"Oke, sip. Udah siap!" Aluna memandang pantulan dirinya di cermin. Setelan kaos oblong dan celana jeans panjang yang ia kenakan hari ini, menambah semangat baru untuk mengajari kedua keponakannya yang lucu. Aluna pun melenggang santai menuju rumah bibinya.
"Assalamu'alaikum, Bibi Ike. Luna datang nih!" teriak Aluna dari luar pagar.
Hening, tak ada satu jawaban pun yang ada hanyalah desiran angin yang membuat bulu kuduk berdiri.
Diliriknya pohon rambutan yang ada di sisi kanannya. Sesaat jiwanya melemah teringat Aksa, di bawah pohon itulah mereka pertama kali berkenalan. Tak tahu akan seperti apa nanti sikapnya, saat mereka berjumpa lagi. Aluna terlarut dalam lamunan, hingga ia tak menyadari seseorang telah berdiri di hadapnya.
Srek!
Suara plastik yang terseret kaki membuat Aluna tersentak kaget. Wanita itu segera menoleh, menatap Nino yang berjalan melewatinya tanpa permisi.
"Hallo?" ucap Aluna berlari kecil mengikuti Nino di belakangnya.
Lelaki itu membuka pintu rumah Bibi Ike.
"Kamu mau masuk?" tanya Nino dengan suara dingin.
Aroma tubuh Nino.menyeruak masuk ke dalam indra penciuman Aluna. Membuat wanita itu menahan napas untuk beberapa saat.
"Err, i-iya," sahut Luna terbata-bata.
Mata Aluna mengikuti langkah Nino, lelaki itu membuka pagar semakin lebar untuk membawa motornya masuk ke dalam rumah.
"Bisa tolong buka yang lebar pintunya?" tanya Nino menaikkan satu alisnya ke atas.
Aluna mengangguk, bergegas membuka pintu. Tanpa mengucapkan terimakasih, Nino malah masuk ke dalam rumah dan menuju kamar yang dia sewa di rumah Bibi Ike.
"Terimakasih," ucap Aluna sengaja mengeraskan suaranya agar Nino paham kode yang dia berikan.
Lelaki itu tidak lagi menjawab, justru terdengar suara air bergemricik dari dalam kamar mandi. Mungkin lelaki itu sedang mandi, atau mungkin buang air. Entahlah Aluna juga tidak terlalu penasaran dengan lelaki itu.
"Bibi dan yang lain ke mana ya?" gumam Aluna celingukan.
"Ada urusan." Nino keluar dengan rambut basah karena air wudhu, kemudian berjalan memasuki ruang mushola yang ada di dalam rumah Bibi Ike.
Sedari tadi Aluna hanya mengamati dalam diam setiap pergerakan yang lelaki itu lakukan. Mata Aluna terus memandang sosok yang kini tengah bersujud beribadah. Lelaki itu keluar dari sana, menoleh menatap Aluna hingga Aluna mengerjapkan matanya kaget.
"Tumben Mas Nino sendirian, yang lain pada ke mana?" tanya Aluna memberanikan dirinya lebih akrab dengan Nino.
Aluna pernah mendengar cerita soal Nino dari Aksa. Sikap Nino yang pendiam dan acuh, bukanlah sikap Nino yang sebenarnya. Ada masa lalu penuh luka yang lelaki itu simpan sendirian, tanpa tahu kepada siapa dia harus membaginya.
"Biasa, semua kencan. Hari ini kan hari Valentine," jawab Nino singkat padat dan jelas. Jelas-jelas menusuk relung hati Aluna, terbesit bayangan Aksa dan Reina saat mereka berpelukan. Rasa kecewa itu kembali menghantuinya.
Lalu Nino menatap Aluna. "Kamu sendiri kenapa malah datang ke sini? Mau ketemu Aksa?" tanya Nino sarkas.
Mata Aluna mengerjap. Wuah, selain lelaki di depannya manusia es, ternyata mulutnya pedas seperti bon cabe!
"Enggak, Mas. Luna ke sini kan mau ngajarin Echa belajar," jawabnya beralasan.
"Oh," jawab Nino cuek.
Aluna berpikir, mencoba menarik perhatian Nino. "Kalau Aluna datang ke sini untuk bertemu Mas Nino, bagaimana?"
Wajah Nino mendadak pias, lelaki itu masih berusaha mencairkan suasana yang tiba-tiba berubah dingin itu.
"Kamu bicara begitu, tidak ada yang marah?" tanya Nino mengerutkan keningnya.
"Enggak ada. Siapa juga yang marah? Issh." Luna menundukan kepala sembari memainkan jarinya.
"Ya, siapa tahu pacar kamu?" tanya Nino dengan tatapan lembut.
"Hahahaha, enggak! Pacar aja enggak punya kok." Aluna menaikkan sudut bibirnya dengan terpaksa membentuk senyum palsu.
"Serius?" tanya Nino memindah posisi duduknya, tepat di hadapan Aluna.
Di situ, Aluna baru menyadari betapa rupawannya sosok yang ada di hadapnya saat ini. Hidungnya yang mancung, dipoles dengan bibir yang merah merekah, iris mata yang coklat hazel menambah ketampanannya. Eitss ada satu lagi, bulu matanya lentik bagaikan daun kelapa yang mendayu-dayu di terpa angin.
Andai Nino seorang gadis, pasti akan banyak lelaki yang menggodanya. Mendadak wajah Aluna memerah, ia malu telah diam-diam memperhatikan wajah pria itu. Nino pun tersenyum tipis melihat gadis itu bengong sendiri.
"Sebentar, kamu jangan ke mana-mana!" perintah Nino. Aluna mengangguk setuju.
Jantung Aluna berdebar sangat hebat, tubuhnya serasa tak berdaya, apakah mungkin ia jatuh hati lagi? Tetapi, rasanya berbeda dengan apa yang ia rasakan saat bertemu Aksa. Mungkinkah ini yang di sebut cinta? Otaknya di penuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang ia sendiri tak tahu jawabnya. Beberapa saat kemudian Nino kembali dari dalam kamarnya, melihat gadis polos itu masih bermain-main dengan imajinasinya.
Aish Aluna-Aluna, memang begitu resiko tidak pernah dekat dengan lelaki, jadi mudah baper sendiri 'kan.
"Lun," sapanya lembut.
"Iya, Mas Nino. Luna masih di sini kok, hehehe." Seketika lamunannya buyar, ambyar bagaikan sebungkus nasi yang lepas dari karetan.
"Ini buat kamu. Selamat hari valentine. Meskipun aku belum pernah ngasih ginian ke cewek, tapi semoga kamu suka ya." Disodorkannya sekotak kado kecil bermotif bunga pink itu.
Sebenarnya itu kotak dari salah satu teman KKN Nino yang menyukai dirinya. Daripada hanya menambah sumpek ruang tidurnya yang sempit. Nino memutuskan memberikan kado itu pada Aluna, yang tampaknya jomblo abadi.
"Emh, ini seriusan buat aku, Mas?" tanya Luna bingung.
Dengan tertunduk malu Nino pun menjawab perlahan, "Iya, itu buat kamu."
"Makasih ya Mas," jawab Luna dengan senyum merekah.
Seketika itu tatapan mereka bertemu, Nino terpukau oleh senyuman Aluna. Debaran jantungnya semakin kencang, mungkin sesaat lagi akan meledak. Ia sudah tak mampu lagi menahan gejolak di hatinya.
"Luna beneran belum punya pacar?" tanya Nino tiba-tiba.
"Iya, belum," jawab Aluna menunduk malu.
"Kalau aku daftar boleh enggak?" Entah kenapa pertanyaan konyol itu keluar dari mulut Nino. Mungkinkah Nino menyukai Aluna?
"Maksudnya?" Aluna tertegun dan keheranan.
Mata mereka bertemu. "Bukan, lupakan saja," jawab Nino memalingkan wajahnya.
Aluna menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Mas, katanya kalau lelaki kasih kado valentine begini. Artinya kita jadian."
"Apa??" pekik Nino menatap Aluna dengan mata terbelalak.
Astaga Aluna, kepolosan macam apa yang ada pada dirimu sampai mengucapkan hal sekonyol itu di depan seorang lelaki tampan seperti Nino. Sadarlah Aluna! Sepertinya kamu butuh ruqiah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Wahyu Darkasih
walau ini sudah lewat tengah malam, entah mengapa mataku tetap betah melihat kisah yamg atu ini.😘
2020-08-30
2
Kembang Desa
aku datang lagi, maaf jika like nya dikit2, mipil baca
2020-07-20
1
Sasa (fb. Sasa Sungkar)
hi thor..
cerita nya baguuus..
aq mampir bawa boomlike, komen dan rate5..
feedback cerita ku yaa..
When Kama Meet Sutra..
ditunggu kunjungan nya readers.. 🤗
2020-06-06
0