Istri Kecil MR. Arogant
Di dalam kegelapan malam dan di bawah rintik hujan. Terlihat seorang laki-laki berjalan sempoyongan sambil memegangi perutnya yang terluka, sedangkan tangan satu lagi menggenggam sebuah senjata api yang baru saja menghilangkan sedikitnya dua puluh nyawa manusia.
"Aaahhhh! Sial," umpatan keluar dari bibir pucat itu.
Berkali-kali laki-laki muda itu menggeram karna rasa sakit pada perutnya yang tertembak. Darah segar terus merembes dari lukanya dan melumuri salah satu tangannya.
Semakin jauh ia berjalan, hanya membuat tenaganya semakin berkurang. Jika saja mobilnya tidak terbakar dalam peristiwa yang baru saja dia alami, pasti saat ini dia sudah tiba di rumahnya dan mendapatkan perawatan pada luka di sekujur tubuhnya. Tapi yang terjadi justru malah sebaliknya.
Pandangannya mulai kabur dan tubuhnya terasa lemas, bahkan lututnya sudah tidak mampu lagi menopang berat tubuhnya sendiri. Dan yang terjadi selanjutnya adalah tubuhnya tergeletak di tanah dengan mata menutup menahan rasa sakit. Ia pun telah pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Semua indera pada tubuhnya seperti tidak bisa merasakan apa pun selain rasa sakit, dan sebelum dia benar-benar kehilangan kesadarannya....
Samar-samar laki-laki itu melihat seseorang berlari menghampirinya , sayangnya ia tidak bisa melihat seperti apa rupa orang tersebut. Tapi satu hal yang pasti, dia seorang perempuan.
"Ya Tuhan!"
Viona yang baru saja tiba di rumahnya di kejutkan dengan keberadaan seorang laki-laki asing yang tengah terkapar tak sadarkan diri di depan pagar rumahnya. Tanpa membuang banyak waktu, Viona segera menghampiri laki-laki berusia 28 tahunan tersebut.
Sekujur tubuhnya hampir di penuhi luka seperti wajah, leher dan lengan kiri atas yang terlihat dari lengan kemejanya yang robek karna bekas sabetan benda tajam. Tapi yang paling parah tentu saja luka tembak diperutnya "Tuan, bisakah Anda mendengar saya? Tuan, buka mata Anda!" panik Viona sambil menepuk pipi laki-laki itu. Viona segera memeriksa denyut nadi dan detak jantungnya
"Dia masih hidup, dan detak jantungnya sangat lemah." lirihnya menggumam.
Tidak ingin sesuatu hal buruk menimpa pria asing dan misterius tersebut. Viona segera memapahnya dan membawanya masuk ke dalam rumah, ia perlu segera mengeluarkan peluru dari perutnya agar nyawa laki-laki itu bisa tertolong. Viona tidak peduli meskipun laki-laki itu adalah orang asing yang belum tentu adalah orang baik. Bagi Viona menyelamatkan nyawanya itu adalah yang paling utama, karna memang itulah tugasnya sebagai seorang dokter.
Setelah hampir setengah jam, akhirnya peluru yang bersarang di perut laki-laki itu berhasil di angkat dan lukanya selesai di jahit. "Hufftt! Akhirnya selesai juga." Viona menyeka peluh dari keningnya kemudian membuka sarung tangan yang berlumur darah dan membuangnya pada tempat sampah bersama kapas yang ia gunakan untuk membersihkan darahnya. Selain mengeluarkan peluru dari perutnya, Viona juga mengobati dan menjahit luka memanjang di atas alis dan lengan kirinya.
Viona kemudian beranjak dan meninggalkan kamar tamu, membiarkan laki-laki itu beristirahat. Yang perlu ia lakukan sekarang adalah membuatkan bubur untuk tamunya.
-
Di sebuah ruangan bernuansa putih yang cukup luas dengan perabotan lengkap termasuk sofa, televisi dan kamar mandi. Seorang pria berbaring tak sadarkan diri. Perban terlihat di sana sini seperti perut , lengan kiri atas, tulang pipi dan keningnya. Banyaknya perban yang melilit tubuhnya menandakan luka yang dia dapatkan cukup parah.
Perlahan-lahan pria itu membuka matanya, memperlihatkan sepasang mutiara berwarna coklat yang memiliki sorot dingin dan tajam. Pria itu lantas menelisik kesegala penjuru arah, dia merasa asing dengan tempat di mana ia kini berada. Tidak ada siapa pun di dalam ruangan itu selain dirinya.
"Aaaah." Pria itu meringis sambil memegangi perutnya. Dengan menahan rasa sakit, pria itu mencoba untuk duduk dengan perlahan-lahan untuk menjaga keseimbangan tubuhnya yang masih belum stabil.
Decitan pintu yang dibuka dari luar sedikit mengalihkan perhatiannya, lantas pria itu menoleh dan mendapati seorang dara jelita bersurai coklat panjang masuk sambil membawa sebuah nampan yang sepertinya berisi makanan dan beberapa butir obat. Viona sedikit terkejut melihat pria yang ditolongnya ternyata sudah sadar. Namun tak berselang lama bibirnya mengulum senyum ramah dan menghampiri pria itu.
"Kau sudah sadar? Bagaimana keadaanmu?" Viona meletakkan nampannya di meja samping pemuda itu duduk.
"Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja." Jawabnya datar.
"Syukurlah kalau begitu. Kau tau? Bagaimana paniknya aku saat menemukamu tak sadarkan diri di depan pagar rumahku, aku sempat berfikir jika kau itu mayat. Tapi syukurlah, aku tidak datang terlambat." kata Viona lagi.
"....." kali ini pria itu tidak memberikan jawaban dan memilih untuk diam.
"Aku membuatkan bubur untukmu, kau harus memakannya supaya kondisimu bisa segera pulih." ucap Viona yang langsung mendapatkan tatapan kurang bersahabat dari pria didepannya.
"Tidak perlu cemas, bubur itu tidak beracun dan aku berani menjaminnya," sambungnya seolah tau apa yang pria itu pikirkan.
Tanpa mengatakan apa pun, pria itu memakan bubur yang telah di siapkan oleh Viona untuknya 'Tidak buruk juga.' fikirnya. Baru beberapa sendok saja, pria itu meletakkan kembali mangkuk itu pada tempatnya semula. Ia tidak berselera sama sekali, mungkin pengaruh dari demam yang dia alami hingga membuat lidahnya terasa pahit.
Viona tersenyum "Namaku Viona. Namamu siapa?" tanyanya sopan.
"Nathan."
"Hhm! Tuan Nathan, memangnya apa yang sebenarnya terjadi padamu? Kenapa kau bisa sampai terluka parah seperti itu? Apa kau seorang....?"
Pria itu 'Nathan' mengangkat wajahnya dan menatap Viona sedikit tajam dan tidak bersahabat. "Bukan urusanmu."
Viona meringis mendengar umpatan Nathan. Jika boleh jujur, Nathan adalah pria terdingin yang pernah ia temui dalam hidupnya. "Baiklah, aku tidak akan memaksamu. Sebaiknya untuk sementara waktu tinggallah di sini, setidaknya sampai kondisimu benar-benar pulih. Kau tidak perlu sungkan, aku hanya tinggal sendiri dirumah ini. Jangan lupa minum obatnya, dan kembalilah beristirahat."
Viona beranjak dan meninggalkan Nathan sendiri di kamar itu. Nathan tidak memberikan respon dan hanya menatap datar kepergian Viona sampai sosoknya menghilang di balik pintu.
Sementara itu...
Di kediaman keluarga Lu. Kepanikan terlihat jelas dari raut wajah pria berwajah kebarat-baratan bernama Yifan Lu atau yang lebih akrab dipanggil Henry. Bagaimana ia tidak panik dan cemas, adiknya tidak ada kabar sejak kepergiannya dua belas jam yang lalu.
Ponselnya juga tidak bisa di hubungi, sampai-sampai ia harus mengerahkan seluruh anak buahnya hanya untuk menemukan keberadaan sang adik. Henry berdoa semoga tidak ada hal buruk menimpanya.
"Tuan Henry?"
Pria itu berbalik badan karna teguran seseorang "Bagaimana? Apa kau sudah mendapatkan kabar keberadaan, Nathan?"
"Maaf Tuan, kami tidak berhasil menemukan tuan muda. Hanya mobilnya saja yang sudah hangus terbakar yang berhasil kami temukan, dan ada mayat yang ikut terbakar dalam mobil itu."
"Apa? Lalu apa kau sudah memastikan mayat siapa itu?" tanya Henry memastikan.
"Sudah Tuan, dan itu bukan mayat tuan Nathan. Ada kemungkinan jika tuan Nathan masih hidup."
"Cari terus keberadaan adikku, bawah dia kembali padaku dalam keadaan hidup ataupun mati." Laki-laki itu mengangguk dan meninggalkan Henry sendiri di ruanganya.
Tak berselang lama setelah kepergian laki-laki itu. Dua orang pemuda terlihat menghampiri Henry. "Tuan." panggil salah satu dari kedua pemuda itu.
"Bagaimana, Kai? Informasi apa yang kau dapatkan kali ini?"
Kai pun menyampaikan informasi penting yang ia dapatkan hari ini pada Henry. Pria itu mendesah berat. "Awasi terus mereka dan temukan dengan segera gadis yang memiliki chip itu. Jangan sampai mereka mendahului kita dan menemukannya."
"Baik, Tuan!"
Henry menatap kembali langit malam yang terlihat gelap , tanpa hiasan bulan dan bintang. Helaan nafas berkali-kali keluar dari sela-sela bibirnya, dalam hatinya ia terus berdoa. Dimana pun saat ini Nathan berada. Semoga dia baik-baik saja, karna ia tidak mungkin bisa memaafkan dirinya jika sampai terjadi sesuatu padanya, Henry telah berjanji pada kedua orang tuanya untuk selalu melindungi adik dan kakak perempuannya.
-
Pagi datang dengan cepat. Di dapur yang terlihat cukup besar, terlihat seorang gadis bersurai coklat terang tengah berkutat dengan penggorengan dan spatulanya. Gadis itu tengah sibuk menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri juga untuk tamunya. Sedikitnya lima menu berbeda telah terjani di atas meja dan tinggal satu menu lagi.
Suara langkah kaki seseorang sedikit menyita perhatian Viona. Gadis itu menoleh dan mendapati Nathan berjalan menghampirinya sambil memegangi kepalanya yang serasa ingin pecah. Viona pun segera mematikan kompornya dan menghampiri pria itu.
"Tuan Nathan, apa yang kau lakukan? Seharusnya kau beristirshat di kamar, kemarilah." Viona menuntun Nathan untuk duduk, gadis itu menuangkan air kedalam gelas dan memberikannya pada Nathan.
"Minumlah." pintanya. "Apa kepalamu masih pusing?" tanyanya cemas. Pria itu tidak menjawab, sebagai gantinya, Nathan mengangguk.
"Siang ini juga aku akan pergi dari rumah ini, aku tidak ingin merepotkanmu lagi."
"Apa yang kau bicarakan, Tuan Nathan? Aku sama sekali tidak pernah merasa direpotkan, aku masih belum bisa mengijinkanmu pergi dari rumah ini. Kondisimu masih sangat lemah, lagi pula aku adalah doktermu saat ini jadi menurutlah padaku." cerocos Viona tanpa jeda.
"Apa tidak apa-apa?"
"Tentu saja tidak!! Kau terlalu sungkan, dan sebaiknya sekarang kita sarapan. Makanlah yang banyak supaya keadaanmu bisa segera pulih." ujar Viona sambil mengulum senyum tipis.
Setelah sarapan dan membereskan semua prabotan yang kotor. Viona menghampiri Nathan dikamarnya dengan sebuah tas belanja di tangannya. Gadis itu mengetuk pintu terlebih dulu sebelum melangkah masuk "Tuan Nathan, aku membelikan beberapa helaian pakaian untukmu. Semoga ukuran celananya pas, kau bisa memakainya selama di sini. Karna tidak mungkin selama beberapa hari kau akan memakai pakaian yang sama, lagi pula pakaianmu sudah terlihat tidak layak." tutur Viona.
Nathan memperhatikan kemeja hitamya. Benar apa yang gadis itu katakan, ada robekan pada lengan dan perutnya. "Maaf, lagi-lagi aku merepotkanmu. Aku pasti akan membalas semua kebaikkanmu."
Viona tersenyum kemudian menggeleng. "Tidak perlu. Aku tulus melakukannya dan ini demi rasa kemanusiaan. Jika pun itu bukan dirimu, aku pasti akan melakukan hal yang sama. Karja tugas seorang dokter adalah menolong nyawa manusia. Maaf, aku harus pergi sekarang. Tidak perlu merasa sungkan, anggap saja seperti rumah sendiri. Ada banyak makanan di dalam kulkas, jika kau ingin memakan sesuatu." ujarnya kemudian meninggalkan Nathan sendiri didalam kamarnya.
Nathan membuka paper bag itu dan melihat isinya. Ada lima helai kemeja dengan warna dan model yang berbeda, tiga celana bahan berwarna gelap, tak ketinggalan ada dalaman juga. Nathan tidak tau bagaimana harus berterimakasih pada Viona yang sudah begitu baik padanya, dan ia berhutang nyawa pada dokter muda itu.
.
.
BERSAMBUNG.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 265 Episodes
Comments
EndRu
semoga Bagus.. jadi nyimak dulu..
karena aku tidak suka cerita sad ending
2023-09-24
0
Ezhi Alfarizy
nyimak dulu ya thor
2022-09-16
0
Tri Widayanti
Hadir dengan like👍
2022-09-16
0