Kuakhiri Nestapa Kami

Kuakhiri Nestapa Kami

Prolog

Seorang wanita dengan perlahan mendekati ranjang yang di atasnya ada dua putrinya yang tengah tertidur pulas. Saat sudah dekat, ia mengangkat bantal yang dibawanya. Sejenak ia pandangi wajah-wajah lugu kedua anaknya. Meskipun ada rasa tidak tega, namun ia berusaha menepis semua itu, ia pun terlebih dahulu membekap wajah anak pertamanya. Saat anaknya sudah terbekap, mata wanita itu terpejam dan menangis. Ia bergumam dalam hati, “Maafkan Ibu ya Nina.”

Nina pun meronta. Berusaha melepaskan bekapan itu. Tenaganya kecilnya, tak mampu melawan bekapan kuat ibunya. Akhirnya, Nina pun menyerah. Ia kehabisan napas. Dan akhirnya meninggal.

Merasa tak ada rontaan lagi, wanita itu mengangkat bantal yang membekap. Untuk memastikan anaknya sudah tak bernyawa, ia lalu mendekatkan telunjuknya ke hidung. Benar. Sudah tak terasa hembusan napas lagi.

Perempuan itu lalu menangis. Hatinya sakit seperti disayat-sayat. Air matanya yang jatuh kemudian membasahi dahi Nina. Dengan perlahan, ia membelai rambut anaknya. Ada rasa sayang yang tumbuh belakangan ini. Namun, beban hidup yang terus mendera sepertinya sudah membuatnya hilang akal. Dalam sekejap ia hilangkan nyawa putrinya.

“Selamat jalan sayang. Sebentar lagi Ibu juga akan membebaskan Nani dari derita hidup ini. Agar kalian hidup tenang di alam keabadian,” kata wanita itu dengan tatapan kosong.

Seperti yang dikatakannya, dia langsung menghampiri satu lagi anaknya. Sepertinya, anak yang bernama Nani itu tak sadar dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Kabar buruknya, diapun akan merasakan hal yang sama.

Tanpa berlama-lama, ia membekap sekuat tenaga, tak peduli pada Nani yang juga meronta. Baginya tak ada pilihan lain untuk mengakhiri semua masalah hidupnya. Dengan membunuh anak-anaknya, ia anggap sebagai jalan keluar.

Lama juga Nani meronta. Namun pada akhirnya, ia pun menyerah. Rontaannya melemah dan Nani pun menyusul Nina.

Wanita itu pun tahu anaknya sudah mati. Ketika ia telah selesai membunuh satu per satu putrinya. Ia menangis histeris. Terkulai lemah di sudut ranjang.

“Anak-anakku tenanglah kau di alam sana. Sebentar lagi Ibupun akan menyusul kalian.”

Matanya kemudian mengarah pada pisau yang tergeletak di samping buah apel. Dua jam yang lalu, separuh buah tersebut sudah dimakan kedua putrinya. Tak disangka, buah apel merah yang diidamkan bertahun-tahun, menjadi nikmat terakhir bagi mereka.

Pisau itu kini digenggamnya. Air mukanya yang lusuh menggambarkan keputus asaannya. Kemudian ia berbaring di antara kedua putrinya. Memejamkan mata. Lalu, ia menempelkan mata pisau di urat nadinya.

“Anak-anakku, sebentar lagi Ibu akan menyusulmu,” bisik wanita itu. Tanpa ragu, ia mengiris urat nadinya.

Darahnya memancar dari pergelangan tangan. Wanita itu pun tewas. Sprei putih berubah jadi merah karena darah. Dalam sekejap kamar apartemen yang mereka tinggali menjadi tempat pembunuhan dan bunuh diri yang mengerikan.

...*****...

Sepuluh tahun sebelum peristiwa itu terjadi.

Dari dalam garasi, mobil sedan hitam berjalan mundur lalu berhenti di teras. Lalu seorang pria paruh baya keluar, menghampiri gadis berseragam putih abu-abu yang tengah memasukkan satu kakinya ke dalam sepatu.

“Non Mila, mobil sudah siap. Apa mau berangkat sekarang?”

Gadis SMA yang bernama Mila itu mendongak ke arah sopir. Dia mengerakkan bola matanya ke atas dan ke bawah, melihat sopirnya dengan sinis.

“Mana gue tahu. Pak Diman tanya aja sana sama ayah,” jawab Mila dengan ketus.

Sikap Mila memang sering begitu pada seisi rumah. Untungnya Pak Diman dapat memaklumi dan tak mau ambil hati. Sebagai orang yang bekerja puluhan tahun, beliau sudah terbiasa menghadapi sikap judes anak juragannya itu.

“Mila, kamu nggak boleh kayak gitu!” tegur seorang lelaki tua berambut kelimis yang tiba-tiba keluar setelah mendengar ucapan ketus putrinya. “Ayah denger dari dalam kau menjawab begitu ketusnya pertanyaan Pak Kardiman. Cepat minta maaf pada beliau!”

Pria tua yang rambutnya sudah memutih itu dengan tegas menyuruh putrinya. Beliau tak mau kalau orang lain menilai keluarganya sebagai keluarga yang tak punya adab.

Apa boleh buat Mila tak dapat menyangkal perintah ayah. Dengan malas, ia mengulurkan tangannya meminta maaf pada Pak Diman.

“Maafin Mila, Pak Diman.”

Dengan legawa Pak Diman memaafkan anak majikannya itu. Walaupun masih ada sakit hati tapi ia berusaha memaafkan. Apalagi orang tua Mila sudah banyak berbuat baik pada dirinya. Meski kerap kali diperlakukan tidak menyenangkan oleh Mila, sopir tua itu berusaha berlapang dada.

“Pak Diman, ayo berangkat. Tapi kali ini kita ke sekolah Mila dulu ya. Soalnya saya mau ngambil surat kelulusannya.”

“Baik, Pak.”

Mendengar perintah majikannya, Pak Diman langsung membukakan pintu mobil dan mempersilahkan majikan dan putrinya masuk. Mila masuk mobil setelah ayahnya masuk. Dengan wajah yang murung, ia membanting tubuhnya di kursi. Melihat Mila seperti itu, sang ayah hanya berdecak dan menggelengkan kepala. Pandangannya kini dibuang ke luar mobil. Untuk beberapa saat suasana dalam mobil menjadi senyap.

Mata Pak Diman melirik spion tengah. Di belakang antara ayah dan anak terlihat masih bersitegang. Putri majikannya masih kesal. Wajahnya ditekuk, bibir manyun, dan tangan bersidekap. Gadis itu mengerlingkan mata membuang pandangannya juga.

Melihat itu, Pak Diman merasa perlu mencairkan suasana.

“Nggak kerasa, Non Mila sudah lulus SMA aja ya, Pak Satria?” tanya Pak Diman sambil memutar stir untuk membelokkan mobil.

Namun, perkataan Pak Kardiman tak direspon Pak Satria. Sepertinya majikannya itu enggan berkomentar banyak mengenai putrinya. Masih kesal dengan sikap putrinya tadi.

Melihat situasi ini, Pak Diman tak menyerah. Kali ini beliau berusaha mengajak Non Mila bicara.

“Non Mila setelah lulus rencananya mau kuliah dimana?” tanya Pak Diman sambil melihat Mila dari spion.

Kalimat tanya yang diucapkan Pak Diman malah direspon dengan lirikan tajam, setajam pisau.

“Kenapa elu tanya-tanya? Ini bukan urusan elu. Udah elu nyetir-nyetir aja!”

Mendengar nada sumbang putrinya, emosi Pak Satria kembali naik. Pria itu membentak Mila lagi.

“Mila kurang ajar kamu ya. Ditanya malah jawabnya nggak sopan!”

Tangan Pak Satria yang hendak menampar putrinya, langsung dicegah Pak Diman dengan tiba-tiba menginjak rem. Sehingga badan keduanya terhempas. Tangan Pak Satria yang tadinya akan menampar, beliau gunakan untuk menahan agar tidak membentur sandaran kursi di depannnya.

“Sudah berapa kali ayah ngomong. Kamu jangan kurang ajar sama orang yang lebih tua,” omel Pak Satria lagi.

Namun, omelan sang ayah tak dipedulikan Mila sama sekali. Perasaanya ingin cepat-cepat keluar dari mobil.

“Hey Pak Diman, cepat buka pintu mobilnya sekarang. Aku mau keluar dari mobil yang rasanya makin panas ini. Aku muak mendengar ocehan Ayah!” seru Mila sambil berusaha membuka pintu mobil.

“Jangan turun, Non. Sekolah Non Mila 'kan masih jauh,” cegah Pak Diman.

“Udah nggak apa-apa. Peduli apa kalian!”

Tangan Mila memukul punggung kursi mobilnya. Lama-lama ia emosi dengan Pak Diman yang tidak mau membukakan pintu mobilnya.

“Cepat buka, Pak Diman! Lama banget sih!” bentak Mila.

Dan ... Plaakk!

Bentakan Mila itu membuat tangan Pak Satria melayang begitu saja. Mendarat keras ke wajah anak gadisnya. Sayang, Pak Kardiman tak mampu mencegah majikannya agar tak melakukan itu.

“Dasar anak kurang ajar!”

Pak Satria tak dapat menahan emosinya lagi. Suasana dalam mobil jadi makin menegangkan.

“Jadi gini, seorang wakil rakyat suka memperlakukan anaknya dengan kasar?” Mila menyolot. Dengan berani matanya melototi sang ayah. “Aku akan bilang ke semua orang, agar orang semacam ayah tak layak jadi wakil rakyat.”

“Tutup mulutmu!”

Perkataan Mila tadi makin menyulut emosi Pak Satria. Dan sekali menampar putrinya. Plaaakk.

Merasa suasana di dalam mobil tidak terkendali. Pertengkaran antara ayah dan anak yang tak bisa dihentikan. Pak Diman terpaksa membuka pintu mobil.

Begitu terbuka, Mila segera keluar dari Mobil. Berlari sambil menutup bagian wajahnya yang kena tampar. Sembari berlari ia menangis.

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Elena Sirregar

Elena Sirregar

maaf dari awal cerita aja aku dah tak sreq, membunuh terus bunuh diri itu di langgar dalam agama

2023-08-01

0

★Merepotkan~

★Merepotkan~

OKE LIKE SUDAH MASUK😎🙏... JANGAN LUPA MAMPIR DI NOVELKU JUGA THOR, YANG [PELAYAN RAJA IBLIS] SOALNYA YANG SATU LAGI UDAH GAK KU LANJUTKAN✌️

Semoga kita dapat saling mendukung satu sama lain🌴

Kritik: Ceritanya sih sudah lumayan bagus Thor, yang Thor butuhkan hanyalah teknik penulisan yang lebih bagus dan pemakaian tanda baca yang tepat, lalu kalo bisa paragraf nya agak di pendekkan biar enak di baca...

2021-03-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!