"Rambutan...Rambutan.... yang rambutan, sampai disini...!." suara cempreng kernet bus membangunkan tidur pulas Melati. Melati menatap sekelilingnya. Beberapa penumpang telah berdiri sambil membawa bawaan masing-masing. Melati menepuk pelan bahu Ibu yang duduk di sebelahnya.
"Bu..bangun...kita udah sampai !" Ibu itu menggeliat sesaat, lalu membuka matanya. Tampaknya dia nyenyak sekali tidurnya. Melati tersenyum.
"Kita sudah sampai bu, ini terminalnya," ujar Melati . Ibu itu mengangguk .
"Terima kasih ya nak. Kalo tidak kamu bangunkan bisa -bisa ibu ikut kembali ke terminal awal," kata ibu itu tertawa sambil menutup mulutnya, malu. Melati mengangguk sambil tersenyum.
"Ayo ,bu. kita keluar" ajak Melati sambil beranjak dari bangku Bus. Ibu itu mengekor di belakang Melati. Melati melihat sekelilingnya, ramai sekali. Melati berjalan kearah bangku yang diletakan di depan loket-loket bus. Meletakkan tas travel bag nya di bangku sebelahnya, sambil celingukan mencari orang suruhan Tuan Hendrawan yang akan menjemput nya. Seperti pesan ibu dan bapaknya untuk menunggu di halte pemberhentian Bus. Melati mengamati terminal itu dengan teliti, sambil berharap orang yang akan menjemputnya datang. Melati merasa khawatir. Bagaimana kalau suruhan Tuan Hendrawan tidak kunjung datang. Melati melirik kearah jam dipergelangan tangannya. jam sudah menunjukkan pukul 14:00. Melati narik nafas gundah. Dia belum sholat Dzuhur siang ini. Melati berjalan mendekati loket bus yang berada di depannya.
"Mbak..maaf mau tanya..kalau disini Mushola nya dimana ya..saya mau Dzuhur dulu..?" tanya Melati sopan.
"Oh ..Mushola..nanti adik berjalan dari sini ,lurus aja..setelah belok kanan pas tikungan itu, sebelah kiri Mushalanya " jawabnya sambil menunjukkan arah Mushola pada Melati. Melati mengangguk mengerti.
"Makasih mbak..." ujar Melati, dijawab anggukan oleh pegawai loket itu. Melati langsung melangkahkan kakinya ke arah Mushola. Sesampai di Mushola Melati meletakan travel bag nya di sebelahnya, lalu mengambil wudhu. Setelah selesai wudhu , Melati menarik travel bag nya dan membawanya ke dalam mushola. Setelah selesai menunaikan Sholat Zuhur , Melati kembali lagi ke loket tempat dia duduk menunggu tadi. Melati celingukan mencari orang yang akan menjemputnya.
Jam dipergelangan tangan Melati sudah menunjukkan ke pukul 15:00. Melati mendesah gusar. Rasa takut mulai mendera dirinya. Bagaimana kalau dia tidak kunjung dijemput suruhan Tuan Hendrawan?
'Mengapa mereka lama sekali menjemput ku?' bisik Melati dalam hati.
Akhirnya dengan keberanian penuh, Melati memutuskan mencari angkot yang menuju ke kediaman Tuan Hendrawan. Setelah bertanya sana sini sambil menunjukan kertas kecil berisi alamat Tuan Hendrawan , Melati diarahkan seorang kernet angkot untuk naik angkot dengan nomor lambung 34. Melati berjalan mencari angkot nomor 34 itu. Tak lama menunggu , angkot bernomor 34 itu berhenti di depannya. Melati langsung saja naik ke dalam angkot itu. Angkot itu belum terlalu penuh isinya, hanya tiga orang saja. Seorang bapak-bapak dan ibu-ibu dengan anaknya yang berusia kira -kira 6 tahun.
"Bang, kalo alamat ini, saya harus berhenti dimana ya...?" tanya Melati sambil memberikan kertas kecil berisi alamat Tuan Hendrawan.
"Oh..ini...kayaknya..Mbak nanti berhenti di halte bus. Setelah itu mbak naik ojek aja," sahut supir angkot itu sambil memberikan kembali kertas kecil itu pada Melati. Melati mengambil kertas itu kemudian memasukkannya ke saku celana Jeansnya.
"Tapi nanti kasi tau ya bang kalo udah sampai di halte yang Abang maksud," pinta Melati kemudian.
"Ya mbak.." sahut supir angkot itu.
Melati menatap sisi jalanan dengan seksama. Melati takut jika alamat yang tertera di kertas kecil itu terlewatkan.
"Disini, Mbak turunnya. Nanti Mbak naik ojek aja, sampai di alamat yang mbak tuju." sopir angkot menjelaskan sambil menghentikan mobilnya di depan gerbang komplek yang mewah itu.
Gerbang itu memiliki jalan dua sisi untuk 2 mobil. Ada gerbang untuk masuk dan sebelah kanannya gerbang untuk keluar. Melati turun dari mobil angkot itu, sambil menenteng tas pakaiannya. Beberapa saat , Melati kebingungan. Saat Melati celingukan, melihat ke arah dalam komplek mewah itu, Melati merasa tas kecilnya ditarik seseorang. Melati melihat kearah kanan. Dan...benar saja seorang pria tanggung menarik tas selempangnya .
"Jangan...jangan di ambil!" teriak Melati terbata-bata. Rasa takut amat sangat merajai hatinya. Melati tak menyangka akan mengalami hal seburuk ini.
"Jangan banyak bacot lho...awas kalo teriak!" bentak pria itu sambil merampas tas selempang Melati.
"To..tolong..." teriak Melati dengan air mata yang mulai meleleh di sudut matanya. Tas selempang berukuran kecil itu memang tak seberapa harganya, tapi di dalam tas itu ada foto bapak dan ibunya, dan ada uang tiga ratus ribu yang diberikan ibunya saat akan berangkat tadi pagi. Uang itu untuk bekalnya. Bagaimana jika uang itu hilang diambil penjambret itu, sementara dia tidak bertemu dengan tuan Hendrawan.. Mengingat itu Melati semakin terisak. Disini, di Jakarta ini dia tak punya siapa-siapa. Melati menangis pilu.
Setelah berhasil mengambil tas selempang Melati, pria itu langsung mendorong tubuh Melati, hingga Melati jatuh terduduk. Lalu lari menjauh. Tetapi saat pria itu akan berlari di tikungan jalan, sebuah mobil menyenggol penjambret tas selempang Melati. Penjambret itu langsung jatuh terpental. Melati demi melihat kejadian itu cepat berlari mengejar penjambret yang sudah jatuh berguling di aspal jalan. Setelah tiba di tepat kejadian, Melati terkejut, karena pria itu terluka...Melati merasa iba.
Seorang pria berkaca mata hitam keluar dari mobil yang telah menabrak penjambret tadi. Pria itu melepaskan kacamatanya. sambil menatap kearah Melati.
"Mbak kenal sama orang ini?" tanyanya sambil mengarahkan telunjuknya pada pria yang menjambret tasnya. Melati menggeleng.
"Tadi orang ini menjambret tas saya, Mas!" sahut Melati takut.
Pria tampan itu menoleh kearah penjambret tas Melati. Lalu berjalan mendekatinya. Penjambret itu masih terkapar dengan luka di kening dan sikunya.
"Kamu yang jambret tas Mbak itu?" selidik pria yang menabrak penjambret itu.
Pria itu membuka matanya, perlahan menatap Melati yang berdiri jarak 1,5 meter darinya. Melati memeluk tas pakaiannya dengan rona wajah ketakutan. Kecemasan merajai hati Melati. Pria penjambret itu mengangguk lemah, sambil menahan sakit di kening dan sikunya.
Pria penabrak jambret tadi merampas tas Melati. Lalu menyerahkan tas itu kepada Melati.
"Terima kasih Mas," ucap Melati dengan tangan gemetar menyambut tas nya dari pria itu. Pria itu mengangguk, sambil melepaskan senyum menawan pada Melati.
"Saya urus penjambret itu ya Mbak," katanya kemudian. Melati mengangguk.
Pria itu mendekati penjambret tadi. Sambil duduk jongkok di depan penjambret.
"Kamu balik kemana, gimana luka kamu? Saya gak bisa mengantarkan kamu ke rumah sakit, karena kamu yang udah nabrak mobil saya, bukan saya. Ini ada uang sedikit untuk mengobati luka kamu. Jangan pernah menjambret atau mencuri hak orang lain..mengerti!" kata pria itu sambil menyerahkan 3 lembar uang berwarna merah ke tangan penjambret itu.
"Makasih Mas, maafkan saya," kata penjambret sambil mengambil uang ditangan pria itu. Pria itu mengangguk sambil tersenyum.
"Masih bisa jalan kan?"
"Masih Mas..." jawabnya sambil bergerak mencoba berdiri.
Setelah berdiri, penjambret itu langsung berjalan meninggalkan Melati dan pria yang menabraknya. Berjalan dengan tertatih-tatih. Sambil menahan nyeri di kening dan lengannya.
"Mbak nggak papa kan? apa ada yang luka? eh kalo boleh tahu Mbak mau kemana? sepertinya mbak mencari seseorang , cari siapa mbak?" pria itu menatap Melati, setelah penjambret telah hilang di tikungan jalan.
"Saya mau mencari alamat orang yang tinggal di dalam komplek ini " tangan Melati
"Di dalam komplek ini?" tanyanya kemudian. Sambil menatap lekat wajah lugu dan polos Melati.
"Iya...!" sahut Melati takut-takut. Ada rasa cemas dalam hati Melati. Cemas jika ternyata pria ini orang jahat.
"Mungkin bisa saya bantu?"
"Ehm....Mau cari alamat tuan Hendrawan," sahut Melati sambil melihat kertas kecil ditangannya.
"Oh...jadi Mbak ini Melati ya...?" tanya pria tampan itu lagi. Melati mengangguk, heran . Kenapa bisa pria ini tau dengan namanya.
"Maaf ya Mbak..saya yang ditugaskan untuk menjemput Mbak, tapi malah nggak ketemu di terminal tadi,"
"Sebenarnya tadi saya sudah ke terminal, ternyata malah nggak ketemu sama Mbak, maaf ya Mbak ." ucapnya lagi. Dengan wajah penuh sesal. Melati mengangguk, sambil tersenyum.
"Nggak apa-apa Mas."
"Ayo Mbak, mari saya antar, Tuan Hendrawan. sudah menunggu..!"
"Oh ya sampai lupa kenalkan , nama saya Bayu Setiawan," ujarnya mengenalkan dirinya sambil mengulurkan tangannya pada Melati. Melati menyambut tangan Bayu.
Tangan Bayu menggenggam hangat jemari Melati yang lembut dan putih.
"Mari Mbak, masuk ke mobil, saya antar ke Om Hendrawan," ajaknya ramah. Melati mengangguk, mengikuti langkah Bayu ke mobilnya. Sebenarnya Melati agak takut ikut dengan orang asing. Tapi dia memberanikan diri, karena Bayu tahu dengan namanya mengenal alamat yang Ia tuju.
Bayu membuka pintu mobil itu untuk Melati. Melati memasuki mobil mewah itu. Duduk disebelah Bayu.
"Jam berapa Mbak sampai tadi?" Bayu mulai menyalakan mobilnya. Mobil berhenti sebentar, saat akan melewati pos Satpam. Bayu menjalankan mobilnya kembali setelah mendapatkan ini dari petugas pos jaga.
"Jam dua belas saya sampai di terminal Mas, setelah menunggu lima belas menit saya langsung cari angkot , sama tukang angkot saya disuruh berhenti disini untuk naik ojek. Baru mau cari ojek, eh tas saya malah di jambret samo orang tadi. " cerita Melati.
"Maafkan saya ya Mbak, saya telat tadi karena mengantar adik saya dulu ke tempat lesnya, " ujarnya penuh sesal. Melati tersenyum.
"Nggak papa Mas Bayu, kan tadi Mas udah tolong saya juga." Bayu mengangguk, sambil tersenyum.
Mereka memasuki komplek rumah, yang semua rumah di dalam komplek ini mewah dan besar.
Mobil Bayu berhenti di depan sebuah rumah mewah dan besar.
"Mari Mbak, kita turun. Udah nyampe.." ajak Bayu. Melati mengangguk lalu membuka pintu mobil.
"Tasnya mana mbak? biar saya bawakan," tanya Bayu. Melati menunjuk tas ransel sekaligus sebagai travel bag nya. Lalu mengambil tas Melati.
Memasuki rumah mewah itu, Melati merasa jantungnya berdetak kencang. Rasa takut menyelinap di dalam hatinya. Bayu berjalan di sampingnya sambil menenteng tas pakaiannya.
Bayu mengetuk pintu rumah penuh ukiran artistik itu. Tak berapa lama seorang membukakan pintu rumah itu.
"Eh..Mas Bayu, silahkan masuk Mas." pelayan menyambut mereka sambil membuka lebar pintu rumah penuh ukiran itu.
"Makasih Mbak, Om Hendra ada?"
"Ada, nanti saya panggilkan. Mas tunggu dulu ya." kata pelayan itu lagi. Bayu mengangguk sambil berjalan kearah kursi jati yang besar dan mewah.
"Sini, duduk Mel!" Bayu memanggil Melati agar mendekati ke arahnya.
Melati mengangguk sambil berjalan kearah kursi yang diduduki Bayu. Duduk bersebelahan dengan pria tampan itu.
Melati menatap ruangan yang besar dan mewah itu. Seumur hidupnya belum pernah memasuki rumah yang sangat mewah ini. Tak berapa lama seorang pria baya, seumuran dengan ayah Melati masuk ke ruang tamu tempat Melati dan Bayu menunggu. Walaupun sudah berusia 60 tahun ke atas tapi tak mengurangi sisa ketampanan saat ia muda.
"Melati...?" panggil pria itu yang tidak lain adalah Pak Hendrawan.
"Iya pak, saya Melati. Putri bapak Herman." sahutnya pelan. Pak Hendrawan tersenyum.
"Ayo, duduk nak. Kamu pasti capek ya dari desa. Bagaimana keadaan Bapak dan Ibumu? apa mereka sehat-sehat saja?" Hendrawan bertanya seraya menatap lekat wajah gadis itu.
"Alhamdulillah, sehat Pak. Bapak dan ibu titip salam," jawab Melati. Pak Hendrawan mengangguk sambil tersenyum.
"Kalau begitu, Melati istirahat saja, mandi..makan siang. Nanti saja kita ngobrol-ngobrol lagi ya." kata Pak Hendrawan kemudian. Melati mengangguk setuju.
Pak Hendrawan memanggil kepala asisten rumah tangga di rumahnya. Wanita yang tubuh gempal dan berwajah ramah itu menatap Melati sambil tersenyum.
"Sri..ini Melati. kamar yang sudah saya suruh bersihkan sudah siap? ajak Melati ke kamarnya, mau istirahat atau makan siang, bisa kamu tanya sama Melati!" perintah Pak Hendrawan pada Mbok Sri. Mbok Sri mengangguk paham, lalu mengajak Melati beranjak dari ruang tamu menuju ke kamarnya. Yang terletak di lantai dua rumah mewah itu.
"Jangan sungkan - sungkan di sini Non. Sebaiknya Non Melati mandi dulu nanti mbok Sri siapkan makan siang ya, ini kamar Non,"
Melati terpana saat masuk ke dalam kamarnya. Ruangan yang lumayan besar dengan tempat tidur yang sudah di pasang sprei .
"Makasih Mbok..Melati mau mandi dulu, gerah sekali rasanya," ujar Melati di ikuti anggukan oleh mbok Sri.
"Ya sudah, nanti Mbok siapkan makan siang Non ya," ujarnya kemudian.
Setelah mbok Sri meninggalkan Melati sendirian di kamar, Melati segera mengeluarkan pakaian dalam tasnya. Lalu menuju kamar mandi. Melati menatap takjub kamar mandi di kamar nya, bersih rapi dan tersedia perlengkapan mandi.
Di ruang tamu, Bayu masih berbincang dengan Pak Hendrawan.
"Kamu ketemu Melati dimana Bay?" tanya Hendrawan.
"Gerbang komplek Om, kebetulan sekali. Mohon maaf sebelumnya, saya telat menjemput Melati, karena mengantar adik saya dulu ke tempat lesnya. Dan saat akan mengambil fotonya, eh malah ketemu orangnya. Di gerbang komplek dia hampir saja kecopetan, untung pencopetnya menabrak mobil saya, pencopetnya jatuh. Tas Melati langsung saya ambil dari tangan pencopet itu," cerita Bayu .
"Ada-ada saja ya..untung ketemu sama kamu, terima kasih ya," ucap Pak Hendrawan. Bayu mengangguk sambil mengulas senyum manisnya.
"Om..boleh saya tahu kenapa wajah Melati mirip sekali dengan Meli?" tanya Bayu penasaran. Pak Hendrawan agak gelagapan, berusaha menutupi keterkejutannya dengan pertanyaan tiba-tiba dari Bayu. Bayu mencium kegugupan Pak Hendrawan. Tapi akhirnya Bayu mengalihkan pembicaraan.
********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments