Ajakan Makan Malam

...🕊️Selamat Membaca🕊️...

"Apa lagi ini?"

Nesya yang keluar dari ruangannya, kembali dikejutkan dengan kemunculan seseorang dari balik pintu. Bukan Vino, tapi seorang perempuan dengan dandanan menor yang seingatnya mengganggu Vino tadi siang. Ah, namanya Cecilia kalau tidak salah.

"Mau apa?" tanya Nesya tanpa basa-basi. Dilihat dari tampangnya, perempuan yang bercat rambut pirang pendek itu seperti tak senang padanya.

"Jauhi Vino-ku!" titahnya dengan gaya angkuh.

"Memangnya Vino siapa mu?" tanya Nesya datar.

"Dia adalah kekasihku dan sebentar lagi akan menjadi suamiku," jelas Cecil penuh percaya diri.

"Hahhaaha ..." Nesya terbahak mendengar penjelasan perempuan di hadapannya. Apa katanya, kekasih, suami? lucu sekali.

"Kenapa kamu tertawa, hah?" Perempuan itu terlihat kesal.

"Ah, maaf, baru kali ini aku menemukan perempuan tak tahu malu sepertimu," kata Nesya dengan senyum mengejeknya.

"Apa katamu?" Cecilia melotot garang. Tak tahu malu katanya? Berani sekali perempuan jelek ini mengatainya. "Hei *****! Ku peringatkan padamu jangan pernah mendekati Vino atau kamu akan tahu akibatnya!" peringatnya sebelum berbalik arah dan pergi.

"Ck, entah siapa yang jalang disini," gumam Nesya lalu melangkah pergi hendak pulang karena jam kantor memang sudah berakhir.

Vino telah menceritakan mengenai Cecilia pada Nesya. Katanya sih, Cecilia itu hanyalah perempuan tidak waras yang terobsesi padanya.

Menyedihkan...

.......

"Kenapa senyum-senyum seperti itu, Sya? Kamu kesambet?" tanya Naufal pada Nesya yang duduk di sampingnya. Saat ini mereka berada di dalam mobil, menuju perjalanan pulang.

"Kakak tahu, tadi aku bertemu perempuan yang sudah kehilangan urat malu," katanya.

Alis Naufal bertaut, "Maksudmu?"

"Perempuan itu terobsesi pada Vino dan mengklaim jika Vino itu adalah kekasih yang sebentar lagi akan jadi suaminya," jelas Nesya diiringi tawanya.

"Apa dia cantik?" Celetuk Naufal.

Naruto menoleh, menatap kakaknya dengan mata menyipit. "Apa urusannya sama Kakak kalau dia itu cantik atau tidak? Dengar ya! Aku tidak akan pernah sudi memiliki kakak ipar sepertinya," omel Nesya.

"Slow down baby, aku kan hanya bertanya dia itu cantik atau tidak, bukan bermaksud menjadikannya kakak iparmu, kan." Naufal menjelaskan.

"Ck." Nesya berdecak. "Mendingan kakak mulai deh mencari pendamping, umur udah tua gitu. Mau sampai kapan jadi bujang lapuk?" lanjutnya mengejek.

"Tunggu kamu menikah dulu adikku yang bawel," jawabnya sembari mencubit pipi mulus Nesya.

"Sakit, kak!" protes adiknya.

"Makanya, jika mau lihat aku menikah. Cepatlah bawa calonmu pada kakakmu ini." Giliran Naufal yang menggoda.

"Calon apa, kekasih saja tidak punya." Nesya mencebik.

"Tapi calon kekasih punya, kan?" goda Naufal dengan kerlingan mata jahil.

"Hah? Siapa memangnya?" tanya Nesya sok polos. Padahal dalam hati, dia sudah paham betul siapa yang dimaksud oleh sang kakak, ya ... siapa lagi kalau bukan Alvino.

"Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu," jawab Naufal terkekeh dan Nesya malah tertawa.

"Kakak sendiri bagaimana? Masa sih tidak punya seorang perempuan yang disukai?" tanya Nesya kemudian.

"Tidak ada, Sya. Aku tidak punya. Aku selalu berdo'a pada Tuhan agar Dia mengirimkanku seorang bidadari cantik yang jatuh dari langit."

Nesya menepuk jidat, kakaknya mulai mendrama. "Suka-suka kakak lah," katanya malas.

"Hahahahaha..," Naufal hanya geleng-geleng kepala melihat adiknya yang bungkam setelah ia mendrama.

"......."

"......."

"KAKAK AWASS!" pekik Nesya kala matanya menangkap sosok perempuan yang tiba-tiba melintas di depan mobil mereka.

Dengan sigap Naufal segera menginjak rem dalam-dalam, hingga terdengar suara decitan ban mobil berhenti.

"Kamu tidak apa-apa, Sya?" tanya Naufal panik.

"Tidak apa, Kak, cuma kaget saja. Mendingan kakak cepat keluar dan lihat orang yang hampir ketabrak tadi!" suruh Nesya.

"Ya." Naufal keluar sementara Nesya masih duduk di dalam mobil untuk mengatur detak jantungnya yang sempat meningkat. Ia sungguh takut jika tadi sampai terjadi kecelakaan.

Naufal melihat seorang perempuan yang tengah berjongkok di jalan, ia menghampirinya dan bertanya. "Maafkan aku, Kamu tidak apa-apa?"

Si perempuan mendongak dan menatapnya, "A—aku baik-baik saja," jawabnya pelan dan sedikit tersengal.

"Cantik." Naufal membatin. Manik coklat gelapnya intens memandang perempuan bak bidadari yang berada di depannya. Sepertinya harapannya tadi terkabul.

"Kak!" Nesya yang sudah cukup tenang memilih untuk menyusul sang kakak.

"Mari ku bantu?" Naufal mengulurkan tangannya, membantu si perempuan yang tak lain adalah Gina untuk berdiri.

"Terima kasih banyak," kata Gina.

"Kami seharusnya yang meminta maaf," kata Nesya.

"Tidak, aku yang jalan tidak lihat-lihat." Gina sedikit membenahi pakaiannya yang sedikit berantakan.

"Kalau begitu aku permisi dulu." Perempuan itu segera pergi.

"Hei! Matanya hampir keluar itu, Kak!" kata Nesya kala melihat jika sang kakak masih saja menatap perempuan yang telah pergi itu. Namun perkataannya sama sekali tak digubris oleh Naufal. Satu ide jahil muncul di benak Nesya.

"Dia cantik ya, kak?"

"Ya, seperti bidadari yang jatuh dari langit," jawab Naufal yang masih belum sadar dari keterpesonaannya pada perempuan yang baru pertama kali dilihatnya itu.

"........"

"Sya?"

"........"

"Sya?" Naufal tersadar dan segera menolehkan kepala ke samping dimana sang adik tadi berada. Namun nihil, ia tak menemukan Nesya di sana.

Ia memandang sekitar dan berteriak ketika menemukan Nesya telah memasuki pekarangan rumah dengan berjalan kaki. Ya, jarak rumah mereka memang sudah dekat dengan tempat kejadian tadi. "NESYA!"

Nesya

Aku memasuki rumah dengan terkekeh kecil, meninggalkan kak Ku yang masih mematung gegara terpesona oleh bidadari yang turun dari langit, katanya.

Mengingat perempuan tadi aku sedikit bertanya, apa dia benar baik-baik saja karena ku lihat ada jejak air mata di pipi putihnya. Aku tahu itu bukan air mata karena dirinya hampir tertabrak tadi tapi itu air mata yang keluar sebelum itu.

Oh ya aku ingat, kalau tidak salah lihat perempuan itu keluar dari rumahnya Adrian. Apa jangan-jangan perempuan tadi adalah kekasih pria itu. Ya...mungkin saja, mereka bertengkar dan perempuan itu menangis lalu pergi dari sana dengan terburu-buru sampai tak melihat jika ada mobil di depannya. Analisa bagus, kau cukup cerdas untuk hal ini Nesya.

"Hei! Kamu meninggalkanku di sana?" terdengar suara kak Naufal yang baru sampai. Aku meliriknya sekilas dan kemudian tertawa.

"Salah sendiri, terpesonanya lama sekali, sampai itu bola mata mau keluar dari sarangnya," ledekku.

"Hehe, kan jarang-jarang ketemu perempuan cantik," jawabnya sambil cengegesan.

"Kakak tidak jatuh cinta kan sama dia?" tanyaku.

"Eh? Kenapa memang?" Kakakku sedikit binggung dengan pertanyaan yang ku ajukan.

"Sepertinya dia itu kekasih dari tetangga kita deh, habisnya tadi dia keluar dari rumah sebelah," jelasku.

"Benarkah?" tampang Kak Naufal langsung suram. Melihat itu aku jadi tak enak hati, aku menghampiri kakak dan langsung memeluknya erat.

"Tidak hanya ada satu perempuan di dunia ini kakakku sayang. Di luar sana pasti masih banyak yang mau dengan kakak tampanku ini. So, don't worry," hiburku.

"Oh ya, kamu tahu? Di kantor aku bekerja sebagai sekretaris dari wakil direktur, dan dia itu seorang perempuan muda dan hm ... sangat cantik," kata Kak Naufal dan seketika dia melupakan perempuan yang baru saja membuatnya terpesona tadi. Hadeuh...

Aku segera melepaskan pelukanku, "Beruntung sekali kamu kak, jika menikah dengannya maka kamu akan menjadi kaya," entah kenapa mendengar hal itu aku langsung antusias, kan asyik juga ya punya kakak ipar kaya. Bisa kecipratan hartanya deh ... hehe.

"Hei, sejak kapan adikku jadi matre begini, hmm?" Kakak malah menjepit hidung mungilku dan menggoyangnya pelan, membuatku sulit bernapas.

"Lepaskan, Kak!" Aku segera menyingkirkan tangan Kak Naufal dari hidungku dan kemudian baru bisa bernapas lega.

"Ya sudah, bersih-bersih sana!" Kakak mendorong tubuhku ke arah kamar.

"Iya ...iya."

Setelah berada di dalam kamar, bukannya langsung bersih-bersih, aku malah menghempaskan tubuh ini di tempat tidur. Jujur, aku merasa cukup lelah hari ini terlebih dengan kejadian hampir tabrakan tadi. Untung saja kakak mengerem di waktu yang tepat jadi perempuan itu tak sampai tertabrak.

Ah, dan lagi, perempuan genit bernama Cecilia itu. Entah mengapa mendengar dia mengatakan jika Vino adalah kekasihnya membuat hatiku panas. Rasanya tak rela jika perempuan itu mengaku-ngaku sebagai kekasihnya Vino. Eitss tunggu, aku kenapa sih, cemburu kah? Kalau aku cemburu berarti aku menyukai Vino dong?

"Argh, kenapa aku jadi memikirkan Vino begini, sih?" Aku guling-guling di atas tempat tidur agar pemikiranku tentang Vino segera enyah. Masa iya aku menyukai pria yang lebih muda dari padaku? Ah, tapi kan cuma dua tahun, tak masalah kan? Eh, kok jadinya malah kepikiran terus. Dasar Vino menyebalkan! Enyahlah kamu dari pikiranku!

Drrt ... drrt ... drrtt ...

Sedang asyik guling-guling, ponselku bergetar. Sepertinya ada pesan yang masuk. Segera saja aku mengeceknya.

Alvino

Kamu sudah sampai di rumah, Sya?

Deg

Baru saja dipikirkan, eh, orangnya tiba-tiba mengirim pesan. Ini kebetulan apa memang takdir sih, pikirku. Tak menunggu waktu lama, aku segera mengetik balasannya.

^^^Ya, aku sudah sampai. Kamu masih di kantor?^^^

Setelah mengirim balasannya, aku meletakkan kembali ponsel di atas tempat tidur. Eh, baru hitungan detik ponselku kembali bergetar. Cepat sekali dia membalas pesanku.

Alvino

Hn, aku masih ada acara bersama direktur sampai nanti malam.

Oh, aku hanya bisa ber 'oh' ria membaca balasannya. Setelah itu aku mengetik balasan untuk pesannya namun sebuah pesan kembali masuk.

Alvino

Besok malam, apa kamu ada acara?

Eh? Besok malam?

^^^Aku tidak ada acara, kenapa?^^^

Alvino

Mau makan malam denganku?

Deg

Apa? Vino mengajakku makan malam? Dalam rangka apa? Apa dia mau menyatakan cinta padaku? Aishhh, percaya diri sekali aku ini. Belum tentu juga kan, jangan berharap yang ketinggian deh Nesya entar enggak kejadian malah gigit jari lagi.

^^^Iya, aku mau...^^^

Alvino

Baiklah, besok aku akan menjemputu. Beritahu saja alamatmu padaku.

^^^Tidak, kamu saja yang beritahu tempat dinnernya. Aku akan pergi sendiri.^^^

Alvino

Hn, besok ku kabari.

^^^Ku tunggu^^^

Pesanpun berakhir, Ah, aku harus pakai baju apa ya besok?

...🍁 🍁 🍁...

Author

Pagi ini seperti biasa, dua Pranaja bersaudara menikmati sarapan paginya.

"Kak!" panggil Vino setelah ia menyelesaikan makanan di piringnya.

"Hm?" respon Adrian yang saat ini masih mengunyah makanan.

"Kata Gina, dia berhenti menjadi doktermu. Memang apa yang terjadi di antara kakak dan dia?" tanya Vino penasaran.

"Aku tidak mau dia terlalu berharap padaku, jadi biarkan saja dia pergi," jawaban itulah yang Vino dapatkan, ditambah ekspresi datar dan dingin dari kakaknya.

"Kenapa Kakak begitu padanya? Dia itu sangat mencintaimu Kak, tak bisakah kakak membuka hati untuknya?" Nada Vino terdengar sedikit kesal. Kakaknya itu terlalu menutup diri dari hubungan percintaan.

"Tidak." Adrian tetap pada pendiriannya. Selain Gina hanya dianggap sebagai teman olehnya, perempuan itu juga tak pantas bersama orang cacat sepertinya. Gina itu cantik, pasti banyak pria sempurna diluar sana yang pantas menjadi pendampingnya.

Vino menghela napas kasar, "Ya sudah. Aku akan mencarikan dokter terapi yang lain untukmu kak," putusnya.

"Tidak perlu, tidak ada gunanya juga. Aku tetap akan lumpuh," kata Adrian datar. Pria itu menyudahi makannya dan segera menjalankan kursi rodanya pergi dari ruang makan.

Vino mengacak surai ravennya, ia tidak mengerti kenapa kakaknya jadi seperti ini. Ia sangat ingin jika Adrian memiliki pendamping yang akan menjaga dan mengurusnya, tapi sayang kakaknya itu selalu menyangkut pautkan semua dengan kekurangan yang ia miliki, membuat Vino hanya bisa diam.

.......

Adrian duduk berjemur seperti biasa di teras rumahnya. Ia ingin menenangkan diri sejenak, tidak seharusnya tadi ia berdebat dengan Vino. Sekarang pasti adiknya itu merasa khawatir padanya.

"Dasar tidak berguna!" Adrian memukul-mukul pahanya kesal, berupaya melampiaskan sesak yang sedang berkecam di hatinya saat ini. Sungguh ... dua tahun ini ia menjadi orang yang merepotkan, tak bisa apa-apa, sama sekali tak berguna. Kecelakaan itu merubah segalanya.

"Dasar pria cacat tak berguna, kenapa tidak mati saja sekalian waktu itu," geramnya seraya masih memukuli pahanya yang tak bersalah.

"Kenapa kau tidak mati saja Adrian!"

HAP

"Apa dengan kamu mati, semuanya akan selesai?"

Seseorang menangkap salah satu tangan Adrian yang tengah gencar memukul dirinya sendiri. Seorang perempuan kini telah berjongkok di depannya tanpa ia ketahui.

Adrian terdiam, ia ingat suara ini. Ini adalah suara Nesya, perempuan tempo hari yang membantunya.

"Aku tanya sekali lagi padamu, apa dengan kematian dirimu semuanya akan selesai?" Ya, orang itu memang Nesya. Ia yang kebetulan lewat habis lari pagi tak sengaja melihat Adrian yang tengah memukuli dirinya sendiri.

"Jawab aku tuan Adrian!" paksa Nesya sambil meremas tangan pria itu yang belum ia lepas.

"Setidaknya aku tidak menjadi beban bagi orang-orang terdekatku," jawabnya lirih.

Mendengar jawaban Adrian, Nesya jadi emosi sendiri. Kenapa sempit sekali pemikiran pria di hadapannya ini.

"Sekarang aku tanya padamu, apa orang-orang terdekatmu pernah mengatakan jika kamu adalah beban bagi mereka?" tanya Nesya.

Adrian menggeleng...

"Tentu saja tidak pernah, orang yang benar-benar menyayangimu tidak akan mungkin mengatakannya, berpikiran seperti itupun ku rasa juga tidak. Jadi kamu jangan bodoh dengan mengatakan sebaiknya kamu mati saja. Apa kamu tidak berpikir bagaimana nanti hidup orang-orang yang menyayangimu setelah kepergianmu?" ceramah Nesya.

Adrian justru terkekeh mendengar ceramah dari Nesya. Namun sedikitnya ia sadar jika apa yang dikatakan perempuan itu memang benar.

"Kenapa tertawa tuan Adrian?" tanya Nesya bingung.

"Ah ... itu, ternyata kamu banyak bicara juga ya. Apalagi kamu menceramahi orang yang lebih tua darimu," kata Adrian.

Nesya merona mendengar perkataan Adrian, tapi memang benar sih kalau dia sudah banyak bicara.

"Kalau boleh tahu, umurmu berapa?" tanya Nesya.

"30," jawabnya.

"Eh, sama dong seperti kakakku."

"Kamu punya kakak?"

"Iya, kakak laki-laki."

"Kalau kamu umurnya berapa?" ganti Adrian yang bertanya.

"27," jawab Nesya. "Tapi tenang, walaupun sudah tua begini wajahku masih imut kok," lanjutnya pede dan hal itu membuat Adrian terkekeh lagi.

"Oh, bagaimana dengan wajahku? Apa aku sudah terlihat tua?" tanya Adrian sambil tangannya mengelus wajahnya sendiri.

"Hm," Nesya meneliti wajah Adrian dengan seksama. Yang diteliti hanya diam saja. Jika saja Adrian bisa lihat, mungkin dadanya sudah berdebar-debar karena diperhatikan oleh perempuan cantik macam Nesya.

"Iya, wajahmu sudah ada keriputnya," beritahu Nesya jujur.

Adrian tersenyum, "Maksudmu, aku sudah seperti kakek tua, begitu?"

"Ya, nggak sebegitunya juga, sih."

Adrian kembali tertawa.

"Jangan dimasukkan dalam hati, aku hanya bercanda. Kamu masih terlihat muda dan tampan," ralat Nesya.

"Oh, terimakasih." Adrian berdebar saat Nesya memuji ketampanannya.

"Ku rasa sekarang kamu sudah baik-baik saja. Kalau begitu aku pulang dulu ya. Bye," Nesya segera pamit undur diri.

"Terima kasih Nesya."

"Ya, jika kamu ada masalah, jangan sungkan untuk mengetuk pintu rumahku. Aku akan dengan senang hati mendengarnya," katanya sebelum pergi.

"Ya." Adrian tersenyum. Tak menyangka akan bertemu dengan perempuan menyenangkan dan berhati baik seperti Nesya.

.......

Vino sudah rapi dengan pakaian casualnya, rencananya pagi ini ia akan mencari restaurant untuk dinner nanti malam. Tempat itu harus spesial, karena akan menjadi saksi pernyataan cintanya pada Nesya. Ya, dia tak ingin menunggu lebih lama lagi.

Bungsu Pranaja itu menghampiri sang kakak di teras, "Kak aku pergi dulu ya," pamitnya

"Mau ke mana?" tanya Adrian yang kini raut mukanya sudah kembali seperti biasa, tak dingin lagi.

"Hm, aku ada misi penting, Kak" jawabnya.

"Misi?" terlihat kernyitan di dahi Adrian, tanda ia tak mengerti dengan ucapan sang adik. "Apa itu misi berbahaya?" tanyanya.

Vino terkekeh, kakaknya pikir misinya ini mungkin seperti misi-misi yang ada di film action, namun nyatanya misinya kali ini lebih berbahaya dari pada itu, karena menyangkut masalah hati.

"Sangat berbahaya kak, namun jika misi ini berhasil maka aku akan menjadi pria paling bahagia di dunia ini," terangnya.

Oh, Adrian tersenyum dan kemudian mengangguk. Sekarang ia paham dengan misi berbahaya adiknya ini, ternyata itu adalah misi untuk menaklukan sang pujaan hati.

"Pergilah dan semoga berhasil. Do'aku selalu menyertaimu."

"Hm, aku pergi."

Deru mesin mobil terdengar dan itu menandakan jika Vino sudah pergi.

.... ...

"Astaga!" Naufal menjerit ketika membuka pintu kamar sang adik. Bagaimana tidak, lihatlah! kamar Nesya saat ini sudah seperti kapal pecah. Pakaian berserakan di mana-mana.

"Apa tadi ada topan lokal di sini, Sya?" tanya Naufal seraya mengampiri Nesya yang tengah mengeluarkan beberapa baju dari lemari dan kemudian melemparnya ke sembarang arah.

"Tidak ada baju yang cocok kak!" keluh Nesya dengan tampang kusutnya.

"Cocok? Memang mau ke mana?"

Nesya terdiam, kalau dijawab pasti kakaknya ini akan menggodanya tapi kalau tidak dijawab, dirinya sudah terlanjur ketahuan jadi ...

"Hm, aku mau makan malam, Kak," jawabnya gagap.

Kan benar, Naufal langsung menaik turunkan alisnya menggoda, "Cieee ... makan malam bersama Vino, ya?" ledeknya. Nesya hanya bergumam sebagai jawabannya.

"Daripada menggodaku, lebih baik kakak bantu aku memilih pakaian yang cocok," pinta Nesya.

"Hei, tidak perlu pusing memikirkan pakaian. Jika dia memang cinta padamu, apapun yang kamu pakai, pasti dia menyukainya," jelas si pria.

"Tapi aku kan mau kelihatan cantik, Kak," rengeknya.

"Ck." Naufal geleng-geleng kepala. Dia berjalan menuju beberapa pakaian Nesya yang telah terlempar. Lalu matanya menangkap sebuah gaun berwarna putih barley dengan pita merah di pinggangnya.

"Ini saja!" Naufal memungut gaun itu dan menyodorkannya pada sang adik.

"Hm.." Nesya menatap lamat gaun yang dipilihkan sang kakak. "Apa ini tidak terlalu terbuka kak?" Jujur, Nesya kurang begitu suka dengan pakaian minim. Gaun ini saja adalah hadiah ulang tahun dari rekan kerjanya ketika di kampung halaman ibunya dulu dan belum pernah dipakai pula.

"Adikku sayang, pakai gaun ini saja ya. Kamu mau kan terlihat cantik di depan Vino?" bujuk Naufal.

"Tapi kak, gaun itu...-"

"Hei, kamu akan kelihatan menawan memakai ini. Aku jamin Vino tak akan berkedip saat melihatmu nanti!"

"Hm ... ya sudah," akhirnya Nesya telah memilih gaun yang nanti akan ia gunakan.

.......

Vino sudah berada di sebuah restaurant mewah yang berlokasi di tepi sungai. Ia tengah menunggu Nesya dengan gelisah.

"Vino," panggilan itu membuatnya menegang. Dengan perasaan campur aduk, pria tampan itu menoleh pada si pemanggil.

Deg

...Bersambung...

...Jangan lupa Vote & Comment ya, Readers......

...🙏🏻😊...

Terpopuler

Comments

Rehan Novaldi

Rehan Novaldi

seruuu....

2021-05-01

0

Refandika

Refandika

lanjut tor

2021-04-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!