Viona tiba di rumah sakit tempatnya bekerja dan kedatangannya langsung di sambut oleh seorang perempuan yang satu profesi dengannya. Perempuan itu menghampiri Viona dengan langkah sedikit tergesah dan nafas naik-turun.
"Bagus kau datang tepat waktu, kita harus segera ke ruang UGD. Telah terjadi kecelakaan dan keadaan pasien sangat kritis." Ucap wanita itu panik.
"Apa?"
Tanpa mengulur banyak waktu, kedua dokter cantik itu pun berjalan beriringan menuju ruang UGD. Derap langkah kaki mereka yang bergerak seirama menggema di lorong panjang yang menjadi akses utama menuju ruang UGD. Viona membuka pintu dengan tidak sabaran dan menghampiri Sunny yang mencoba memberikan pertolongan pertama.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Viona sambil memeriksa keadaan pasien.
"Kritis, ada sesuatu yang menyangkut di jantungnya dan tekanan darahnya semakin menurun." ujar Sunny memberikan penjelasan.
"Suster Mia, tolong ambil sempel darahnya." Pinta Viona pada wanita yang berdiri di belakangnya. Perempuan itu kemudian mengabil sebuah suntikan untuk mengambil sempel darah pasient itu
"Dokter Lee, Cepat cek golongan darahnya."
"Baik, Dokter."
"Detak jantungnya semakin menurun, dan tekanan darahnya semakin rendah." ujar Kirana.
"Tidak ada waktu lagi, kita harus segera melakukan operasi darurat untuk mengambil benda yang tersangkut di sekitar jantungnya." Tegas Viona pada Kirana dan Sunny, mereka mengangguk. "Suster Diva, siapkan ruang operasinya." Pinta Viona pada salah satu suster yang membantunya.
"Baik, Dokter."
Ruang operasi telah di seterilkan. Viona yang bertanggung jawab di bagian anestesi segera memberikan kode pada kedua rekan satu timnya. Setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian operasi dan mencuci tangannya dengan cairan antiseptik kemudian mereka memakai sarung tangan khusus.
Tanpa membuang lebih banyak waktu lagi.
Viona, Kirana dan Sunny segera membawa pasien menuju ruang operasi. Mereka harus bertindak cepat sebelum nyawa wanita itu melayang, semua orang yang berada di ruangan itu terlihat sibuk. Dan mereka tengah bekerja keras untuk menyelamatkan nyawa pasiennya sebelum terlambat.
"Siapkan kelengkapannya. Kita segera mulai operasinya."
"Tekanan darah 80, denyut nadi 50 dan tingkat matanya 60. Tekanan darahnya sangat rendah begitu juga dengan detak jantungnya yang tidak teratur." Viona mengangguk.
"Dokter, tekanan darah pasien semakin menurun. Pendarahan parah dan saturasi oksigenya rendah." ujar Mia sedikit panik.
"Cepat ambilkan kantong darah yang sesuai dengan golongan darahnya." Seru Sunny tegas.
Viona, Sunny dan Kirana saling memandang sejenak kemudian mengangguk. Kirana mulai mengolesi cairan antiseptic disekitar dada kiri pasien. Viona mengulurkan tangannya. "Pisau bedah." salah satu asistennya memberikan pisau yang Viona minta. Dengan wajah serius, Viona mulai membelah dada pasien dan memulai operasinya.
"Dokter, tekanan darah menurun lagi."
"Siapkan kantong darah sebanyak yang di butuhkan, hilangkan adhesinnya dan hentikan pendarahannya." Semua orang dalam ruangan itu mengangguk. Viona, Kirana dan Sunny menghilangkan adhesinya.
"Dokter Kirana, percepat tekanan darahnya. Dokter Sunny ambil bung RBC (sel darah merah)" perintah Viona pada Kirana dan Sunny.
Seperkian jam berlalu. Operasi pun selesai, Viona dan timnya keluar dari ruang operasi dengan wajah berseri karna operasi hari ini berjalan lancar. Viona melepas maskernya seraya menghampiri keluarga pasien.
"Dokter. Bagaimana keadaan istri saya?" tanya seorang pria khawatir.
"Tidak perlu cemas, Tuan. Istri anda baik-baik saja." balas Viona tersenyum.
"Boleh saya menemuinya??"
"Tentu, setelah di pindahkan keruang inap."
Kelegaan terlihat jelas di raut wajah ketiga dokter cantik itu. Untuk yang kesekian kalinya, mereka berhasil menyelamatkan nyawa pasien melalui tangan ajaibnya.
Dan dari kejauhan, mereka bertiga melihat seorang dokter cantik yang tengah meliukkan tubuhnya sambil mengulum senyum lebar.
Ketiga dokter cantik itu ikut tersenyum juga melihat kedatangan seniornya. "Kerja bagus girl, rumah sakit ini sangat beruntung memiliki dokter-dokter muda berbakat seperti kalian." pujinya penuh rasa bangga.
Viona terkekeh. "Kau terlalu memuji, Senior. Di bandingkan dirimu, kami belum ada apa-apanya. Karna kaulah Dokter terhebat dan terbaik di rumah sakit ini."
"Berhentilan memujiku, Viona Angella. Kau membuatku besar kepala."
"Senior, aku dengar adik bungsumu menghilang. Apa dia sudah berhasil ditemukan?" tanya Sunny penasaran.
Raut wajah Senna berubah sendu mendengar pertanyaan Sunny, dokter berdarah China - Korea itu menggeleng. "Belum, sampai sekarang dia masih belum ada kabarnya." Ujarnya sedih.
Viona menepuk bahu Senna. "Yang sabar, Senior. Berdoa saja semoga dia baik-baik saja."
"Terimakasih untuk perhatiannya." Senna ikut tersenyum melihat senyum tulus Viona.
"Senior, kami duluan." pamit Kirana mewakili kedua sahabatnya. Senna mengangguk.
-
Kebosanan mulai melanda Nathan, diam sendiri di rumah tanpa bisa melakukan apa-apa membuat dia merasa bosan. Pria itu bangkit dari posisi berbaringnya lalu berjalan keluar kamar tamu yang dia tempati sejak semalam.
Nathan memperhatikan sekeliling, rumah itu begitu bersih dan rapi. Sepertinya sang empunya rumah merawatnya dengan sangat baik. Rumah itu cukup besar, terlalu besar malah untuk di tinggali gadis seorang diri.
Nathan berjalan mengelilingi rumah itu untuk sekedar melihat-lihat saja, entah kenapa ia merasa begitu nyaman dan tenang berada di rumah itu. Kemudian Nathan berjalan ke arah taman belakang, dia menemukan sebuah taman yang di tumbuhi bunga mawar berbagai jenis dan warna serta pohon sakura yang tumbuh di tengah-tengah taman.
Ada air mancur juga rumah kaca dengan berbagai tanaman hias yang cantik, didalam rumah kaca itu ada sebuah meja dan dua buah kursi yang di tata berhadapan.
Nathan berjalan menuju rumah kaca itu dan berlama-lama di sana. Tak terasa waktu berlalu dengan cepat, sepertinya baru satu detik yang lalu ia berada di sana. Tapi langit sudah terlihat gelap, baru saja Nathan beranjak dan hendak meninggalkan taman. Namun kedatangan Viona menghentikan langkahnya.
"Rupanya kau disini, pantas aku tidak menemukanmu di dalam." Ucap Viona setelah berada di depan Nathan.
"Kau baru pulang?" Viona mengangguk. Nathan memperhatikan jas putih yang menjadi luaran blus brokatnya. Dan Nathan baru menyadari jika gadis penolongnya adalah seorang dokter. Pantas saja jika ia begitu ahli merawat luka-lukanya sampai mengeluarkan peluru yang bersarang di perutnya.
"Aku membawakan makan malam untukmu, ayo kita makan sama-sama."
Makan malam mereka lewati dengan tenang, setelah makan malam Nathan langsung kembali kekamarnya. Nathan mengangkat naik singlet putih yang menjadi dalaman kemejanya dan pandangannya tertuju pada perban dengan bercak darah di atasnya. Pria itu meringis saat membuka lilitan perban yang melilit perutnya, sesekali menggeram karna perban yang sedikit menempel pada lukanya.
"Seharusnya kau meminta bantuanku jika ingin membuka perbannya." Sepasang tangan meraih simpul perban yang masih meliliti perut Nathan, sontak saja Nathan mengangkat wajahnya dan mendapati wajah ayu Viona berada tepat di depan matanya.
Viona juga melakukan hal yang sama, hingga mata mereka saling bersiborok. Viona yang sedikit gugup langsung menjauhkan wajahnya dari Nathan. "A..aku akan menggantinya dengan perban yang baru." Ucapnya gugup.
Nathan tak sedikit pun mengalihkan pandangannya dari sosok cantik di depannya. Mengamati setiap lekuk wajahnya mulai dari mata, hidung dan terakhir bibir. Viona memang sangat cantik dan penuh kelembutan, tidak ada polesan make up berlebihan pada wajahnya selain lipgloss pink lembut. Kecantikannya begitu natural, sangat berbeda dengan kebanyakan perempuan yang pernah ia kenal dan temui selama ini.
Setelah hampir dua puluh menit, pekerjaan Viona pun selesai. Perban yang menutup semua luka-luka di tubuh Nathan telah di ganti, termasuk perban yang membalut tulang pipi dan melilit keningnya. "Kau bisa memakai kembali pakaianmu, Tuan Nathan." Ucap Viona seraya beranjak dari hadapan Nathan. Pria itu mengambil singlet putihnya dan memakainya "Istirahatlah, Tuan. Aku permisi dulu,"
"Tunggu." Nathan bangkit dari duduknya dan menghampiri Viona.
Jantung Viona seakan melompat dari tempatnya saat Nathan berjalan mendekatinya.
Aroma maskulin tubuh pria itu seketika berkaur di dalam indera penciumannya, sedangkan Nathan langsung menutup kedua matanya saat mencium aroma bunga sakura yang menguar dari tubuh Viona.
Nathan segera tersadar. Lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh liontin yang menggantung pada leher jenjang Viona, menatap kalung putih berliontin kelopak bunga itu dengan dahi menyernyit. Nathan mentenali liontin itu. "Kalung yang sangat indah," ucap Nathan menyentuh liontin tersebut.
"Hanya liontin biasa." Kata Viona tersenyum. Nathan tidak merespon dan hanya memberikan tatapan datarnya, bahkan sampai sosok Viona menghilang di balik pintu. Nathan mengulum senyum setipis kertas.
"Sungguh , sebuah kebetulan yang manis."
-
Tiga hari telah berlalu , tapi Henry masih belum juga mendapatkan sedikit pun kabar tentang keberadaan Nathan saat ini. Bagaimana keadaannya, apakah dia masih hidup atau mungkin sudah meninggal? Masih belum ada yang tau, karna pencarian yang dilakukan oleh orang-orangnya tetap nihil.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Namun Henry masih saja terjaga, sudah tiga hari ini pria berdarah China itu tidak bisa makan dengan enak dan tidur dengan nyenyak. "Kau belum tidur?"
Perhatian Henry sedikit teralihkan karna teguran seseorang. Laki-laki itu menoleh dan mendapati Jia berjalan menghampirinya
"Nunna?"
"Jangan menyiksa dirimu sendiri seperti ini, tidurlah. Kau terlihat lelah."
"Bagaimana aku bisa tidur, sementara keberadaan Nathan saja sampai detik ini belum diketahui. Aku sangat mencemaskannya, bagaimana jika para bajingan itu membunuhnya? Aku tau dia bukanlah orang yang lemah. Tapi tetap saja jika dia sendiri pasti akan sangat kwalahan menghadapi anak buah si brengsat itu yang jumlahnya puluhan."
"Aku yakin jika adikku baik-baik saja, jika memang dia sudah ikut terbunuh dalam insiden itu. Pasti mayatnya bisa kita temukan. Kau ingat apa yang dikatakan oleh salah satu saksi yang melihat langsung peristiwa itu?
Dia mengatakan jika melihat ada satu orang berhasil selamat dan Nunna yakin jika orang itu adalah Nathan. Berfikirlah positif, dia pasti akan kembali, dan Nathan tidak mungkin bisa mati semudah itu sebelum berhasil membalaskan dendam keluarga kita pada keluarga Ardinata." tutur Senna panjang lebar "Segeralah tidur, Nunna keluar dulu."
Selepas kepergian Senna, hanya kekosongan yang ada dalam ruangan itu. Henry kembali pada rutinitasnya, yakni memandang bintang. Hal yang selalu dia lakukan jika sedang merindukan kedua orang tuanya.
.
.
BERSAMBUNG.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 265 Episodes
Comments
Ezhi Alfarizy
nyimAk
2022-09-16
0
Theresia Anita
jangan bilang viona itu salah satu keluarga yg bermasalah sama keluarga nathan
musuh, dendam yg harus dibalas
duhhh
2021-07-16
3
🌼 Pisces Boy's 🦋
ada kisah apa dibalik liontin 🤔
2021-07-01
3