membayar hutang Bapak saya," sahutnya sopan. Dia takut jika menyinggung perasaan Tuan Hendrawan. Tapi baginya lebih baik begitu. Dia tak ingin merepotkan orang lain.
"Sudah..jangan menolak tidak baik.menolak perintah Papi. Apa kamu lupa kalau kamu juga harus memanggil Papi dan Mami kepada kami?" Nyonya Hendrawan berusaha menengahi, tapi tetap saja menyuruhnya untuk kuliah. Melati menatap Tuan Hendrawan, dengan tatapan memastikan. Pria itu mengangguk sambil tersenyum tulus padanya. Melati menatap makanannya yang masih tersisa. Dia bingung, mengapa justru Dia disuruh kuliah disini, bukanya bekerja agar uang terkumpul dan bisa membantu bapak di kampung untuk melunasi hutang nya.
Melati hanya diam, sambil menyendok makanan ke mulutnya. Semua yang ada di meja makan diam, masih menunggu keputusan Melati. Tapi jawaban yang ditunggu adalah setuju. Melati tahu itu.
"Kemaren kamu jadi kan Rey mengantar Melati membeli baju?" Mami Anita mengalihkan tatapannya pada Reyhan putranya.
"Sudah Mi..ke butik langganan Mami di Mall Taman Anggrek," sahutnya sambil menyuap makanan ke mulutnya. Nyonya Anita tersenyum lega, lalu mengalihkan pandangnya pada Melati.
"Besok saat mendaftar kuliah, kamu pakai pakaian yang baru di beli ya Mel, dan kamu bisa memilih fakultas yang kamu inginkan,"
"Iya..Nyonya," sahutnya pelan.
"Mel..kenapa tidak bisa memanggil saya dan suami dengan panggilan Papi dan Mami, apa terlalu berat untukmu?" tanya Nyonya Anita sedih. Melati menatap wanita itu.
"Bukan begitu..hanya saja Mel merasa kenapa begitu di perhatikan dan disayang disini. Padahal, Mel bukan siapa-siapa," sahutnya jujur. Nyonya Anita menarik nafas dalam. Sungguh..dia sedih Melati keberatan memanggilnya Mami..padahal....
"Tapi Mel, mengucapakan terima kasih untuk semua yang diberikan oleh Nyo..eh..Ma.... Mami dan Papi dan Mas Reyhan disini." lanjutnya kemudian.
"Sudah...jangan dirisaukan lagi, ayo teruskan makannya," sela Reyhan sambil menikmati makan malamnya. Menatap Melati dengan lekat..ah andai saja Melati tahu, bisik Reyhan sambil menyuap sepotong anggur ke dalam mulutnya.
Nyonya Anita mengangguk setuju. di ikuti anggukan oleh Tuan Hendrawan Lalu mereka tersenyum. Senyum bahagia tentunya.
Setelah menikmati makan malam yang lezat, semua yang ada di meja makan berjalan keluar, duduk santai di teras belakang. Halaman luas nan asri terbentang di depan mata. Melati mengagumi halaman belakang dari rumah mewah ini. Di depan teras, ada kolam renang berukuran sedang. Seumur Melati, baru ini dia melihat kolam renang. Karena di desa yang ada hanya sungai dengan air yang bening, dan akan keruh jika hari hujan.
"Kamu suka berenang Mel?" tanya Reyhan menatap Melati. Gadis cantik itu mengangguk. Lalu tersenyum padanya.
"Kalo di desa cuma ada sungai Mas, gak ada kolam renang. Biasanya Mel berenang dengan teman-teman sambil mencuci pakaian." Reyhan tersenyum, melihat bahwa kini Melati tidak malu-malu lagi.Tuan Hendrawan dan Nyonya Anita bahagia melihat keduanya, sudah mulai akrab.
" Maaf Nyonya, tadi saya lupa menghidangkan makanan penutup. Ini ada puding buah..silahkan Tuan, Nyonya..". tiba-tiba Mbok Sri sudah berada di teras belakang dengan seorang pelayan yang membawa makanan di kereta dorong makanan.
"Oh...tidak apa-apa mbok Sri..ayo letakkan saja di meja itu. Nanti kami makan," Nyonya Anita tersenyum. Mbok Sri membungkuk hormat sambil menyuruh pelayan menghidangkan makanan di atas meja.
"Melati....Reyhan...ayo makan hidangan penutup...mbok Sri mengantarkan puding buah nih." panggil Nyonya Anita pada Reyhan dan Melati yang asyik ngobrol di depan kolam renang.
"Yuk..Mel..kita makan puding buah dulu...sayang kalo nggak di makan..lebih baik basi di dalam dari pada basi di luar," gurau Reyhan diikuti oleh Melati di belakangnya.Gadis itu terkekeh mendengar gurauan Reyhan.
Keluarga harmonis itu menikmati puding buah buatan Mbok Sri. Mbok Sri memang pintar memasak. Keluarga harmonis itu selalu menyukai setiap menu masakan yang di hidangkan. Mbok Sri sudah bekerja dengan keluarga Hendrawan puluhan tahun. Jadi dia sudah hapal kesukaan masing-masing anggota keluarga ini. Mbok Sri juga seorang yang bijaksana, ramah dan sopan. Dan seluruh anggota keluarga di rumah ini sangat menyukainya. Karena sifatnya yang baik itu, Tuan Hendrawan dan Nyonya Anita mempertahankannya untuk tetap bekerja disini.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments