Bab 3

Mila berjalan dengan mata tertutupi kain hitam. Sebelum masuk kafe, Andre sengaja memasangnya agar Mila tak tahu kejutan yang akan diberikan. Pria itu menggandeng perlahan tangan Mila.  Membawa ke suatu tempat yang telah disiapkan.

Tak beberapa lama melangkah, Andre meminta berhenti.

“Kamu sebenarnya mau ngasih kejutan apa sih, Ndre?” Hati Mila diliputi penasaran.

Andre tersenyum geli. Seakan puas membuat Mila penasaran.

“Sabar bentar lagi kau juga akan tahu. Ini biar aku buka dulu penutup matanya.”

Penutup mata pun dibuka. Saat telah terbuka, Mila mengusap matanya, mengerjap seraya memperjelas pandangan. Saat semua telah jelas apa yang ada di hadapannya, betapa terkejutnya dia. Sungguh kejutan yang mengagumkan. Masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya, gadis itu melebarkan mata agar percaya bahwa itu nyata. Benar. Kejutan ini memang nyata. Makan malam nan romantis telah dipersiapkan Andre.

“Apa kamu yang nyiapin ini semua, Ndre?”

Andre mengangguk dan mengembangkan senyum. Dengan anggukan itu, Mila jadi terharu. Refleks, dia memeluk Andre.

“Kamu so sweet banget sih,” puji Mila sembari mendongak, memandangi Andre. Dengan tangan tetap melingkar ke pinggangnya.

“Iya dong buat orang spesial, makan malamnya harus spesial juga." Tangan Andre menyubit gemas dagu Mila. Lalu dia pun menggandeng Mila menghampiri meja makan. Dan sesampainya di meja kayu berbentuk bundar itu, Mila dipersilahkan duduk. Malam ini ia sungguh diperlakukan layaknya putri. “Silahkan duduk tuan putri.”

Di atas meja sudah terlihat lilin dan vas  dengan beberapa bunga mawar yang cantik mengisinya.

Betapa Mila sangat tersanjung. Dengan telapak tangannya, ia menutupi mulut sendiri yang menganga takjub. Pelan-pelan gadis itu menduduki kursi putih bermodel elegan. Setelah gadis idamannya duduk, Andre baru menduduki kursi satunya lagi di seberang meja agar ia bisa berhadapan dengan Mila.

“Andre kamu tahu nggak. Ini kayak mimpi,” gumam Mila matanya membelalak.

Andre tersenyum. “Apa kau suka?”

Mila mengangguk. Wajahnya berbinar. Pandangannya lalu beredar pada deretan lilin yang menghiasi tepian. Begitu indah dipandang mata. Kilatan cahaya api lilin seolah bersambung mengitari tempatnya. Ditambah suara gemericik air terjun yang tak jauh dari tempatnya makan malam. Semerbak bau menyegarkan air terjun itu begitu melegakan dada.

Saat Mila sedang menikmati keindahan di sekelilingnya, Andre menepuk tangan dua kali. Tak lama kemudian, dua pelayan datang menghampiri. Satu pelayan membawakan dua piring steak dan dua gelas kosong yang sengaja diletakkan terbalik di atas satu nampan. Sedang satu pelayan lagi, membawa sampanye.

Pelayan yang membawa makanan kemudian meletakkan piring-piring steak itu di hadapan Mila dan Andre lengkap dengan garpu dan pisau. Tak lupa, dua gelas tadi juga diletakkan di samping benda-benda itu. Gelas-gelas itu menanti tuangan dari sampanye yang dibawa pelayan lainnya.

Pelayan itu dengan elegan menuangkan sampanye anggur ke gelas Andre dan Mila.

“Selamat menikmati,” kata dua pelayan itu dengan ramah.

“Ayo kita bersulang,” ajak Andre begitu pelayan-pelayan pergi. Tangannya mengangkat gelas berisi sampanye itu.

Dengan senang hati, Mila pun menyambutnya. Mereka bersulang lalu bersama-sama meminumnya.

Sembari meletakkan gelas, Andre memandangi Mila yang terlihat cantik malam ini. Gadis itu tersipu saat Andre memandanginya. Sungguh tatapan yang melelehkan hati.

Lama-lama, Andre pun tak kuat menahan perasaan yang selama ini disimpannya. Tangan Mila kemudian digenggamnya.

“Mil, tahukah kamu, kenapa aku siapin semua ini?”

Dengan tersipu, Mila mendongakkan wajahnya. Menggeleng pelan, pura-pura tidak tahu. Padahal dia sudah mengerti maksud perkataan Andre. Wanita seperti Mila, tak mungkin tak tahu maksud pria yang sudah jatuh cinta itu. Apalagi sampai membuat acara makan malam yang seromantis ini.

“Aku mengajakmu ke sini karena aku hendak mengatakan hal yang selama ini membuat tidurku tak nyenyak, makan tak enak, dan kerja pun tak nyaman.”

“Hal apa itu, Ndre? Kenapa mendadak kau jadi puitis gini?” pancing Mila karena ingin segera mendengar Andre mengucap kata cinta.

“Hal itu adalah cinta,” jawab Andre setengah berbisik. Kini tangannya memegang tangan Mila lebih erat lalu menciumnya. “Sungguh aku mencintaimu, Mila.”

Mendengar pernyataan itu, hati Mila bersorak. Rasanya dia ingin loncat kegirangan. Namun itu tak mungkin dilakukan. Dia harus tetap terlihat anggun di depan Andre. Menjaga citra diri.

“Apakah kau mau menerimaku jadi pacarmu, Mil?”

Tanpa pikir panjang, Mila mengangguk. Memberi jawaban dari pernyataan cinta yang sudah ditunggu-tunggunya selama ini.

Dan tanpa dikira sebelumnya, begitu Mila menerima cintanya, Andre langsung berdiri. Meluapkan rasa senangnya. Gadis yang dalam waktu singkat berhasil membuatnya jatuh cinta, ternyata membalas cintanya.

“Yes, akhirnya Mila menerima cintaku.”

Melihat tingkah konyol Andre itu, Mila hanya cekikikan. Lalu mengamati di sekitarnya. Untung saja tidak ada seorang pun melihat Andre yang tengah kegirangan.

...*****...

Hari ini bersama Andre, Mila menunjukan jalan menuju rumahnya. Hanya setengah jam perjalanan menggunakan mobil, mereka pun sampai.

“Nah ini dia rumahku, Ndre,” kata Mila lalu bergegas turun dari mobil.

Andre melongok. Dengan telunjuk, dia menurunkan kaca mata hitamnya. Matanya terbelalak begitu melihat rumah megah di balik pintu gerbang yang menjulang tinggi. Berdecak kagum sampai menggelengkan kepala melihat kemegahan rumah Mila. Jadi gadis yang ia pacari sekarang adalah anak orang kaya.

Merasa tak ada respon dari perkataannya, Mila kemudian melirik kekasihnya itu. Ia melihat Andre seperti orang kena sihir.

“Woy, jangan bengong dong, Beb,” tegur Mila sambil melambaikan tangannya tepat depan mata kekasihnya yang sontak membuat Andre tersadar dari rasa takjubnya.

“Sorry. Sorry. Aku nggak nanggepin omongan kamu. Sebab rumahmu keren banget, Mil,” gumam Andre. Patut diakui, Mila adalah wanita paling kaya dari sekian wanita yang pernah ia pacari.

“Nggak usah muji berlebihan. Yuk masuk biar aku kenalin kamu ke ortu aku. Mumpung bokap lagi libur,” ajak Mila. Mereka keluar dari mobil saat sudah memasuki pelataran rumahnya.

Dengan erat, mereka bergandengan tangan. Gadis itu mengiringi Andre menuju teras rumah. Di hatinya sangat berharap kedua orang tuanya akan senang kalau dirinya pulang membawa kekasih.

Begitu sampai di depan pintu, telunjuk Mila menekan bel. Tak lama kemudian, pintu pun terbuka. Begitu daun pintu terbuka semakin lebar, ternyata mereka langsung disambut oleh Pak Satria. Sebenarnya Mila takut kalau berhadapan langsung dengan ayahnya seperti ini. Namun, demi bisa mengenalkan Andre, ia coba mengalahkan rasa takut itu. Sejak dari kontrakan tadi, dia sudah mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan ayah.

"Halo, Ayah. Apa kabar?" sapa Mila dengan sumringah. Diikuti Andre yang membungkuk seraya memberi hormat.

"Halo Om."

Namun sayangnya, sikap sopan mereka dibalas dengan sikap dingin dan raut wajah yang tidak bersahabat. Sapaan hangat mereka malah dibalas dengan ucapan kasar Pak Satria. "Mau apa kalian ke sini? Masih ingat rumah kamu, Mil?"

Wajah Pak Satria merah padam. Maklum saja, putrinya itu baru pulang setelah dua bulan minggat dari rumah. Dan kini dia seenaknya pulang membawa laki-laki.

Bentakan ayah langsung membuat emosi Mila naik.

“Apa-apaan sih ayah ini. Ayah tidak pernah berubah ya?” Gadis itu menimpali teguran ayahnya. "Padahal Mila datang ke sini hendak mengenalkan calon suami Mila."

Akan tetapi, pertengkaran ini benar-benar dimanfaatkan Andre untuk berpura-pura baik di depan ayahnya Mila.

“Hus, Mil. Jangan begitu sama orang tua!” Tanpa ragu Andre menegur Mila. Di depan Pak Satria, laki-laki itu berusaha menampilkan sikap sopannya terhadap orang tua. Kemudian Andre mengajak Pak Satria bersalaman. Meskipun sebenarnya, ia tak suka menghormati orang tua Mila itu.

“Perkenalkan, Om. Nama saya Andre.”

Melihat Andre mengajak bersalaman, cepat-cepat Pak Satria menyembunyikan tangannya sembari membuang muka. Ekor matanya melirik Andre dengan sinis.

“Saya tidak peduli siapa kamu,” kata Pak Satria tanpa basa-basi. Matanya melotot dan berkacak pinggang. Kemudian pandangan beliau berpindah pada Mila. “Mila, lebih baik sekarang kamu masuk.”

Ditangkapnya pergelangan tangan Mila. Anak gadisnya itu lantas diseret ke dalam rumah.

“Yah apaan sih, Yah. Jangan kasar dong. Lepasin aku, Yah,” jerit Mila sembari meronta agar cengkraman tangan ayahnya lepas.

“Ayo masuk!” Pak Satria terus menyeret putrinya.

Dengan sekuat tenaga Mila menahan. Menolak masuk rumah. Tak mau meninggalkan Andre sendirian. Tapi tenaganya kalah dengan tarikan sang ayah.

“Ndre tolongin aku dong,” pinta Mila.

Sebagai kekasih, dengan sigap Andre menahan tangan Mila yang sedang berpegangan erat pada daun pintu. Tapi tenaga Andre juga kalah dengan tarikan Pak Satria yang lebih kuat menyeretnya hingga Mila berhasil dibawa masuk. Kemudian beliau langsung menutup pintu dan menguncinya. Tak peduli dengan Andre yang masih di luar.

“Om, jangan begitu sama Mila, Om. Kasian. Tolong buka pintunya, Om. Kami ke sini hanya ingin meminta restu hubungan kami, Om.”

Namun sayangnya, teriakan Andre tak didengar. Pak Satria sama sekali tak peduli. Sebagai kekasih, ia cemas karena dari luar mendengar teriakan Mila.

Bersambung ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!