My Edelweiss
Di sudut ruangan berluaskan 4x3 meter ini, terlihat seorang gadis yang sedang merobek-robek amplop berwarna coklat yang berisikan berkas-berkas lamaran kerjanya. Raut wajah wanita itu terlihat begitu murung dan kesal. Entah sudah ke berapa kali dirinya membeli amplop, menulis puluhan lembar surat lamaran kerja, namun tidak pernah ada yang membuahkan hasil sama sekali.
"Arrgh! Kenapa belum ada kabar lagi tentang lamaran pekerjaan yang aku kirim?" gerutunya seraya meremas-remas kertas tak berdosa itu menjadi kepalan bulat.
Dengusan keluar dari mulutnya. "Susah sekali cari kerja! Seperti cari jodoh aja! Huft!" Gadis itu menggerutu seraya melemparkan gumpalan kertas sembarangan. Lalu menghempaskan tubuh mungilnya di kasur. Ia melamun memandang langit-langit kamar.
Seandainya aja, aku sudah kerja. Pasti ibu enggak akan kesusahan lagi.
Lamunan wanita itu melayang, membayangkan betapa susah payahnya sang ibu mencukupi nafkah keluarganya. Semenjak ayahnya meninggal, sang ibu selalu membanting tulang siang dan malam demi sesuap nasi.
"Lun, sudah malam ini. Ayo cepat, antarkan pesanan sambel goreng bekicot bibimu!" teriak seseorang dari luar membuyarkan lamunannya.
Aluna Tavisha, nama yang sengaja orang tuanya pilih dengan arti yang begitu indah. Kecantikan dari bunga surga. Gadis itu pun segera bangkit, lalu pergi meninggalkan kasur kesayangannya.
Waktu telah menunjukkan pukul 20:00. Angin malam ini tak begitu bersahabat. Seorang gadis cantik berambut panjang nan lurus, melangkah santai. Tubuh sintalnya berlenggak-lenggok bak model catwalk. Gadis berkulit kuning langsat itu, beberapa kali mengedip-kedipkan mata sipitnya. Menghalau silau cahaya lampu jalanan.
Aluna, begitulah orang-orang biasa memanggilnya. Seorang remaja, yang baru saja lulus SMK. Gadis pemilik mata indah ini belum mengenal dunia luar, hari-hari selepas kelulusan hanya membantu orang tuanya sembari mencari pekerjaan. Ia menyusuri jalan setapak, menuju rumah bibinya untuk mengantar pesanan.
"Bi, Bibi," teriak Aluna dari balik pagar, tapi tak ada satupun suara apapun yang menyahutnya.
Kenapa tubuhku jadi merinding begini? Aluna menatap ke kanan dan ke kirinya, memastikan bahwa tidak ada apapun di sekitarnya. Sepertinya angin malam yang menusuk pori-pori kulitnya membuat bulu kuduk wanita itu meremang.
Namun, tiba-tiba pintu samping rumah Bibi Ike pun terbuka dan muncullah seorang pria yang membuat Aluna tersentak. Lelaki berperawakan ideal dengan tinggi kira-kira 170 cm. Rambutnya yang hitam legam tampak berkilau di bawah sinar rembulan. Pria misterius itu terlihat berusia sekitar 21 tahun. Ia menunduk, menyembunyikan wajahnya di balik tudung jaket.
Aluna pun terkejut dan seketika pikirannya berkelana. Siapa cowok itu? Apa mungkin sekarang, Bibi suka berondong muda?
Tanpa ia sadari kedua bola matanya terus memperhatikan pria itu, dari ujung kaki hingga ujung rambut. Dan ketika sang pria mendongakkan kepalanya, tatapan mereka bertemu. Mata pria itu tampak sayu, tatapannya begitu dingin. Merasuk ke relung hati. Aluna merasa sangat malu dan tertunduk, ia belum pernah beradu pandang dengan seorang pria seperti itu. Wajahnya merona seperti pencuri yang tengah tertangkap basah.
Gadis itu berpikir bagaimana nanti jika pria itu mengadu pada bibinya? Lalu dia akan dianggap sebagai penguntit. Apalagi bibinya adalah seorang istri, yang ditinggal merantau suaminya. Bisa saja wanita karir itu kesepian dan pria itu kekasih gelapnya. Dia segera berlari tanpa memperhatikan langkahnya hingga kakinya tanpa sengaja menabrak benda mati yang tidak bersalah.
Bruuuuak!
Aluna jatuh tersungkur menabrak pot bunga.
Tanpa pikir panjang, gadis itu bergegas bangkit dan pergi meninggalkan halaman rumah bibinya dengan menahan sakit di kakinya. Ia bergegas kembali ke rumahnya.
Aluna memasuki ruang tamu dengan meringis kesakitan. Sang ibu yang hendak ke dapur menghentikan langkahnya saat melihat Aluna.
"Loh, kok tumben cepet banget, Lun? Biasanya kamu main dulu sama Echa?" tanya ibunya sembari mengernyitkan alis.
"Err ... itu, Bu. Luna belum ketemu sama Bibi, tapi tadi pesanannya sudah Luna tinggalin di pagar rumah kok," ujar Luna sembari meniup lukanya.
"Itu kakimu kenapa bisa bonyok begitu?" cerca ibunya lagi, menatap Aluna dengan bingung.
"Enggak apa-apa kok, Bu. Cuma kepleset dikit tadi." Aluna berjalan terseok-seok, melangkahkan kakinya ke kamar tidur.
Entah kenapa hari ini mata Aluna sulit terpejam, bayang-bayang samar pria itu masih terus menghantuinya. Otaknya pun dipenuhi dengan berbagai pertanyaan.
"Besok aku harus kembali ke rumah Bibi!" ujarnya dengan penuh semangat. Gadis itu ingin menanyakan siapa sebenarnya pria itu? Dahulu sebelum pamannya merantau, Luna pernah berjanji akan menjaga Bibi Ike. Ia tak ingin bibinya berselingkuh, apalagi dengan pria muda.
"Aku belum pernah melihat pria manapun memasuki rumah Bibi, selain Paman Wisnu. Jangan-jangan pria itu hantu! Hiiii serem!" Gadis itu menutup wajahnya dengan bantal karena bulu kuduknya merinding. Akhirnya, ia menarik selimut, dan memutar musik kesukaannya. Aluna pun perlahan terlelap.
-***-
Keesokan paginya Aluna bergegas turun dari ranjang, rasanya tak sabar ingin bertemu dengan bibinya. Dengan dandanan ala kadarnya, ia pun pergi menuju rumah Bibi Ike.
Sesampainya di depan pagar rumah Bibi Ike, Aluna tertegun, karena banyak pria muda di sana, bukan lagi satu melainkan empat! Wahh sebenarnya apa yang tengah terjadi?
"Lun, sini Nak," panggil bibinya.
Aluna dengan tampang syok bergegas mendekati bibinya.
"Iyaa Bi, ini kenapa kok--" Belum sempat Luna menyelesaikan kata-katanya. Sang bibi malah balik bertanya, "Hmmm, Luna kemarin dari sini 'kan anterin pesanan. Kenapa kok enggak langsung masuk aja? Kan Bibi enggak pernah kunci pintunya kalau ada Echa di dalam."
Luna menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Itu, soalnya kemarin Luna ada keperluan mendadak. Jadi pesanan Bibi, Luna cantolin di pagar aja. Maaf ya, Bi," jawab Luna tersipu malu.
"Iya udah enggak apa-apa. Oh iya ini kenalin keponakan saya, namanya Aluna," sambung bibinya sembari tersenyum penuh arti.
"Lun, mas-mas ganteng ini sekarang anak kost di sini. Ini mahasiswa-mahasiswa KKN dari universitas PGRI," cerocos bibinya menjelaskan asal usul mereka.
Ah, mahasiswa KKN rupanya. Hampir saja Aluna menjadi penyebab perceraian paman dan bibinya.
"Salam kenal ya, Lun," ujar salah satu pria dari mereka berempat. Sedangkan ketiga pria lainnya sibuk dengan ponsel mereka masing-masing.
Dia berperawakan tinggi kurus dan memiliki senyuman yang manis, bisa dilihat sekilas bahwa dia adalah tipe pria penggoda.
"Ahhcc, iya, Mas. Salam kenal juga." Luna menjawab dengan wajah memerah.
Bibi Ike pun tersenyum tipis, dan mengajak Luna masuk ke dalam rumah. Mereka berbincang-bincang hangat, Luna meminta maaf karena memecahkan pot bunga dan sudah berprasangka buruk pada bibinya. Ia menceritakan semalaman tidak bisa tidur, memikirkan tentang apakah benar bibinya berselingkuh, seperti di sinetron yang pernah ia tonton di televisi. Sang bibi pun tertawa terbahak-bahak, sembari mengusap kepala gadis berdarah Jawa-China itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Ayunina Sharlyn
nyimak
2020-09-19
0
Syala Yaya (IG @syalayaya)
Aku hadir kak, keren ... penulisannya rapi enak di baca. Pokoknya keren
#FWC
2020-09-18
0
Senja di langit Jawa🌺℘ṧ
Mantul ah banyak cogan😍 Thor minta satu dong pemudanya yang ganteng dan manis🙈
2020-09-18
0