NovelToon NovelToon

Cinta Melati Cinta

Rencana Bapak

Azan subuh sudah berkumandang. Ibu Ratih berjalan menuju kamar Melati.

"Nak ..bangun..., sudah azan ..ayo bangun..sholat subuh..."ujar bu Ratih sambil mengusap lembut rambut putri tercintanya.

Melati mengeliat. membuka matanya perlahan, mengerjapkan matanya lalu perlahan bangun dari tempat tidurnya.

"Bangun nduk..ayo sholat," ulang ibu Ratih. Melati mengangguk. Lalu bangkit dari tempat tidurnya dan duduk di samping ibu Ratih.

"Nak..ehm...ibu mau bicara dulu" ujar bu Ratih. Melati menatap wajah ibunya.

"Ada apa buk..?"

"Ibu sudah bicara sama bapakmu, ..kami tak ingin kamu melunasi hutang bapak dengan menerima lamaran pak Harjo. rentenir tua itu. Bapak ingin subuh ini, kamu pergi ke kota...dan meninggalkan desa kita secepatnya. Karena siang ini Pak Harjo akan datang melamar mu."

"Kalo Melati pergi, bagaimana dengan Bapak dan ibu...kalian pasti akan di sengsara kan Pak Harjo, mengingat bapak belum bisa melunasi hutang nya dengan rentenir itu?"jawab Melati khawatir. Bu Ratih menggeleng.

"Sudah nak, kamu tak perlu memikirkan kami, yang penting kamu bisa selamat dari rentenir tua itu."sahutnya dalam. Ada kesedihan yang tak bisa bu Ratih tutupi.

Bagaimanapun dia akan amat sangat merindukan Melati, gadis kecil yang dirawatnya dari bayi, dan kini telah dewasa. Dia tak ingin Melati menanggung beban hidup yang dia alami bersama suaminya. Dia tak ingin Melati menderita.

"Kamu sudah tamat SMA , nak. Dan ibu berharap kamu bisa mencari pekerjaan di kota. ibu akan memberikan alamat teman lama bapakmu di sana. Semoga saja dia bisa mencarikan pekerjaan untukmu.." ujar bu Ratih kemudian.

"Ya sudah..sebaiknya kamu mandi dulu, lalu sholat. Nanti ibu akan berikan alamat teman lama bapak di Jakarta." Ibu Ratih kemudian bangkit dari duduknya. Melati mengangguk. Lalu berjalan keluar kamar menuju kamar mandi.

Bu Ratih keluar kamar Melati, berjalan menuju kamarnya. Mengambil kertas kecil yang disimpannya di lemari pakaiannya. Menyimpan kertas itu kedalam saku dasternya. Lalu berjalan ke dapur , memulai aktifitas masaknya.

"Mel....sarapan dulu nak..!" panggilnya dengan lembut, sambil mempersiapkan sarapan pagi untuk putri dan suaminya. Pak Herman, suami Bu Ratih keluar dari kamarnya.

"Apa Melati sudah siap bu..?" tanya pak Herman pada istrinya. Bu Ratih menatap suaminya. "Lagi siap - siap pak.." sahutnya sambil menyendok kan nasi goreng ke piring, lalu memberikan pada Pak Herman, saat pria tua itu sudah duduk di meja makan.

"Pagi pak..bu.." sapa Melati yang sudah keluar dari kamarnya berjalan ke arah bapak dan ibunya. Kedua orang tua itu menoleh ke arah Melati.

"Pagi nak...ayo sini, sarapan dulu sama bapak dan ibu..." ajak pak Herman.

Melati mengangguk dan duduk di kursi makan di sebelah ibunya.

"Apa kamu sudah siap nak, untuk pergi subuh ini ke Jakarta ?" tanya pak Herman pelan. Melati mengangguk.

"Maafkan kami ya nak, menyuruh kamu pergi dari kami, tapi bapak terpaksa melakukan itu, agar kamu tidak di nikahi bandot tua itu" ujar pak Herman sambil tertunduk sedih.

"Gak papa Pak, Melati ikhlas. Walaupun Melati belum sanggup berpisah dengan Bapak dan Ibu."

Ibu Ratih mengelus lembut punggung tangan Melati, matanya berkaca-kaca. Tak pernah terbayangkan olehnya akan kehilangan putrinya secepat itu.

"Ya sudah, ayo cepat habiskan sarapan mu , setelah itu Bapak antar kamu ke ujung desa, Bapak sudah memesan mobil bus yang akan membawa kamu ke Jakarta,"

"Bu , alamat Tuan Hendrawan apa sudah kamu kasi sama Melati?". tanya pria itu.

"Ini nak, alamat Tuan Hendrawan, nanti pegawainya akan menjemput kamu di terminal bus," ujar bu Ratih sambil memberikan kertas kecil yang diambilnya dari saku daster nya. Melati mengambil kertas itu, dan meletakkannya di saku celana Jeansnya.

Setelah menyelesaikan sarapannya, Melati langsung ke kamarnya. Sebelum mengambil tas yang berisi pakaiannya, Melati menatap ke sekeliling kamarnya, air matanya menetes. Dia tak menyangka akan secepat itu pergi dari desa ini. Dan meninggalkan kamar yang penuh kenangan.

Dulu saat masih kecil Melati selalu menghabiskan waktunya bermain dan belajar di kamar ini. Ada Intan, sahabatnya satu sekolah. Biasanya mereka berdua mengerjakan PR dari sekolah di kamar ini. Berdiskusi mengenai pelajaran di sekolah. Sayang saat ini Intan, putri Pak Rahmat seorang Kepala Desa di Desa Sedayu sudah pergi melanjutkan kuliahnya di Perguruan Tinggi di Bandung. Tapi sebelum pergi, Intan sempat mampir ke rumah Melati.

"Aku pamit ya Mel..aku berharap kamu juga bisa melanjutkan kuliah kamu ke perguruan tinggi," kata Intan sambil meraih tangan sahabat kecilnya itu.

Melati mengangguk, ada anak air tergenang di sudut matanya.

"Hei, jangan nangis..nanti pas liburan kuliah, aku akan pulang, dan kita bisa jalan-jalan bersama lagi. Kamu jangan sedih ya," bujuk Intan kemudian memeluk Melati dan mengusap punggung sahabatnya itu.

"Aku gak tahu Tan.. Apakah aku bisa meneruskan kuliah atau tidak." sahut Melati sedih.

"Sudah jangan sedih..kamu harus optimis. Jangan pesimis begitu ya,". Intan memberi semangat. Melati mengangguk. Intan menghapus air mata sahabatnya. Intan adalah putri semata wayang Pak Rahmat. Itulah kenapa Intan begitu menyayangi Melati, selain anak itu sopan dan ramah tapi juga sudah dianggap adik oleh Intan. Begitu juga sebaliknya dengan Intan. Persahabatan tak akan lekang oleh waktu, begitu kata Intan dulu.

*****

Meninggalkan Desa

" Mel...ini ada uang sedikit untukmu, dan ini nasi bungkus buat kamu makan siang nanti ya nak," ujar bu Ratih sambil memberikan sebuah amplop dan kantung plastik berisi nasi bungkus.

"Terima kasih bu...Mel berangkat dulu. Ibu jaga kesehatan ya...Mel akan pulang menengok ibu, kalo Mel sudah punya cukup uang untuk melunasi hutang bapak ya bu." janji Melati, sambil mengambil bungkusan dari tangan ibunya.

"Iya nak, kamu hati-hati dijalan. Ibu akan selalu mendoakan mu." jawab ibu Ratih sambil memeluk putri kesayangannya.

"Ayo Mel, nanti kita ketinggalan bus..busnya akan lewat di ujung desa, jam segini," kata Pak Herman mengingatkan. Melati menatap bapaknya dan melepaskan pelukannya pada ibu Ratih.

"Assalamualaikum," ucap Melati sambil melangkah ke arah Pak Herman yang sudah duduk di jok motor butut nya.

"Wa'alaikumsalam...Hati- hati ya nak," sahut bu Ratih dengan mata berkaca-kaca.

Melati menaiki motor butut Bapaknya. Melati masih menatap Ibunya sampai motor itu membawa Melati pergi dari pandangan ibu Ratih.

Tak lama kemudian, Melati dan Pak Herman sudah tiba di ujung desa. Ujung desa ini merupakan tempat pelintasan mobil-mobil Bus arah ke Kota Kabupaten. Tapi bus yang akan ditumpangi Melati akan langsung ke Jakarta. Di kota Kabupaten Bus ini akan berhenti untuk mengambil penumpang yang sudah menunggu di loket Bus.

Sebuah Bus berhenti di depan Melati dan Bapaknya.

"Ayo , nak...itu Busnya sudah datang" ajak pak Herman sambil mengambil tas pakaian Melati. Melati beranjak dari tempat duduknya, mengikuti bapaknya yang sedang berbicara dengan kernet bus. Lalu lelaki itu mempersilahkan Melati menaiki mobil bus itu. Melati menatap bapaknya dengan tatapan sendu.

"Pak..maaf kan Melati, karena tidak bisa menolong Bapak. Doakan Mel bisa secepatnya dapat pekerjaan ya Pak.." kata Melati sambil mencium punggung tangan Bapak nya.

Pak Herman mengusap lembut rambut putrinya itu penuh kasih sayang.

"Ya nak, tidak apa-apa..Bapak juga tidak rela kalau kamu yang jadi tumbal dari semua masalah Bapak. Maaf kan Bapak, karena belum bisa membahagiakan kamu." kata pak Herman sedih dengan mata berkaca-kaca.

" Ayo pak..anaknya suruh naik ke mobil, biar kita cepat sampai ke Jakarta," kata kernet bus itu, sambil mengambil tas pakaian Melati. Pak Herman mengangguk, lalu menyuruh Melati masuk ke dalam mobil Bus itu.

Melati menyusutkan air matanya. Dia sangat sedih karena harus berpisah dengan Bapak dan Ibunya.

'Selamat tinggal Pak. Semoga nanti Mel bisa mengangkat harkat dan martabat Bapak dan Ibu' bisik Mel dalam hati.

Selama dalam perjalanan Melati hanya diam, seorang ibu-ibu duduk disampingnya sedang tertidur. Melati mencoba memejamkan matanya. Bayangan wajah Ibu dan Bapaknya, menari - nari di pelupuk matanya. Teringat masa kecil di desa Sedayu, Bapak yang bekerja sebagai petani, dan sisa waktunya di pakai untuk menanam padi sawah milik juragan Karso, orang terkaya di desa Sedayu. Sementara Ibunya, Ibu Ratih adalah ibu rumah tangga yang mengisi waktu luang nya dengan menerima upah menjahit. Dari hasil kerja keras orang tuanya lah Melati bisa sekolah , menamatkan pendidikannya di SMA Negeri 2 Sedayu.

Sebetulnya Melati ingin meneruskan pendidikannya kejenjang perguruan tinggi, tapi dia sadar, bapak dan ibunya tidak mempunyai cukup uang untuk membiayai pendidikannya. Apalagi bapaknya pernah berhutang pada seorang rentenir di desanya. Hutang itu untuk mengobati nenek Melati yang menderita sakit jantung. Bapak dan ibunya tidak punya uang banyak untuk mengobati nenek. Bapak anak semata wayang neneknya. Bapak tidak punya saudara. Kalaupun ada saudara sepupu , mereka semuanya sama susahnya dengan orang tua Melati.

Melati berusaha menghilangkan kesedihan di hatinya, di cobanya berdamai dengan kehidupannya yang penuh penderitaan. Meninggalkan kampung halaman di mana tempat Dia di besarkan. Kebahagian dan kesedihan silih berganti menghiasi dalam keluarga kecilnya. Bapak yang baik, selalu berpikiran luas dan penuh kasih sayang pada Melati dan ibunya. Ibu yang baik yang dengan sabar mendidik dan mengajarkan Melati akan makna kehidupan. Mata Melati berkaca kaca..Melati menyusut air matanya. Berusaha tegar. Semoga keberuntungan hidup akan senantiasa menyapanya.

Kantuk mulai merayapi pelupuk matanya, perlahan matanya terpejam. Melerai kesedihan yang bergelayut di hati. Perpisahan ini membuat hatinya perih. Entah kapan bisa bertemu lagi dengan Bapak dan Ibunya.

Bertemu Tuan Hendrawan

"Rambutan...Rambutan.... yang rambutan, sampai disini...!." suara cempreng kernet bus membangunkan tidur pulas Melati. Melati menatap sekelilingnya. Beberapa penumpang telah berdiri sambil membawa bawaan masing-masing. Melati menepuk pelan bahu Ibu yang duduk di sebelahnya.

"Bu..bangun...kita udah sampai !" Ibu itu menggeliat sesaat, lalu membuka matanya. Tampaknya dia nyenyak sekali tidurnya. Melati tersenyum.

"Kita sudah sampai bu, ini terminalnya," ujar Melati . Ibu itu mengangguk .

"Terima kasih ya nak. Kalo tidak kamu bangunkan bisa -bisa ibu ikut kembali ke terminal awal," kata ibu itu tertawa sambil menutup mulutnya, malu. Melati mengangguk sambil tersenyum.

"Ayo ,bu. kita keluar" ajak Melati sambil beranjak dari bangku Bus. Ibu itu mengekor di belakang Melati. Melati melihat sekelilingnya, ramai sekali. Melati berjalan kearah bangku yang diletakan di depan loket-loket bus. Meletakkan tas travel bag nya di bangku sebelahnya, sambil celingukan mencari orang suruhan Tuan Hendrawan yang akan menjemput nya. Seperti pesan ibu dan bapaknya untuk menunggu di halte pemberhentian Bus. Melati mengamati terminal itu dengan teliti, sambil berharap orang yang akan menjemputnya datang. Melati merasa khawatir. Bagaimana kalau suruhan Tuan Hendrawan tidak kunjung datang. Melati melirik kearah jam dipergelangan tangannya. jam sudah menunjukkan pukul 14:00. Melati narik nafas gundah. Dia belum sholat Dzuhur siang ini. Melati berjalan mendekati loket bus yang berada di depannya.

"Mbak..maaf mau tanya..kalau disini Mushola nya dimana ya..saya mau Dzuhur dulu..?" tanya Melati sopan.

"Oh ..Mushola..nanti adik berjalan dari sini ,lurus aja..setelah belok kanan pas tikungan itu, sebelah kiri Mushalanya " jawabnya sambil menunjukkan arah Mushola pada Melati. Melati mengangguk mengerti.

"Makasih mbak..." ujar Melati, dijawab anggukan oleh pegawai loket itu. Melati langsung melangkahkan kakinya ke arah Mushola. Sesampai di Mushola Melati meletakan travel bag nya di sebelahnya, lalu mengambil wudhu. Setelah selesai wudhu , Melati menarik travel bag nya dan membawanya ke dalam mushola. Setelah selesai menunaikan Sholat Zuhur , Melati kembali lagi ke loket tempat dia duduk menunggu tadi. Melati celingukan mencari orang yang akan menjemputnya.

Jam dipergelangan tangan Melati sudah menunjukkan ke pukul 15:00. Melati mendesah gusar. Rasa takut mulai mendera dirinya. Bagaimana kalau dia tidak kunjung dijemput suruhan Tuan Hendrawan?

'Mengapa mereka lama sekali menjemput ku?' bisik Melati dalam hati.

Akhirnya dengan keberanian penuh, Melati memutuskan mencari angkot yang menuju ke kediaman Tuan Hendrawan. Setelah bertanya sana sini sambil menunjukan kertas kecil berisi alamat Tuan Hendrawan , Melati diarahkan seorang kernet angkot untuk naik angkot dengan nomor lambung 34. Melati berjalan mencari angkot nomor 34 itu. Tak lama menunggu , angkot bernomor 34 itu berhenti di depannya. Melati langsung saja naik ke dalam angkot itu. Angkot itu belum terlalu penuh isinya, hanya tiga orang saja. Seorang bapak-bapak dan ibu-ibu dengan anaknya yang berusia kira -kira 6 tahun.

"Bang, kalo alamat ini, saya harus berhenti dimana ya...?" tanya Melati sambil memberikan kertas kecil berisi alamat Tuan Hendrawan.

"Oh..ini...kayaknya..Mbak nanti berhenti di halte bus. Setelah itu mbak naik ojek aja," sahut supir angkot itu sambil memberikan kembali kertas kecil itu pada Melati. Melati mengambil kertas itu kemudian memasukkannya ke saku celana Jeansnya.

"Tapi nanti kasi tau ya bang kalo udah sampai di halte yang Abang maksud," pinta Melati kemudian.

"Ya mbak.." sahut supir angkot itu.

Melati menatap sisi jalanan dengan seksama. Melati takut jika alamat yang tertera di kertas kecil itu terlewatkan.

"Disini, Mbak turunnya. Nanti Mbak naik ojek aja, sampai di alamat yang mbak tuju." sopir angkot menjelaskan sambil menghentikan mobilnya di depan gerbang komplek yang mewah itu.

Gerbang itu memiliki jalan dua sisi untuk 2 mobil. Ada gerbang untuk masuk dan sebelah kanannya gerbang untuk keluar. Melati turun dari mobil angkot itu, sambil menenteng tas pakaiannya. Beberapa saat , Melati kebingungan. Saat Melati celingukan, melihat ke arah dalam komplek mewah itu, Melati merasa tas kecilnya ditarik seseorang. Melati melihat kearah kanan. Dan...benar saja seorang pria tanggung menarik tas selempangnya .

"Jangan...jangan di ambil!" teriak Melati terbata-bata. Rasa takut amat sangat merajai hatinya. Melati tak menyangka akan mengalami hal seburuk ini.

"Jangan banyak bacot lho...awas kalo teriak!" bentak pria itu sambil merampas tas selempang Melati.

"To..tolong..." teriak Melati dengan air mata yang mulai meleleh di sudut matanya. Tas selempang berukuran kecil itu memang tak seberapa harganya, tapi di dalam tas itu ada foto bapak dan ibunya, dan ada uang tiga ratus ribu yang diberikan ibunya saat akan berangkat tadi pagi. Uang itu untuk bekalnya. Bagaimana jika uang itu hilang diambil penjambret itu, sementara dia tidak bertemu dengan tuan Hendrawan.. Mengingat itu Melati semakin terisak. Disini, di Jakarta ini dia tak punya siapa-siapa. Melati menangis pilu.

Setelah berhasil mengambil tas selempang Melati, pria itu langsung mendorong tubuh Melati, hingga Melati jatuh terduduk. Lalu lari menjauh. Tetapi saat pria itu akan berlari di tikungan jalan, sebuah mobil menyenggol penjambret tas selempang Melati. Penjambret itu langsung jatuh terpental. Melati demi melihat kejadian itu cepat berlari mengejar penjambret yang sudah jatuh berguling di aspal jalan. Setelah tiba di tepat kejadian, Melati terkejut, karena pria itu terluka...Melati merasa iba.

Seorang pria berkaca mata hitam keluar dari mobil yang telah menabrak penjambret tadi. Pria itu melepaskan kacamatanya. sambil menatap kearah Melati.

"Mbak kenal sama orang ini?" tanyanya sambil mengarahkan telunjuknya pada pria yang menjambret tasnya. Melati menggeleng.

"Tadi orang ini menjambret tas saya, Mas!" sahut Melati takut.

Pria tampan itu menoleh kearah penjambret tas Melati. Lalu berjalan mendekatinya. Penjambret itu masih terkapar dengan luka di kening dan sikunya.

"Kamu yang jambret tas Mbak itu?" selidik pria yang menabrak penjambret itu.

Pria itu membuka matanya, perlahan menatap Melati yang berdiri jarak 1,5 meter darinya. Melati memeluk tas pakaiannya dengan rona wajah ketakutan. Kecemasan merajai hati Melati. Pria penjambret itu mengangguk lemah, sambil menahan sakit di kening dan sikunya.

Pria penabrak jambret tadi merampas tas Melati. Lalu menyerahkan tas itu kepada Melati.

"Terima kasih Mas," ucap Melati dengan tangan gemetar menyambut tas nya dari pria itu. Pria itu mengangguk, sambil melepaskan senyum menawan pada Melati.

"Saya urus penjambret itu ya Mbak," katanya kemudian. Melati mengangguk.

Pria itu mendekati penjambret tadi. Sambil duduk jongkok di depan penjambret.

"Kamu balik kemana, gimana luka kamu? Saya gak bisa mengantarkan kamu ke rumah sakit, karena kamu yang udah nabrak mobil saya, bukan saya. Ini ada uang sedikit untuk mengobati luka kamu. Jangan pernah menjambret atau mencuri hak orang lain..mengerti!" kata pria itu sambil menyerahkan 3 lembar uang berwarna merah ke tangan penjambret itu.

"Makasih Mas, maafkan saya," kata penjambret sambil mengambil uang ditangan pria itu. Pria itu mengangguk sambil tersenyum.

"Masih bisa jalan kan?"

"Masih Mas..." jawabnya sambil bergerak mencoba berdiri.

Setelah berdiri, penjambret itu langsung berjalan meninggalkan Melati dan pria yang menabraknya. Berjalan dengan tertatih-tatih. Sambil menahan nyeri di kening dan lengannya.

"Mbak nggak papa kan? apa ada yang luka? eh kalo boleh tahu Mbak mau kemana? sepertinya mbak mencari seseorang , cari siapa mbak?" pria itu menatap Melati, setelah penjambret telah hilang di tikungan jalan.

"Saya mau mencari alamat orang yang tinggal di dalam komplek ini " tangan Melati

"Di dalam komplek ini?" tanyanya kemudian. Sambil menatap lekat wajah lugu dan polos Melati.

"Iya...!" sahut Melati takut-takut. Ada rasa cemas dalam hati Melati. Cemas jika ternyata pria ini orang jahat.

"Mungkin bisa saya bantu?"

"Ehm....Mau cari alamat tuan Hendrawan," sahut Melati sambil melihat kertas kecil ditangannya.

"Oh...jadi Mbak ini Melati ya...?" tanya pria tampan itu lagi. Melati mengangguk, heran . Kenapa bisa pria ini tau dengan namanya.

"Maaf ya Mbak..saya yang ditugaskan untuk menjemput Mbak, tapi malah nggak ketemu di terminal tadi,"

"Sebenarnya tadi saya sudah ke terminal, ternyata malah nggak ketemu sama Mbak, maaf ya Mbak ." ucapnya lagi. Dengan wajah penuh sesal. Melati mengangguk, sambil tersenyum.

"Nggak apa-apa Mas."

"Ayo Mbak, mari saya antar, Tuan Hendrawan. sudah menunggu..!"

"Oh ya sampai lupa kenalkan , nama saya Bayu Setiawan," ujarnya mengenalkan dirinya sambil mengulurkan tangannya pada Melati. Melati menyambut tangan Bayu.

Tangan Bayu menggenggam hangat jemari Melati yang lembut dan putih.

"Mari Mbak, masuk ke mobil, saya antar ke Om Hendrawan," ajaknya ramah. Melati mengangguk, mengikuti langkah Bayu ke mobilnya. Sebenarnya Melati agak takut ikut dengan orang asing. Tapi dia memberanikan diri, karena Bayu tahu dengan namanya mengenal alamat yang Ia tuju.

Bayu membuka pintu mobil itu untuk Melati. Melati memasuki mobil mewah itu. Duduk disebelah Bayu.

"Jam berapa Mbak sampai tadi?" Bayu mulai menyalakan mobilnya. Mobil berhenti sebentar, saat akan melewati pos Satpam. Bayu menjalankan mobilnya kembali setelah mendapatkan ini dari petugas pos jaga.

"Jam dua belas saya sampai di terminal Mas, setelah menunggu lima belas menit saya langsung cari angkot , sama tukang angkot saya disuruh berhenti disini untuk naik ojek. Baru mau cari ojek, eh tas saya malah di jambret samo orang tadi. " cerita Melati.

"Maafkan saya ya Mbak, saya telat tadi karena mengantar adik saya dulu ke tempat lesnya, " ujarnya penuh sesal. Melati tersenyum.

"Nggak papa Mas Bayu, kan tadi Mas udah tolong saya juga." Bayu mengangguk, sambil tersenyum.

Mereka memasuki komplek rumah, yang semua rumah di dalam komplek ini mewah dan besar.

Mobil Bayu berhenti di depan sebuah rumah mewah dan besar.

"Mari Mbak, kita turun. Udah nyampe.." ajak Bayu. Melati mengangguk lalu membuka pintu mobil.

"Tasnya mana mbak? biar saya bawakan," tanya Bayu. Melati menunjuk tas ransel sekaligus sebagai travel bag nya. Lalu mengambil tas Melati.

Memasuki rumah mewah itu, Melati merasa jantungnya berdetak kencang. Rasa takut menyelinap di dalam hatinya. Bayu berjalan di sampingnya sambil menenteng tas pakaiannya.

Bayu mengetuk pintu rumah penuh ukiran artistik itu. Tak berapa lama seorang membukakan pintu rumah itu.

"Eh..Mas Bayu, silahkan masuk Mas." pelayan menyambut mereka sambil membuka lebar pintu rumah penuh ukiran itu.

"Makasih Mbak, Om Hendra ada?"

"Ada, nanti saya panggilkan. Mas tunggu dulu ya." kata pelayan itu lagi. Bayu mengangguk sambil berjalan kearah kursi jati yang besar dan mewah.

"Sini, duduk Mel!" Bayu memanggil Melati agar mendekati ke arahnya.

Melati mengangguk sambil berjalan kearah kursi yang diduduki Bayu. Duduk bersebelahan dengan pria tampan itu.

Melati menatap ruangan yang besar dan mewah itu. Seumur hidupnya belum pernah memasuki rumah yang sangat mewah ini. Tak berapa lama seorang pria baya, seumuran dengan ayah Melati masuk ke ruang tamu tempat Melati dan Bayu menunggu. Walaupun sudah berusia 60 tahun ke atas tapi tak mengurangi sisa ketampanan saat ia muda.

"Melati...?" panggil pria itu yang tidak lain adalah Pak Hendrawan.

"Iya pak, saya Melati. Putri bapak Herman." sahutnya pelan. Pak Hendrawan tersenyum.

"Ayo, duduk nak. Kamu pasti capek ya dari desa. Bagaimana keadaan Bapak dan Ibumu? apa mereka sehat-sehat saja?" Hendrawan bertanya seraya menatap lekat wajah gadis itu.

"Alhamdulillah, sehat Pak. Bapak dan ibu titip salam," jawab Melati. Pak Hendrawan mengangguk sambil tersenyum.

"Kalau begitu, Melati istirahat saja, mandi..makan siang. Nanti saja kita ngobrol-ngobrol lagi ya." kata Pak Hendrawan kemudian. Melati mengangguk setuju.

Pak Hendrawan memanggil kepala asisten rumah tangga di rumahnya. Wanita yang tubuh gempal dan berwajah ramah itu menatap Melati sambil tersenyum.

"Sri..ini Melati. kamar yang sudah saya suruh bersihkan sudah siap? ajak Melati ke kamarnya, mau istirahat atau makan siang, bisa kamu tanya sama Melati!" perintah Pak Hendrawan pada Mbok Sri. Mbok Sri mengangguk paham, lalu mengajak Melati beranjak dari ruang tamu menuju ke kamarnya. Yang terletak di lantai dua rumah mewah itu.

"Jangan sungkan - sungkan di sini Non. Sebaiknya Non Melati mandi dulu nanti mbok Sri siapkan makan siang ya, ini kamar Non,"

Melati terpana saat masuk ke dalam kamarnya. Ruangan yang lumayan besar dengan tempat tidur yang sudah di pasang sprei .

"Makasih Mbok..Melati mau mandi dulu, gerah sekali rasanya," ujar Melati di ikuti anggukan oleh mbok Sri.

"Ya sudah, nanti Mbok siapkan makan siang Non ya," ujarnya kemudian.

Setelah mbok Sri meninggalkan Melati sendirian di kamar, Melati segera mengeluarkan pakaian dalam tasnya. Lalu menuju kamar mandi. Melati menatap takjub kamar mandi di kamar nya, bersih rapi dan tersedia perlengkapan mandi.

Di ruang tamu, Bayu masih berbincang dengan Pak Hendrawan.

"Kamu ketemu Melati dimana Bay?" tanya Hendrawan.

"Gerbang komplek Om, kebetulan sekali. Mohon maaf sebelumnya, saya telat menjemput Melati, karena mengantar adik saya dulu ke tempat lesnya. Dan saat akan mengambil fotonya, eh malah ketemu orangnya. Di gerbang komplek dia hampir saja kecopetan, untung pencopetnya menabrak mobil saya, pencopetnya jatuh. Tas Melati langsung saya ambil dari tangan pencopet itu," cerita Bayu .

"Ada-ada saja ya..untung ketemu sama kamu, terima kasih ya," ucap Pak Hendrawan. Bayu mengangguk sambil mengulas senyum manisnya.

"Om..boleh saya tahu kenapa wajah Melati mirip sekali dengan Meli?" tanya Bayu penasaran. Pak Hendrawan agak gelagapan, berusaha menutupi keterkejutannya dengan pertanyaan tiba-tiba dari Bayu. Bayu mencium kegugupan Pak Hendrawan. Tapi akhirnya Bayu mengalihkan pembicaraan.

********

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!