Mata gadis itu mengerjap sempurna, menatap langit-langit kamarnya dengan pikiran berkelana. Sosok pria itu terus bergerilya di pikiran Aluna, entah mengapa jantungnya berdegub kencang ketika ia mengingat senyumnya. Lesung pipi pria itu, tatapan mata yang teduh dan penuh kehangatan mengingatkan Aluna akan almarhum ayahnya.
Aksa, itulah namanya. Pria manis yang mampu merobohkan benteng pertahanan Aluna. Namun, gadis itu tak menyadari ada pria lain yang mencuri pandang dan memperhatikannya, saat bibi Ike memperkenalkannya.
Hari ini adalah hari Sabtu, hari yang selalu di nantikan para pasangan kekasih untuk berkencan. Namun, tidak bagi Aluna. Sabtu malamnya penuh dengan segudang jadwal, seakan-akan tak ada lagi kesempatan baginya, untuk bisa sekedar hangout bersama para sahabatnya.
Ya, Aluna tak pernah mengenal pacaran. kesehariannya selalu membantu ibunya mengurus keperluan rumah, karena ia adalah anak semata wayang. Ia selalu berkutat dengan buku pelajaran. Tujuannya tentu untuk memperoleh beasiswa, meringankan beban ibunya yang menjadi tulang punggung. Ayahnya sudah lama meninggal sejak ia berusia sembilan tahun, terkadang terbesit keinginan untuk bisa berbaur bersama yang lain, tetapi apa daya? Takdir berkata lain.
Ketukan di pintu utama membuat Aluna menoleh dan bergegas menuju ruang tamu.
"Assalamu'alaikum," ujar seseorang dari balik pintu.
"Wa'alaikumsallam wr. wb," sahut Luna yang bergegas membuka pintu.
Matanya terbelalak. "Akkh!" pekik Luna terkejut.
Aluna segera merapikan penampilannya karena saat ini yang ada di hadapannya adalah pria yang semalam bermain-main di otaknya. Pemilik senyum termanis yang pernah ia temui tempo hari.
"Hmmm ... anu, Mas Aksa. Silakan duduk! Ada perlu apa ya, Mas?" tanya Luna memulai pembicaraan dengan nada suara yang terdengar sangat gugup.
Aksa pun mengambil tempat duduk tepat di hadapan Aluna. Ia menopangkan kedua tangan di dagu, menatap gadis itu lekat-lekat. Aluna salah tingkah, ia melempar pandangan ke luar rumah.
"Maaf, ganggu Luna ya? Mas boring nih di kost, enggak apa-apa kan kalau aku main sebentar ke sini?" tanya Aksa tersenyum menunjukkan deretan giginya yang sangat rapi.
"Iya enggak apa-apa. Mas Aksa mau minum apa?" tanya Luna menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Emm, terserah Luna. Apa aja boleh kok," jawab Aksa singkat sembari tersenyum.
"Oke, sebentar Luna tinggal ke dapur dulu." Aluna membalikkan badan dan beranjak pergi. Gadis itu ingin segera berlari menjauh, agar wajahnya yang merona tak terlihat di mata Aksa.
Aluna hanya membutuhkan waktu untuk menghirup napasnya lagi. Bersama dengan lelaki pemilik senyum menawan, membuat dirinya kehilangan seluruh pasokan udara dalam paru-parunya. Beberapa menit kemudian, gadis itu kembali ke ruang tamu, sembari membawa baki berisi secangkir teh lemon.
"Silakan diminum, Mas. Maaf seadanya aja," ujar luna tersipu.
"Makasih ya, ini udah cukup kok," jawab Aksa sembari menyeruput teh.
Luna memicingkan matanya. "Ngmong-ngomong, Mas Aksa tahu dari siapa Luna tinggal di sini?" tanya Luna penuh keheranan.
"Dari Echa. Dia bilang kalau Luna tiap malming gini pasti di rumah. Jadi ya udah, Mas samperin aja deh, hihihi." Aksa cekikikan melihat mimik wajah Aluna.
Aluna memutar bola matanya. "Huhhh! Dasar Echa!"
"Terus tujuan Mas Aksa ke sini mau apa?" Aluna menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Sebenarnya aku kesini itu mau ngenalin teman-teman ke Luna, kemarin belum sempet kenalan sama semua kan?" tanya Aksa perlahan.
"Eh ... iyaa," Luna pun tertegun sesaat.
Apa? Pria ini mau bawa gerombolannya ke sini? Ya, ampun aku harus gimana ini.
"Bentar ya, Lun. Aku telepon dulu teman-teman."
Aksa pun melangkah keluar menuju halaman. Luna hanya mampu mengangguk-angguk tanda setuju. Selang berapa lama, tiga pria lainnya akhirnya datang. Aluna terkejut, di antara mereka ada seseorang yang tak asing baginya.
"Mari, silakan duduk semua!" ucap Aluna memecah suasana.
Mereka bertiga pun segera masuk dan duduk manis di ruang tamu rumah sederhana milik keluarga Aluna.
"Kenapa semua pengen kenalan sama Luna?" tanya Aluna to the point, bingung akan kedatangan mereka yang menurutnya begitu janggal.
Aksa tertawa mendengar pertanyaan konyol itu, ia membenahi cara duduknya dan meremas-remas jemari.
"Nah gini, Lun. Ceritanya kemarin teman-teman tuh pada ngiri, minta dikenalin juga sama kamu. Alasannya, ya pengen nambah teman dong," ujar Aksa ringan.
"Yang ini namanya Teddy (sembari menunjuk pria berpawakan kecil), kalau yang ini namanya Sigma (menunjuk pria yang berkacamata tebal) dan yang satu ini bos kita, namanya Nino," ujar Aksa memperkenalkan temannya satu per satu.
Mata Aluna dan Nino kini bertemu, tubuh Aluna seakan tersengat aliran listrik ketika mata dingin itu menyapu penglihatannya.
Astaga, dia manusia es!
"Oh, iya. Saya Aluna, panggil aja Luna! Salam kenal ya semua," jawab Luna sedikit canggung.
"Luna ambilkan minum dulu ya, tapi minumnya cuma ada teh, sama kaya punya Mas Aksa itu. Kalian mau kan?" Aluna memperhatikan tamunya yang baru datang itu.
"Iya, enggak apa-apa. Kami doyan semuanya kok." Pria berkacamata menyahut dengan senyuman.
Mereka berlima pun saling bergurau, beberapa kali pandangan Luna bertemu dengan Nino, Namun ia segera mengalihkannya. Irama jantungnya tak karu-karuan. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, para pria itu pun pamit pulang kembali ke kos. Aluna menghempaskan tubuhnya ke kasur sembari memeluk guling.
"Aaaarrghhhh sial! Jadi yang aku kira berondongnya Bibi kemarin, ternyata si Nino itu!" umpat Luna sembari menggigit jarinya.
Ya Tuhan mana pakai adegan aku nyungsep lagi! Malunya itu loh, semoga aja Nino bukan cowok ember. Amiin!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Senja di langit Jawa🌺℘ṧ
wah Aluna seneng Nino😁 eh kok aku jadi Inget ikan ya ada apakah gerangan?😲 ah entahlah pokoknya aku seneng nopel ini nanti lanjut baca lagi ahhh
#FWC
2020-09-18
0
iiirrmaa Ind🌺℘ṧ
aluna🤭
2020-09-18
0
Erika
kecambah cnt tmbhu
2020-06-16
0