Bagian 4 : Hari Pernikahan.

Edit : Sudah direvisi, dan part ini cuman memperbaiki kata yang mengandung typo saja, tidak ada perubahan paragraf .

Liwey Pov

Blub... blub... blub...

Dingin...

ini sangat dingin... Dimana aku? sesak, aku tak bisa bernafas. Siapapun tolong aku. Tolong. Ada apa ini? kenapa aku tak dapat membuka mata? Apa aku akan mati? siapapun ku mohon tolong aku.

Blub... blub... blub...

Suara air, aku dimana sebenarnya? kenapa aku mendengar suara air? Oh tuhan aku belum mau mati, aku harus bertemu papa dan mama dulu sebelum mati.

Eh... hangat. Kucoba membuka mata. Tempat apa ini? Ini... taman surga kah? Aku sudah mati?.

Mataku bergerak mengitari sekitar, lalu turun kebadanku. Baju ini... bukankah baju ini baju yang kupakai saat terjatuh dari kapal ke danau? Sebenarnya aku dimana dan kenapa?

Hembusan angin sejuk menerpa tubuhku, mataku menyipit menyesuaikan debu yang ikut terbang dibawa angin. Perlahan angin berhenti, membuka mata dan wahh ....

Langkahku tersulut kebelakang.

Kenapa hantu mata perban itu berada di sini? Masih dengan hanfu putih bersih dan rambut seputih lotus salju. Dia perlahan mendekat kearahku. Senyum tipis tersungging dibibirnya. Ekspresinya tak dapat kuartikan, matanya tertutup dan yang kurasakan sekarang adalah hawa dingin menyengat menerpa seluruh tubuhku.

Tap...

Aku tersentak saat telapak tangan putihnya menepuk pelan bahuku, mataku mengerjab. Perban dimatanya perlahan menghilang, menampilkan dua iris beda warna yang aku kenali baru-baru ini.

"Pangeran ke-4," lirihku. Kulihat dia tersenyum, menyapukan jemari lentiknya di depan wajahku. Kepalaku mendadak pusing, hingga semuanya gelap.

~♡~

"Hah..." Entah untuk keberapa kali Liwey terbangun sembari menghela nafas. Matanya bergerak liar, menatap langit-langit kayu kamarnya di paviliun peonix.

"Nona, akhirnya anda bangun juga nona. Jiali sudah sangat khawatir pada anda." Liwey perlahan bangkit dari berbaringnya. Ditatapnya lekat Jiali yang tengah menuangkan air kedalam cawan giok dan diberikan padanya.

"Aku kenapa?" tanyanya. Sembari mulai menyeruput air manis yang diberikan Jiali tadi.

"Anda sudah pingsan seharian nona, tadi sewaktu berjalan-jalan di dekat danau anda tiba-tiba pingsan." Liwey mengangguk. Iya... dia mengingat dia jatuh pingsan di dekat danau akibat traumanya.

Baru saja Liwey hendak kembali berbaring, Yimin dan Selir Huang li memasuki kamarnya. Matanya menyipit seolah menyiratkan tanya 'ada apa kalian datang kemari?'

"Ahh... Adik kedua, akhirnya kau sadar juga. Kami kemari ingin melaksanakan prosesi awal pernikahanmu." Yimin bersuara sambil senyum cerah dengan kesan paksa mengembang di bibirnya.

"Ahh... siapa yang akan menikah?" Baiklah, Liwey blank sesaat.

"Astaga adik kedua, apa kau lupa kalau hari ini adalah hari pernikahanmu." Yimin memasang raut terkejut, membuat Liwey menaikkan sebelah alisnya. Sekarang dia ingat kalau hari ini adalah hari pernikahannya dengan pangeran heterochromia itu. Tapi... kenapa Yimin dan selir Huang Li berada disini. Ahh... mereka ingin mengambil hati siapa dengan cara berpura baik dan ikut andil dalam pernikahan Liwey? Apa mungkin mereka ingin mendapatkan perhatian pangeran ke-4 atau Perdana mentri Qu? Liwey melengkungkan bibirnya kebawah. Trik dua perempuan di depannya ini sangat mudah terbaca.

"Iya, aku tau aku akan menikah. Jadi... biarkan Jiali saja yang menghiasku. Aku tidak perlu bantuan kalian." Yimin mendengus kesal. Jujur kalau bukan karena paksaan ibunya dia tak ingin turut andil untuk mendandani gadis bodoh tak tahu malu ini. Kalau bukan karena diimingi hati dan perhatian perdana mentri dia sangat malas melakukan ini. Cih gadis sombong.

"Dasar sombong!" Selir Huang li mendecih tak suka. "Sudahlah Yimin. Lebih baik kita memantau kegiatan diluar dari pada gadis sombong ini." Huang Li menarik tangan Yimin keluar kamar, sekarang dia sudah muak dengan sikap pembangkang Liwey.

Liwey menatap pias pintu kamarnya yang sudah ditutup dari luar oleh Yimin dan Selir Huang li.

Kini matanya teralih menatap Jiali.

"Hei... hari ini aku menikah?" Jiali mengangguk. "Benarkah?" Sekali lagi Jiali mengangguk.

Dengan senyum yang masih menghias bibirnya. Jiali mendekatkan wadah berisi air mawar kehadapan Liwey. Mengisyaratkan Liwey agar membasuh muka.

~♡~

Persiapan besar-besaran sudah dilaksanakan. Lampion-lampion merah menghiasi tiap sudut dari pintu gerbang sampai altar leluhur kediaman pangeran ke-4. Para dayang masih sibuk menyiapkan segala sesuatu untuk penyambutan permaisuri baru kediaman ini.

Mulai dari mendekorasi ruangan sampai menyediakan makanan, manisan dan arak untuk para tamu yang berhadir.

Berbeda dengan kesibukan luar, dikamar pribadi pangeran ke-4. Dengan ditemani Mo Xufing-pangean ke-8. Jing Xuan berdiri tegap. Pakaian khusus pernikahan sudah terpakai rapi di tubuhnya. Matanya menatap lurus kearah pintu ruangan, menantikan kehadiran Yubo yang akan mengantarnya menuju kediaman Qu untuk menjemput istrinya.

"Kakak... apa kau begitu tak sabarnya untuk menjemput permaisuri mu, sehingga untuk duduk pun kau tak sanggup." Xufing berujar menggoda. Jing Xuan bergeming, tak punya niatan untuk membalas perkataan adiknya itu.

Xufing mendengus kesal. Bangkit dari duduknya, ia berjalan kehadapan sang kakak. Seketika sebuah pertanyaan muncul diotaknya. Sungguh dia sangat ingin menanyakan ini jauh-jauh hari, tapi apalah daya. Dia sedang mengikuti ujian tambahan di Akademi Militer, sehingga dia tak memiliki kesempatan untuk bertanya. Heh... jangankan bertanya. Menatap wajah tampan kakak pemilik mata unik ini saja dia tak bisa. Dia dikurung di dalam Akademi selayaknya tahanan penjara.

"Kak... apa kau serius menikahi Putri perdana mentri yang terkenal bodoh itu?"

Jing Xuan menoleh sekilas, iris amber dan birunya kembali tertuju kearah pintu kamar.

Mendesah lelah, ia menjawab. "Kau ingin aku menjawab jujur atau tidak?"

"Tidak." Xufing berujar mantap.

Jing Xuan menoleh sekilas, lalu beranjak duduk diatas ranjangnya. "Kalau begitu, aku sangat serius menikahi Putri Qu Liwey."

Xufing terdiam, mendengar penuturan kakaknya dia sudah tahu, kalau kakaknya itu tidak serius bahkan tak menginginkan pernikahannya dengan putri perdana mentri itu.

Berjalan mendekat, Xufing duduk disamping sang kakak. "Percayalah, dewa selalu memberikan yang terbaik untuk hambanya." Xufing menepuk pundak Jing Xuan pelan. Lalu tak lama Yubo hadir. Menunduk hormat memberikan salam kepada pangeran ke-4 dan ke-8.

"Kereta rombongan sudah siap yang mulia pangeran. Anda sudah bisa menjemput Permaisuri." Jing Xuan mengangguk. Mengibaskan tangannya sekali mengisyaratkan Yubo untuk pergi dahulu. Menghela nafas. Sungguh ini berat baginya. Bagi seorang pangeran memiliki seorang permaisuri itu bagaikan pondasi kekuatan untuk mereka. Tapi apa jadinya jika permaisuri yang kau nikahi tak berdaya serta tak bisa apa-apa? Apa kau yakin kau akan memiliki pondasi yang kokoh nantinya?

Sekali lagi Jing Xuan menghela nafas. Sebaiknya dia harus percaya kata-kata adik ke-8. Bahwa dewa selalu memberikan yang terbaik untuk setiap hambanya.

~♡~

Liwey menatap pantulan wajahnya di dalam cermin tembaga. Dia tidak peduli jika kalian akan mengecap dia gadis narsis dan super pede.

Sekarang dia hanya ingin memuji habis-habisan dirinya. Wajah seputih mutiara merona terlihat ayu dengan dandanan natural yang dipoleskan Jiali di wajahnya. Andai saja Jiali hidup di jaman modern, pasti gadis itu akan menjadi make up artis profesional. Lihatnya hasil dandanan Jiali di wajah putih Liwey. Sangat natural dan ringan.

Ahh... selain make up artis pro, sepertinya Jiali juga cocok sebagai hair staylish pro juga. Kalian harus melihat ini. Rambut hitam legam milik Liwey sebagian disanggul rapi dengan tambahan jepit rambut tusuk tak terlalu banyak di sekitar sanggulnya dan sebagian lagi dibiarkan terurai panjang sepinggang.

Liwey masih terpesona akan fisualnya sendiri. Hingga suara Jiali mengembalikan kesadarannya.

"Semoga dewa memberkahi pernikahan nona dengan pangeran ke-4, di perpanjangkan jodohnya sampai maut memisahkan dan juga di beri rezeki yang melimpah serta keturunan yang lucu." Jiali berharap sembari menyisir lurus sebagian rambut Liwey.

"Hei Jiali, kau jangan berdoa seperti itu." Jiali mengerutkan keningnya. Memangnya dia harus berdoa yang seperti apa lagi.

"Seharusnya kau berdoa, semoga nonaku cepat dapat surat cerai dari pa..." Ucapan Liwey terhenti seketika saat mendapatkan sebuah tepukan halus dipundaknya.

"Hush... tak boleh ngomong seperti itu." Liwey menggerutu pelan, Jiali tak terlalu menghiraukannya, segera diambilnya kain merah penutup kepala, dan segera menutup kepala Liwey.

"Eh... kenapa ditutup, aku tidak bisa melihat kalau begini." Liwey protes, tangannya bergerak hendak membuka kain, namun ditahan oleh Jiali.

"Ini sudah tradisinya nona. Ayo keluar, rombongan pangeran sudah tiba." Jiali menuntun Liwey keluar dari kamarnya menuju ruang leluhur untuk berdoa bersama keluarganya. Selesai berdoa, kembali Liwey di tuntun keluar ruangan.

Dapat Liwey dengar suara derap kaki kuda mendekat ketempat ia berdiri. Kalo boleh jujur Liwey penasaran akan prosesi seperti apa yang akan ia lewati sekarang. Kalau di drama-drama yang dia tonton, tidak pernah ada adengan hari pernikahan. Kalau pun ada pasti langsung di skip menuju kamar untuk melaksanakan malam pertama. Tunggu, malam pertama? Mata Liwey membola di balik kain merah yang menutupi wajahnya. Gawat... apakah benar dia akan menghabiskan malam pertama dengan suaminya nanti? Ahh... itu tidak boleh terjadi, iya. Dia harus mendapatkan surat cerai dengan kondisi masih perawan, dia tak ingin menjadi janda hamil yang membesarkan seoarang anak tanpa ayah. Tidak. Tanpa sadar Liwey menggeleng.

Huft....

Menghela nafas, menghilangkan pemikiran tentang malam pertama. Liwey menyingkap sedikit penutup wajahnya. Perlu di ingatkan Liwey dengan tingkat keingintahuannya sudah mencapai batas maksimum, jadi dia akan mati penasaran kalau tak melihat secara langsung.

Liwey mengeryit, dapat dilihatnya pangeran heterochromia itu menuruni kuda... dan juga Yimin dengan senyum genitnya menyuguhkan hidangan teh kehadapan pengaran ke-4. Liwey berkerut jijik menatap senyum Yimin. Apa gadis itu tak bisa lihat kondisi? Ini acara pernikahan, tapi tetap saja memasang senyum menggoda di hadapan mempelai pria? Is... is... is. Liwey tak habis pikir dengan jalan pikiran orang jaman dahulu satu ini.

Kembali ke atensi awalnya. Matanya menangkap si pangeran heterochromia itu menyeruput pelan teh, lalu meletakkan kembali cawan ke tempatnya. Tak lama perdana mentri Qu terlihat berjalan kehadapan dengan membawakan kendi kecil berisi air, lalu memecahkannya.

Buat apa memecahkan kendi begitu? Apa mau membuat lokasi kebanjiran?. Masih dengan raut penasaran Liwey menggoyang pelan lengan Jiali.

"Kenapa memecah kendi?"

Jiali tersenyum, "Itu menandakan kalau keluarga memperlai wanita tidak akan mencampuri urusan kehidupan keluarga baru, atau bisa dibilang keluarga kecil nona dan pangeran ke-4."

Liwey ber-oh-ria, "apa benar mereka tidak akan ikut campur urusan keluarga ku? Tapi kenapa aku jadi khawatir sama dua perempuan disana. Aku yakin kalau mereka pasti akan membuat ulah."

Jiali terkekeh pelan, ada-ada saja nonanya ini. Apa dia lupa, pemuda yang dinikahinya adalah seorang pangeran. Mana mungkin dua orang disana mau menganggu kehidupan rumah tangga mereka.

"Eh... nona, peganglah ini." Jiali memberikan sebuah kipas tangan berwarna merah dengan lukisan phoenix dari cat emas ketangan Liwey.

"Buat apa ini?"

"Ini untuk anda buang saat sudah memasuki tandu, ini menandakan anda meninggalkan sifat buruk anda dikediaman ini. Sehingga anda kembali suci saat berada di kediaman pangeran." Jelas Jiali.

"Boleh aku tidak membuangnya? aku ingin membawa sifat burukku ke kediaman pangeran heterochromia itu, biar aku cepat dapat surat cerai." Jiali menekan pelan pergelangan tangan Liwey, mengingatkan nonanya agar tak berucap yang aneh-aneh.

Segera dituntunnya Liwey menuju tandu, Liwey hanya bisa pasrah. Memasuki tandu lalu membuang kipas kertas tadi dari jendela. Terdengar sorakan dari luar, dan Liwey tidak terlalu menghiraukan sorakan itu. Hingga dirasanya tandu mulai bergerak meninggalkan kediaman Qu. Degup jantung berdentum cepat, bukan karena dia jatuh cinta ataupun sedang gugup seperti kebanyakan pengantin wanita lainnya. Dia tidak mengerti rasa apa yang coba di hantarkan degup jantung sialan nya ini. Dia bingung. Menarik nafas dalam lalu mengeluarkannya perlahan. Liwey mencoba rileks. Setelah ini masih ada acara lagi yang harus ia selesaikan. Sebelum menjadi istri sah seorang pangeran.

Perjalanan menuju kediaman pangeran ke-4 lumayan jauh, kalau boleh Liwey prediksikan. Dia sudah berada setengah hari di dalam tandu yang bahkan tak mempunyai jendela ini. Bisa mati sesak, Liwey kalau begini.

Baru saja Liwey memimpikan tandu yang mengangkutnya berhenti. Dan terkabul. Tandu yang diisi olehnya sudah tak bergerak lagi. Kain tandu tersingkap, keningnya mengerut siapa yang membuka tingkap tandu? Hingga sebuah tangan terulur kearahnya, mengisyaratkan Liwey untuk mengikutinya turun.

Tanpa pikir panjang Liwey menyambut uluran tangan itu. Keluar dari tandu. Kini dapat dirasakan tangan yang tadi menyambutnya sudah tak lagi mengenggamnya. Sekarang Jiali sudah mengambil alih untuk menuntun tubuhnya. Perlu kalian tahu, Liwey sudah mati penasaran dengan tangan kekar yang di genggamnya tadi. Dia tidak percaya saja, bagaimana tangan seorang pria bisa lembut seperti itu? seperti tangan anak gadis yang tak tersentuh dapur saja?

Eh... kenapa ini? Kenapa ada bara di dalam wadah? Ahh... dan parahnya bara itu masih menyalakan api.

"Kenapa kau membawaku kemari, Jiali?" Liwey berbisik dibalik tudungnya. Matanya masih menatap ngeri bara api dihadapannya. Dia tidak bisa membayangkan seberapa panasnya bara itu kalau mengenai kulit.

"Anda harus melangkahi bara ini, nona. Ini artinya anda sedang membersihkan diri anda sebelum memasuki keluarga baru." Heh... Liwey melongo, apa ada membersihkan diri pakai bara? bukannya pakai air dan sabun wangi lebih bagus.

"Kau ini aneh Jiali. Dimana-mana orang membersihkan diri ya dengan mandi. Sejak kapan melangkahi bara disebut membersihkan diri. Kalau begitu gak usah mandi-mandi, langkahi aja bara api pasti udah bersih." Jiali tak menghiraukan ucapan Liwey. Entah pemikirannya saja atau bukan. Dia merasa nonanya semakin hari semakin cerewet saja.

Kini Jiali kembali menuntun Liwey agar melangkahi bara api. Dengan terpaksa Liwey mengikut. Dan segera menghela nafas lega, saat dirinya sudah benar-benar melangkah dari bara api itu. Kini dia dituntun entah kemana. Liwey tidak tahu. Yang ia tahu kini ia sudah berdiri disamping seorang pria. Sekarang proses apa lagi? Liwey menggerutu pelan.

"Ini..," Liwey menerima dupa yang diberikan padanya. Oke pasti sekarang adalah acara hormat ke meja leluhur. Baiklah... Dia tahu caranya.

"Bersamaan." Suara itu mengintrupsi Liwey. Mengangguk patuh. Liwey segera memberi hormat lalu memasang dupa di meja itu.

Setelahnya Liwey dituntun untuk memberi hormat pada kedua orang tua, lalu memberi hormat sesama pengantin.

Setelahnya, mungkin adalah acara yang paling mendebarkan bagi mempelai wanita, karena sang pria akan membuka penutup kepalanya. Kalian tanya Liwey gugup atau tidak? Jawabannya tidak sama sekali.

Perlahan penutup kepalanya terangkat. Dapat dilihat seorang pria yang sudah berstatus sebagai suaminya berdiri dengan ekspresi datar di wajahnya. Memutar bola mata, Liwey berjalan selangkah. Ini adalah proses dia melepaskan satu kancing baju suaminya. Tapi apa ini, kenapa tidak ada kancing bajunya. Liwey menggigit pipi

bagian dalam. Tidak tahu harus bagaimana.

Tanpa Liwey duga dia tertarik. Bertubrukan dengan dada bidang keras seseorang. Dan dapat dirasakannya benda lembut dan kenyal menyentuh bibirnya. Seseorang menciumnya. Tidak ini lebih tepatnya kecupan. Tidak ada ******n yang berarti seperti kiss scene dalam drama korea, tapi tetap saja ini ciuman pertamanya. Tunggu... apa tadi

Ciuman pertama...

Ciuman pert....

Mata Liwey membola, tangannnya bergerak hendak melepas paksa ciuman ini. Namun apa daya, pemuda didepannya ini sangat kuat. Tenaganya tak cukup untuk memberontak.

Dapat Liwey dengar suara sorakan meriah disekitarnya. Menciptakan decakan kagum serta harapan-harapan baik akan dirinya dan pemuda tak tahu malu yang berani mencium anak gadis orang di depan umum.

Liwey mendengus geram saat pagutan itu terlepas dari bibirnya. Matanya menatap tajam pria didepannya, ingin rasanya dia mengumpati pria brengsek yang dengan seenak jidat mencuri ciuman pertamanya.

"Kenapa? Apa kau ingin lebih?" Ouhh... ingatkan Liwey kalau dia berada di tengah acara. Jika tidak maka masa depan suaminya akan hilang didepan semua orang.

Dasar sialan.

Tak terlalu menghiraukan. Liwey melanjutkan acara selanjutnya. Menyeduh teh untuk para tetua yang juga sudah melontarkan harapan-harapan baik di pernikahan mereka. Bolehkah Liwey menyela harapan-harapan baik akan pernikahannya dengan pangeran sialan ini.

Sungguh dia tidak mau pernikahan ini bertahan lama. Huh.. menyebalkan. Kalau bisa, dia ingin surat cerai sehari setelah pernikahan.

~♡~

Oke sudah part 4..

Audhi mau jujur nih, sebenarnya Audhi masih bingung dengan tata cara pernikahan adat tionghoa. Jadi kalau ada bagian adat yang salah segera koreksi ya..

Soalnya audhi taunya nikah, ngucapin akad habis tu malam pertama.

//plak.

//mesum lu dhi.

Hehe... Oke...

See you di next chapter...

Terpopuler

Comments

🍫 Hiat^٥MayΤυΙρa🍥╏ 🍨

🍫 Hiat^٥MayΤυΙρa🍥╏ 🍨

Pikirannya cerai Mulu dehᕙ😌

2020-10-23

4

Iis Solihat

Iis Solihat

ciu kisss 👄👄apa lumatan?

2020-10-22

4

Titus Adjust

Titus Adjust

menarik..

2020-09-27

1

lihat semua
Episodes
1 Bagian 1: Dunia ini lagi.
2 Bagian 2: Lamaran.
3 Bagian 3: Hantaran
4 Bagian 4 : Hari Pernikahan.
5 Bagian 5 : Mabuk
6 Bagian 6 : Attack.
7 Bagian 7 : Reinkarnasi.
8 Bagian 8 : Kediaman Qu.
9 Bagian 9 : Putra Mahkota.
10 Bagian 10 : Ilusi
11 Pengumuman.
12 Bagian 11: Ilusi II
13 Pengumuman.
14 Bagian 12 : Wu Ailin.
15 Bagian 13 : Apa Kau Bilang!!!
16 Bagian 14 : Aksi Jambak.
17 Bagian 15 : Hukuman baru.
18 Bagian 16 : Kuil di Timur Dong Yuo
19 Bagian 17 : Jantung Jing Xuan
20 Bagian 18 : Rencana Ailin.
21 Bagian 19 : The power of light.
22 Bagian 20 : The Power of Light II
23 Bagian 21 : The power of light III
24 Bagian 22 : Jing Xuan Kenapa??
25 Bagian 23 : Ingin bersaing dengan jujur di kompetisi?
26 Bagian 24 : Jing Xuan, bayi besarnya Liwey.
27 Bagian 25 : Sentuhan Jing Xuan.
28 Bagian 26 : Aku mencintaimu.
29 Bagian 27 : Kerajaan Dong Yuo
30 Bagian 28 : Hubungan Ayah dan Anak
31 Bagian 29 : Tak Terkendali.
32 Bagian 30 : Tak terkendali II
33 Bagian 31 : Perjanjian.
34 Bagian 32 : Dilindungi atau Mencintai.
35 Bagian 33 : Kau Penyihir?
36 Bagian 34 : Bertolak Belakang.
37 Bagian 35 : Pangeran ke-8
38 Bagian 36 : Ulang Tahun Kaisar.
39 Bagian 37 : Jebakan.
40 Bagian 38 : Bebas.
41 Bagian 39 : Terguncang.
42 Bagian 40 : Apakah Aku Mencintainya?
43 Bagian 41 : Perasaan di Awasi.
44 Bagian 42 : Perasaan di Awasi II
45 Bagian 43 : Hongli.
46 Bagian 44 : Yang Sebenarnya.
47 Bagian 45 : Perjalanan.
48 Bagian 46 : Hujan.
49 Bagian 47 : Hal besar tengah menanti kalian.
50 Bagian 48 : Kilasan Kejadian.
51 Bagian 49 : Kilas Kejadian II
52 PENGUMUMAN
53 Bagian 50 : Hamil
54 Pengumuman.
55 Bagian 51 : Dimulai
Episodes

Updated 55 Episodes

1
Bagian 1: Dunia ini lagi.
2
Bagian 2: Lamaran.
3
Bagian 3: Hantaran
4
Bagian 4 : Hari Pernikahan.
5
Bagian 5 : Mabuk
6
Bagian 6 : Attack.
7
Bagian 7 : Reinkarnasi.
8
Bagian 8 : Kediaman Qu.
9
Bagian 9 : Putra Mahkota.
10
Bagian 10 : Ilusi
11
Pengumuman.
12
Bagian 11: Ilusi II
13
Pengumuman.
14
Bagian 12 : Wu Ailin.
15
Bagian 13 : Apa Kau Bilang!!!
16
Bagian 14 : Aksi Jambak.
17
Bagian 15 : Hukuman baru.
18
Bagian 16 : Kuil di Timur Dong Yuo
19
Bagian 17 : Jantung Jing Xuan
20
Bagian 18 : Rencana Ailin.
21
Bagian 19 : The power of light.
22
Bagian 20 : The Power of Light II
23
Bagian 21 : The power of light III
24
Bagian 22 : Jing Xuan Kenapa??
25
Bagian 23 : Ingin bersaing dengan jujur di kompetisi?
26
Bagian 24 : Jing Xuan, bayi besarnya Liwey.
27
Bagian 25 : Sentuhan Jing Xuan.
28
Bagian 26 : Aku mencintaimu.
29
Bagian 27 : Kerajaan Dong Yuo
30
Bagian 28 : Hubungan Ayah dan Anak
31
Bagian 29 : Tak Terkendali.
32
Bagian 30 : Tak terkendali II
33
Bagian 31 : Perjanjian.
34
Bagian 32 : Dilindungi atau Mencintai.
35
Bagian 33 : Kau Penyihir?
36
Bagian 34 : Bertolak Belakang.
37
Bagian 35 : Pangeran ke-8
38
Bagian 36 : Ulang Tahun Kaisar.
39
Bagian 37 : Jebakan.
40
Bagian 38 : Bebas.
41
Bagian 39 : Terguncang.
42
Bagian 40 : Apakah Aku Mencintainya?
43
Bagian 41 : Perasaan di Awasi.
44
Bagian 42 : Perasaan di Awasi II
45
Bagian 43 : Hongli.
46
Bagian 44 : Yang Sebenarnya.
47
Bagian 45 : Perjalanan.
48
Bagian 46 : Hujan.
49
Bagian 47 : Hal besar tengah menanti kalian.
50
Bagian 48 : Kilasan Kejadian.
51
Bagian 49 : Kilas Kejadian II
52
PENGUMUMAN
53
Bagian 50 : Hamil
54
Pengumuman.
55
Bagian 51 : Dimulai

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!