CINTA SEJATI
...🕊️Selamat Membaca🕊️...
Nesya
Namaku Nesya Putri Adhinata, seorang perempuan berumur 27 tahun yang baru saja kembali ke kampung halamannya setelah sekian lama menghabiskan waktu di kota kecil pinggir pantai. Ya, setelah lulus dari sekolah menengah atas, ayahku meninggal dan kami; aku, ibu dan kakak laki-lakiku memutuskan untuk pindah ke kota kelahiran ibu. Selama dua tahun berada di sana, ibu pergi menyusul ayah. Wanita yang telah melahirkanku itu meninggal karena terus sakit-sakitan setelah ditinggal sang suami tercinta. Ibu begitu mencintai ayah dan tidak sanggup berpisah lama dengannya, oleh karena itu, ibu memilih menyusul ayah dan meninggalkan aku dan kakak sebagai anak yatim piatu.
Kehidupan kami semenjak ditinggal orang tua tidaklah mudah. Kakakku yang bernama Naufal harus bekerja banting tulang untuk memenuhi seluruh kebutuhan sehari-hari keluarga kami dan juga biaya kuliahku, tapi syukurlah, kakakku yang memang seorang sarjana mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan, jadi perlahan perekonomian keluarga kami mulai membaik. Butuh waktu 4 tahun untukku menamatkan kuliah dan setelah itu aku juga mulai bekerja di perusahaan yang sama dengan kak Naufal.
Sembilan tahun lamanya aku menghabiskan hari-hariku di kota yang menyajikan pemandangan laut itu, hingga tiba-tiba aku dipindah tugaskan ke ibu kota, kota di mana aku lahir dan dibesarkan. Kak Naufal khawatir jika aku harus tinggal sendiri di kota besar itu, jadi ia memilih mengundurkan diri dari perusahaan dan ikut pindah bersamaku ke ibu kota. Sebenarnya aku sangat menyayangkan tindakan kakak yang memilih mengundurkan diri dari perusahaan padahal di sana ia memiliki posisi yang cukup tinggi, tapi apa boleh buat, dia mengatakan ingin selalu menjagaku. Menjagaku sampai suatu saat nanti aku memiliki pendamping dan barulah kakak bisa melepasku. Bahkan sampai umurnya yang sudah menginjak 30 tahun, kak Naufal masih melajang. Ia bersumpah akan menikah setelah aku menikah dan hidup bahagia. Entah sudah berapa banyak pengorbanan yang kakak lakukan untukku, tapi apa, aku tidak mampu membalasnya.
Kakak adalah segalanya bagiku, dia adalah satu-satunya keluarga yang aku miliki. Aku sangat menyayanginya.
Author
"Sya, ini hari pertamamu bekerja. Kakak akan mengantarmu," ucap seorang pria bersurai hitam bergelombang.
"Tidak apa, Kak. Aku bisa sendiri. Lagi pula hari ini Kakak ada interview pekerjaan, kan? Aku tidak mau Kakak terlambat karena harus mengantarku terlebih dulu." Perempuan berambut hitam sepunggung itu menjawab. Dia adalah Nesya.
"Sya, kita sudah lama tidak berada di sini. Kakak hanya takut jika nanti kamu tersesat." Naufal begitu mencemaskan sang adik.
"Oh ayolah, Kak, aku sudah dewasa. Jika tersesat, aku kan bisa bertanya. Kakak tenang saja ya." Nesya meyakinkan Naufal jika ia bisa sendiri.
"Baiklah, aku berangkat dulu. Jika butuh sesuatu segera hubungi aku, ok?" Pesan pria tampan itu.
"Iya Kak," angguk Nesya mengerti.
Nesya mengantarkan Naufal sampai ke depan pintu. "Hati-hati ya, Kak. Menyetirnya pelan-pelan saja!"
"Iya, adikku sayang." Naufal mengecup sekilas kening Nesya dan kemudian segera pergi menaiki mobilnya.
Sepeninggal sang kakak, Nesya segera menutup pintu rumah. Rumah yang terbilang cukup besar, mereka berdua patungan untuk membeli rumah itu dari hasil kerja yang sudah mereka kumpulkan selama bertahun-tahun.
"Aku juga harus bersiap-siap." Nesya segera memasuki kamarnya dan bersiap-siap untuk pergi ke kantor.
.......
Adrian
Namaku Adrian Pranaja, aku adalah seorang kakak yang begitu menyayangi adiknya. Aku memang bukan kakak yang sempurna untuk adikku karena aku cacat. Walaupun tak bisa melindunginya tapi setidaknya aku dapat memastikan jika dia tidak akan kekurangan kasih sayang. Ya, hanya ada aku sebagai keluarganya saat ini karena kedua orang tua kami sudah bahagia di atas sana bersama Tuhan.
Aku adalah pria lumpuh yang menghabiskan hari-harinya dengan duduk di kursi roda. Tidak hanya itu, duniaku juga dipenuhi dengan satu warna yaitu hitam. Dengan kata lain, aku adalah pria lumpuh dan juga buta. Di umurku yang sudah memasuki kepala tiga, aku masih belum memiliki pendamping. Oh ayolah, aku memang memiliki wajah yang terbilang cukup tampan, tapi aku sadar jika ketampanan itu tidaklah cukup karena nyatanya aku hanyalah pria yang serba kekurangan. Wanita mana yang mau dengan seseorang yang cacat sepertiku.
Aku menyerah, kata menikah sudah lama ku hapus dari dalam kamus hidupku. Hal terpenting buatku saat ini hanyalah Alvino. Aku harus memastikan jika adik kesayanganku itu bahagia. Jika sampai saat itu tiba, aku dipanggil yang Kuasa pun, tak akan jadi masalah karena tugasku hanya memastikan jika adik kecilku bahagia. Itu adalah wasiat terakhir yang diberikan oleh kedua orang tuaku.
Author
"Kak!" Sebuah suara terdengar dari belakang pria yang saat ini tengah berjemur di teras rumahnya. Pria tampan dengan tahi lalat kecil di bawah mata kanannya itu sudah hapal betul dengan suara berat yang dimiliki sang adik.
"Kamu mau berangkat kerja sekarang, Vin?" Tanya pria itu, Adrian.
"Ya, Kakak masuklah! Jangan duduk di luar terlalu lama. Sebaiknya istirahat saja!" Suruh sang adik. Alvino sangat peduli pada kakaknya, selain karena kakaknya yang memang memiliki kekurangan, ia juga tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada sang kakak diluar pengawasan dirinya.
"Dengar Adikku! Kakakmu ini tidak sakit jadi jangan memintanya untuk istirahat terus. Dia bosan," protes Adrian. Adiknya ini terkadang terlalu posesif membuatnya sedikit terkekang.
"Baiklah jika itu mau Kakak. Kalau begitu aku berangkat kerja dulu, ya. Kakak hati-hati di rumah. Jika butuh sesuatu panggil saja bi Cici, dia akan membantumu." Sebelum pamit Vino berpesan.
"Iya, aku tahu. Kau sudah mengatakan ini setiap pagi, aku bosan."
"Ya, aku akan terus mengatakannya sampai Kakak benar-benar muak. Haha." Vino tertawa melihat raut wajah kesal sang kakak.
"Terserah. Ingat ya, menyetirnya pelan-pelan saja!" peringat Adrian sebelum adiknya pergi.
"Sip, Kak."
Beberapa saat kemudian Adrian mendengar deru mesin yang dinyalakan dan kemudian bunyi itu mulai menjauh. Itu artinya Vino sudah pergi. Matanya memang tak berfungsi, tapi telinganya masih cukup baik untuk mendengar sekitarnya.
.......
Nesya mengunci pintu rumahnya. Saat ini ia telah bersiap untuk berangkat ke kantor. Ia menyusuri jalanan di komplek perumahan tempatnya tinggal. Wajahnya dihiasi senyum menawan kala memandang deretan rumah yang berjejer rapi. Tak pernah terbayangkan jika ia akan kembali ke kampung halamannya setelah sekian lama. Nesya sangat merindukan tempat ini dan juga segala kenangan yang tercipta di dalamnya.
Angin yang menemani perjalanan si cantik ini kadang-kadang bertingkah usil dengan menggoyang-goyangkan helaian hitam panjang miliknya. Tak jarang juga, si angin mengibas-ngibaskan rok kembang di bawah lutut yang ia kenakan.
Selangkah demi selangkah ia tapaki di jalanan itu sampai saat di mana sepatu bertumit rendah milik Nesya tak ingin melangkah lagi. Si pemilik berhenti di depan sebuah rumah. Rumah yang di terasnya terdapat seorang pria berkusi roda yang tampak kesusahan. Nesya melihatnya.
Nuraninya tergerak untuk membantu, dengan langkah perlahan Nesya berjalan memasuki perkarangan rumah milik si pria asing dan menghampirinya.
"Apa ada yang bisa ku bantu?" Suara lembutnya kala bertanya itu membuat si pria yang masih berkutat dengan kursi rodanya segera berhenti dari kegiatannya. Pria itu mencoba untuk merasakan keberadaan si pemilik suara.
"Siapa?" Pria itu bertanya. Ya ... pria itu adalah Adrian.
"Ah ... maaf, aku tidak sopan karena memasuki pekarangan rumahmu tanpa izin, tapi aku hanya berniat membantu, kok. Tak ada niat buruk sedikitpun," jelas Nesya dengan jawaban yang melenceng dari pertanyaan yang ditanyakan Adrian.
Adrian tersenyum. "Sepertinya ada yang menghambat jalan kursi rodaku," katanya.
Nesya memperhatikan penampakan pria di hadapannya. Pria itu cukup tampan, namun sayang dia memiliki kekurangan. Sepertinya lumpuh, tapi kenapa dia tidak menyadari jika di dekatnya ada pot yang menghalangi jalan kursi rodanya. Ah... dari pada memikirkan hal itu, lebih baik Nesya segera menolong si pria.
"Ah ya ... ada pot tanaman di jalanmu. Akan ku pindahkan sebentar." Nesya mengambil pot yang dimaksud dan memindahkannya ke tempat yang tepat.
Adrian mencoba kembali menggerakkan kursi rodanya dan hal yang menghambat tadi sudah lenyap. Ia bisa masuk sekarang. Namun sebelum itu, ia harus mengucapkan terima kasih pada penolongnya.
"Terima kasih karena sudah menolongku," ucapnya.
"Ya. Sama-sama," balas Nesya. "Oh ya, aku warga baru di komplek perumahan ini. Rumahku berada tepat di samping rumahmu dan perkenalkan namaku Nesya," lanjutnya seraya memperkenalkan diri. Tak lupa tangannya ia ulurkan ke depan agar bisa berjabat dengan si pria.
"Salam kenal, aku Adrian." Si pria balik memperkenalkan diri namun tak kunjung menjabat uluran tangan dari Nesya.
Nesya tercenung menatap tangannya yang masih terulur, dengan berat hati ia menarik tangannya untuk kembali ke sisi tubuhnya.
Adrian hanya tersenyum, ia senang mendapat tetangga baru, terlebih tetangganya itu adalah seorang perempuan yang baik hati. "Senang bisa berkenalan denganmu Nesya," ucapnya.
"Hm, aku juga." Nesya mengangguk.
Mereka terdiam untuk beberapa saat, Nesya terus saja memperhatikan pria tampan yang baru saja ia temui ini. Ada yang aneh, pikirnya. Pandangan pria itu hanya tertuju pada satu arah dan titik, seperti orang buta.
"Astaga!" Hati Nesya memekik tak percaya. Mungkinkah apa yang ia pikirkan itu adalah kenyataannya. Dengan gerakan perlahan, Nesya mengibas-ngibaskan telapak tangannya di depan wajah pria itu. Dan benar, ia sama sekali tak melihatnya.
"Sungguh malang sekali nasib pria ini, sudah lumpuh tak bisa melihat pula. Kenapa kau begitu jahat padanya, Tuhan..." tangis Nesya dalam hati. Sungguh ia merasa iba pada pria di hadapannya ini.
"Nesya, kamu masih di sana?" tanya Adrian.
"Ah ... ya, ada apa?" Nesya balik bertanya, kikuk.
"Apa kamu tidak bekerja?" tanya Adrian lagi.
"Oh, ya Tuhan!" Nesya menepuk jidatnya.
"Ini hari pertamaku bekerja, aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa Adrian." Nesya segera melesat pergi dari sana.
Sepeninggal Nesya, Adrian hanya bisa terkekeh pelan, terlebih saat mendengar nada panik wanita tadi, pasti raut wajahnya sangat lucu. Namun sayang, ia tak dapat melihatnya.
"Tuan Adrian!" panggil bi Cici yang sedari tadi telah berdiri di pintu masuk dan turut menyaksikan interaksi antara sang majikan dengan seorang wanita muda.
"Iya, Bi. Aku akan masuk sekarang." Adrian segera memutar dan menjalankan kursi rodanya memasuki rumah.
"Tuan, tadi anda mengobrol dengan siapa?" Tanya bi Cici penasaran. Mereka sudah sampai di ruang tamu saat ini.
"Dia tetangga baru kita, Bi. Rumahnya tepat di sebelah rumah kita."
"Oh ... tetangga baru, ya. Bibi tadi sempat lihat, dia seorang perempuan muda yang sangat cantik. Surainya hitam panjang dan lensa matanya berwarna coklat terang, sungguh menawan," jelas bi Cici sembari membayangkan kecantikan Nesya yang tadi sempat diperhatikan olehnya.
"Benarkah?" tanya Adrian.
"Iya tuan dan nampaknya ia juga perempuan yang sangat baik. Ia memiliki senyuman yang manis dan tulus," beritahu bi Cici lagi.
"Begitu, ya." Adrian tersenyum sembari mencoba membayangkan deskripsi Nesya yang dibeberkan bi Cici tadi.
"Pasti dia perempuan yang memesona," batinnya.
.......
"Vino, kamu sudah datang?" Seorang perempuan bepakaian minim, berambut pendek sebahu segera menghampiri Alvino yang baru saja sampai di kantor. Ia menyapa laki-laki itu manja.
"Ya." Hanya balasan seperti itu yang diterima si perempuan atas sapaan ramahnya. Vino segera memasuki ruang kerjanya tanpa memedulikan jika saat ini si perempuan-rekan kerjanya- bernama Cecilia itu tengah menggerutu sebal karena merasa terabaikan.
"Nona Cecilia, sebaiknya anda kembali ke ruangan anda. Masih banyak pekerjaan kemarin yang belum terselesaikan." Seorang laki-laki yang sedari tadi berdiri di belakang Cecilia berucap.
"Ish ..." Perempuan itu mendengus. "Jika bukan karena Vino, aku juga tidak mau bekerja di sini. Untuk apa bekerja capek-capek jika kenyataannya papaku bisa memenuhi semua kebutuhanku." Dia lanjut mendumel.
"Ayo Lucky, ikut aku ke ruangan!" titahnya dan laki-laki bernama Lucky itu mengangguk lantas mengekori nonanya.
Cecilia Hardikusuma adalah seorang perempuan manja berusia 26 tahun. Dia adalah anak dari seorang pengusaha ternama, memiliki satu impian yaitu menjadikan Vino miliknya. Apapun akan dilakukannya agar bisa menembus dinding tak kasat mata yang mengepung laki-laki bernama Alvino Pranaja itu . Salah satunya adalah dengan bekerja di perusahaan yang sama, berharap ia akan semakin dekat dengan laki-laki pujaannya itu.
"Ck ... perempuan menyedihkan. Sudah diabaikan berulang kali, tapi masih tak tahu malu untuk mendekati pak Vino," bisik salah seorang karyawati yang tadi melihat interaksi Cecilia dan Vino.
"Benar, ku dengar kerjanya juga tak pernah beres. Dia hanya seorang nona muda manja yang tak bisa apa-apa," bisik karyawati lainnya. Tetap dengan nada mencemooh.
"Oh ya ... apa kalian memerhatikan pengawal yang selalu bersamanya? Bukankah laki-laki itu terlalu imut?" Karyawati lainnya berujar namun dengan objek yang berbeda.
"Ah ... kalau tidak salah namanya Lucky. Dia memang imut, sih, tapi sayangnya merupakan kacung si nona manja," ledeknya.
"Hahaha ..... kau benar." Mereka tergelak bersama.
"Ekhem!" Sedang asyik bergosip ria, seseorang datang dan berdehem di belakang tiga karyawati itu. Dengan takut-takut mereka menoleh. Kenapa takut? Karena mereka tahu suara itu adalah milik direktur utama mereka.
"Pagi-pagi sudah bergosip, apa kalian tidak punya pekerjaan?" tanya laki-laki dewasa itu dengan wajah sangar yang dibuat-buat.
"Hehe ....nmaafkan kami, Pak Bara. " Permintaan maaf disertai cengegesan itu didapat Bara dari tiga bawahannya.
"Ya sudah, sekarang kembali bekerja!" titahnya.
"Baiklah." Ketiganya mengangguk dan kembali ke tempat duduk mereka.
"Oh ya, nanti akan ada pegawai baru yang datang. Jika dia bertanya pada kalian, tolong tunjukkan ruanganku padanya!" pesannya sebelum pergi.
"Baik, Pak."
.......
Nesya akhirnya sampai di perusahaan tempatnya akan bekerja, perusahaan itu adalah induk perusahaan dari cabang di mana dulu ia bekerja.
Si cantik mulai melangkahkan kakinya memasuki kantor, beberapa orang yang ia lewati tampak menatapnya heran. Yah ... mungkin mereka penasaran karena Nesya orang baru di kantor ini.
Sampainya di lantai paling atas tempat sang atasan berada, Nesya harus bertanya lagi di mana tepatnya ruangan sang direktur utama berada. Jika boleh jujur, kantor ini terlalu besar, jika tak bertanya mungkin dirinya akan tersesat.
Nesya menghampiri salah satu meja karyawati yang ada di lantai yang sama dengan direktur. "Maaf, boleh aku bertanya," ucap Nesya sopan.
Karyawati yang ditanya langsung mendongak dan memperhatikan Nesya sejenak, "Ah ... kamu pasti karyawan baru yang tadi dibicarakan Pak Bara. Mari aku antar ke ruangan beliau." Karyawati itu segera membawa Nesya pergi.
"Hei, apa kamu lihat? Pegawai baru itu cantik sekali."
"Iya, sangat cantik. Bentuk tubuhnya juga sangat menawan, tinggi dan ramping."
"Wah, bisa jadi saingan si nona manja ini mah."
"Kau benar." Para karyawan dan karyawati kembali berbisik-bisik.
.......
Tok....tok.....
Nesya mengetuk pintu ruangan direktur dan langsung memasukinya setelah mendapatkan izin dari dalam sana.
"Silakan duduk Nona Nesya!" pinta Bara yang langsung dituruti Nesya.
"Aku sudah membaca semua data-data tentangmu. Di kantor cabang kamu telah memberikan kontribusi yang sangat besar untuk perusahaan. Oleh karena itu, kamu dipindah tugaskan ke perusahaan induk. Dan selamat bergabung di perusahaan kami, Nesya Putri Adhinata." Bara mengulurkan sebelah tangannya agar bisa berjabat dengan Nesya.
"Terima kasih dan mohon bimbingannya, Pak Bara." Nesya segera menjabat uluran tangan itu.
"Reina!" panggil Bara dan seseorang muncul dari ruangan yang berada tepat di sebelah ruangan direktur.
"Ada apa?" tanya seorang wanita dewasa berambut coklat sebahu.
"Tolong antarkan nona Nesya ke ruangannya. Ruangan manager pemasaran!" suruhnya.
"Baiklah."
"Oh ya ... perkenalkan dia adalah Reina, istri sekaligus sekretarisku," kata Bara.
"Mohon bimbingannya, Buk Reina."
"Iya, ayo Nesya."
.......
Vino keluar dari ruang kerjanya karena merasa bosan, tak ada pekerjaan karena sudah ia selesaikan sebelumnya. Rencananya, ia akan mengunjungi ruangan pamannya - Bara- untuk sekedar berbincang, tapi sampainya di luar yang ia lihat adalah semua karyawannya bergosip.
"Ekhem ..." Deheman kerasnya langsung membuat semua karyawan ciut dan memilih diam, kembali mengerjakan tugas mereka.
Alvino dan Bara
Dua atasan mereka itu memang berbeda, jika Bara ramah dan murah senyum, lain halnya dengan Alvino yang bertampang dingin dan kejam. Hanya tampang, sementara hati baik, kok.
"Hendri!" panggil Vino pada salah satu OB yang kebetulan lewat.
"Ya, Pak?"
"Buatkan aku dua cangkir kopi hitam dan antarkan ke ruangan direktur!" suruhnya.
"Baik, Pak Vino." OB itu segera melaksanakan perintah dari wakil direktur perusahaan, Alvino Pranaja.
Menikmati pagi dengan secangkir kopi juga berbincang ringan, mungkin akan menyenangkan. Semoga pamannya itu sedang tidak sibuk saat ini.
Vino kembali melangkahkan kakinya ke ruangan Bara, satu-satunya adik yang dimiliki sang ayah.
.......
"Vino, kamu mau ke mana?" Di jalan Reina bertemu dengan Vino yang kebetulan akan ke ruangan Bara.
"Oh, Aunty Rei," sapa Vino.
"Sudah ku bilang jangan memanggilku Aunty, panggil kakak saja!" Reina dengan kesal menghampiri lantas memukul lengan kekar Vino.
"Aunty saja, lebih pantas," ucap Vino dengan senyuman jail.
"Rambutmu minta ku gunduli ya?" geram Reina. Keponakan suaminya ini memang sering mengolok dirinya.
"Maaf, Kak."
Mereka berdua terkekeh, memang Reina tidak suka dipanggil aunty walaupun kenyataannya dia adalah istri dari pamannya Vino. Ia merasa masih muda di umurnya yang masih 40 tahun itu.
Oh ya, bagaimana dengan Nesya?
Ia sedang sibuk melamun, entah apa yang tengah dipikirkannya.
"Oh, aku sampai lupa. Aku harus mengantarkan manager pemasaran yang baru ke ruangannya." Reina menepuk jidat.
"Ya?" Vino baru sadar jika ada seseorang yang tadi berjalan di samping Reina.
"Nesya!" panggil Reina.
"Y— ya?" Nesya yang awalnya menunduk kini menoleh dan memandang si pemanggil.
Ia melihat Reina bersama dengan seorang laki-laki dan saat ia menatap wajah laki-laki itu, ingatannya mundur pada masa beberapa tahun silam.
"Kamu!"
"Kamu!"
...Bersambung...
...Jangan lupa Vote dan Comment ya, Readers....🙏🏻😊...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu wajib searchnya pakek tanda kurung dan satu novel lagi judulnya Caraku Menemukanmu
2023-02-07
0
mama yogi
belum baca sudah ku ❤ aja, karena bab nya ga banyak ᥬ😍᭄ ᥬ😍᭄ ᥬ😍᭄
2022-07-23
0
Henny Barutressy
Nesya mnkn masa lalu nih....lanjut thor
2021-05-01
0