Iris kelabu itu menajam saat di rasa ada seseorang yang tengah mematainya sejak tadi. Melirik melalui ekor mata, dapat dilihat dua orang berpakaian serba hitam tengah bersembenyi dibalik genteng bata kediamannya.
"Menarik." Sebuah seringaian tercipta diwajah tampannya. Tangannya merogoh kantong sutra emas yang sedari tadi menggantung di pinggang. Mengeluarkan dua buah belati kecil. Matanya memicing seolah memeriksa seberapa tajam belati yang kini sudah beralih ke genggamannya.
Tanpa berbalik dia melempar tepat sasaran dua buah belati yang kini sudah berpindah tempat keleher dua orang berpakaian hitam yang sedari tadi bersembunyi di atap kediamannya. Membuat keributan berarti di sana. Segerombol orang berlari tergesa menghadapnya. Menanyakan pertanyaan yang sama 'Apakah yang mulia putra mahkota terluka?'
Heh... terluka, dia bahkan ragu bahwa ada orang yang dapat melukainya, walau sejengkal pun.
"Urus dua mayat tak berguna itu! Cincang, dan berikan pada Lian untuk makan siangnya." Orang-orang berpakaian zirah itu mengangguk. Sudah tidak diragukan lagi kekejaman Yang Mulia Putra Mahkota mereka, siapa yang berani mengusiknya, maka bersiaplah untuk mati dan menjadi santap siang Lian-Harimau putih kesayangannya.
Kembali iris kelabu menatap atap bata kediamannya. Seringaian tercipta di sudut bibirnya.
"Ada yang ingin kau sampaikan, Ling Qiau?"
Seorang pria berbaju serba hitam, melompat turun dengan mudahnya tepat dihadapan pemuda iris kelabu. Bertekuk pada satu lutut dan lutus yang satunya lagi digunakan sebagai penyangga lengannya dalam memberi hormat kepada sang tuan.
"Ampun yang Mulia, hamba membawa kabar bahwasanya Pangeran ke-4 datang ke kediaman Perdana Mentri Qu untuk melaksanakan dekrit kaisar."
Mo Yanzhi-si putra mahkota, tersenyum remeh.
"Adik ke-4 ingin mencari sekutu ya." Tangan kanannya menyentuh dagu. "Hm... sekutu yang tak dapat diragukan kekuatannya. Apa dia akan menikahi Qu Yimin?"
"Ampun yang mulia, sesuai dekrit kekaisaran Pangeran ke-4 akan menikahi putri ke-2 kediaman Qu, Putri Qu Liwey."
Seketika tawa pecah menggema di seluruh kediaman. Dia tak habis pikir saja, ingin mendapatkan sekutu dia bahkan rela menikahi Putri ke-2 yang dikenal lemah dan penyakitan. Apa dia sudah gila?
"Heh... dasar gegabah, dia ingin mendapatkan sekutu berpengaruh besar dengan mengorbankan martabatnya kah? aku jadi penasaran rencana apa yang akan dilancarkan oleh adik tersayangku itu." Seakan tak bosan, Mo Yanzhi masih mempertahankan seringaian licik di sudut kiri bibirnya.
"Ling Qiau, terus mata-matai kediaman pangeran ke-4. Cari tahu segala seluk beluk rencananya." Ling Qiau mengangguk patuh, setelahnya terbang melompat keatas atap meninggalkan Mo Yanzhi sendiri.
"Semakin menarik saja."
~♡~
"Qu Liwey... sungguh tak sopan, segeralah beri hormat pada Ayah dan juga pangeran ke-4." Liwey tersentak dari aksi mengagumi interior ruangan. Matanya menyipit menatap wanita berlipstik merah darah yang tengah duduk disamping pria berhanfu hijau yang sedari tadi tersenyum menatapnya. Apa mereka orang tuaku? sekali lagi Liwey bertanya pada pikirannya. Sungguh dia tidak tahu menahu akan kehidupan seorang Qu Liwey yang asli. Kehidupannya di sini tidak seperti kehidupan di Drama atau Manga yang sering ia lihat. Dimana karakter utama yang memasuki tubuh seorang gadis dari dunia lampau yang tahu akan ingatan si pemilik tubuh sebelumnya. Tapi dia tidak, tujuannya masuk ke jaman ini saja dia tidak tahu. Kalau di drama pasti tujuannya adalah balas dendam, kurang lebih seperti itu. Tapi untuk dia yang jelas-jelas asli melakukan perjalanan waktu dan bertukar tubuh, dia bahkan tidak tahu apa tujuan sebenarnya. Ouh Tuhan, tolong beri aku petunjuk.
"Adik kedua... apa adik benar-benar sudah melupakan tata krama dan sopan santun?" Kali ini atensi Liwey tertuju pada gadis yang menurutnya lumayan cantik tengah berbicara padanya.
"Maafkan hamba ayahanda.., hamba tidak becus dalam mengajari adik kedua tata krama sehingga dia melupakan bagaimana seharusnya dia bersikap." Gadis berhanfu merah muda itu terlihat berlutut didepan pria tua berhanfu hijau.
"Sudahlah, Qu Yimin. Mungkin gadis ini memang melupakan tata krama dan mulai memberontak karena tidak terima akan kematian ibundanya."
Ehh... ada apa ini sebenarnya? Kenapa wanita tua itu berbicara dengan nada seperti itu? Seperti ada sirat kebencian?
Hei... kalian jangan lupakan seringaian licik di sudut bibirnya. Baiklah sekarang Liwey sudah tahu, wanita tua itu sudah sama dengan nenek lampir licik jaman dahulu. Baiklah, kita lihat sampai kapan dia dapat melancarkan permainannnya.
"Selir Huang." Liwey menatap kearah pria tua yang duduk tepat di samping wanita ular itu.
Liwey berjalan mendekat kearah wanita dan pria tua itu berada. Berlutut dengan kepala tertunduk di samping gadis berhanfu merah muda yang diketahui bernama Qu Yimin. "Maaf kan hamba yang bodoh ini, ayahanda. Hamba terlalu mengagumi interior ruangan ini. Sehingga melupakan untuk memberi hormat terlebih dahulu kepada ayahanda dan... pangeran ke-4."
"Tak apa anakku, kalian berdua berdirilah dan duduk di tempat yang sudah disediakan." Liwey dan Yimin beranjak berdiri dan duduk ketempatnya. Mata Liwey berbinar lucu saat mendapati banyak hidangan di depan meja jamuan dihadapannya. Hingga sedari tadi dia tidak menyadari ada sepasang mata tajam yang menatapnya.
"Baiklah, seperti yang sudah dibicarakan tadi. Pangeran ke-4 hadir diperjamuan kecil ini hendak meminang salah satu put..."
"Lebih tepatnya meminang putri ke-2." Liwey tersedak pangsit yang baru saja masuk kemulutnya. Matanya menatap lurus kearah pria dengan hanfu hitam yang berdiri tegap di tak jauh dihadapannya.
"Ahh... Jendral Yubo benar." Qu Wenhua menatap dengan senyuman kearah Liwey. "Pangeran Ke-4 hendak meminangmu, Liwey. Apa tanggapanmu?"
"Eh..." Liwey tertegun. Matanya bergerak liar kekiri dan kanan khas seorang Qu Liwey jika sedang berfikir. "Ah... Hamba tergantung penilaian pangeran ke-4 saja, Ayahanda."
Liwey tertunduk, sungguh dia gugup sekarang. Dia tidak pernah berada dalam kondisi serius seperti ini sebelumnya. Bahkan dulu, waktu dia mengikuti rapat keorganisasian di sekolahnya. Tidak pernah seserius ini. Ternyata jadi orang jaman dahulu itu sangat merepotkan.
"Qu Liwey..." Suara khas berat seorang pria membuat atensinya teralihkan. Matanya membelalak sempurna. Menatap dua iris berbeda. Waw... Heterochromia, ini sungguh langka. Liwey bersorak dalam hati. Matanya masih berpatut dengan iris beda warna milik pria didepannya. Sungguh dia sangat tertarik akan jenis mata satu itu.
"Aku dengar anda sangat paham akan mengartikan idiom dari suatu ulasan. Apa anda tidak keberatan jika aku bertanya tentang salah satu idiom yang aku tidak pahami?" Liwey tersadar dari kekagumannya akan mata heterochromia itu. Sekali lagi dia mengerjab. Ouhh...Tuhan, nikmat mana lagi yang kau dustakan Liwey. Pria ini tak hanya mempunyai mata yang unik dan juga suara yang err ... seksi. Apakah kau masih mau menyalahkan Tuhan, Liwey?
"Diam tandanya setuju bukan? kalau begitu tolong jelaskan padaku arti idiom 'ma dau cheng gong'?"
Eh... apa itu. Mengerjab, Liwey mengerutkan kening. Berfikir akan arti dari idiom yang bahkam tak pernah dia dengar. Ouh... ayolah dia sekolah di SMA yang mengajarkan bagaimana menjadi koki yang handal dalam mengelola dapur, bukan sekolah sastra china. Bagaimana mungkin dia tahu arti idiom ini.
"Ampun yang mulia pangeran... Hamba tidak tahu artinya." Semua pasang mata menyorot tak percaya kearah Liwey, bahkan Jiali sudah melunturkan senyumnya. Ini tidak mungkin, bukankan nonanya sudah belajar idiom sulit sebelumnya. Kenapa idiom mudah seperti ini dia tidak tahu artinya?
"Ahh... benarkah, apakah ada yang tahu artinya? pangeran ini sungguh bodoh sekarang."
Liwey menatap tak percaya akan nada cemooh yang kentara keluar dari bibir merah pemuda berambut putih itu. Baiklah sekarang Liwey mencabut semua kekagumannya pada pangeran itu. Dia tidak menyukai pria sombong.
Apa-apaan dia ini, hanya karena aku tak paham sastra bukan berarti aku bodoh, awas saja kalau kau tergila-gila dengan masakanku nantinya.
"Ampun yang mulia pangeran, izinkan hamba yang baru belajar ini menjawab." Seluruh atensi pasang mata yang berada di aula kediaman Qu menatap tepat ke arah gadis berhanfu merah muda di samping Liwey.
"Kalau hamba tidak salah, idiom itu berarti 'mendapatkan kesuksesan dalam waktu yang singkat dan cepat', Idiom ini di analogikan kepada seekor kuda... karena kita sekarang ini menggunakan kuda sebagai alat tunggagan untuk berperang, dan berkerja. Dengan adanya kuda, kita dapat mencapai tempat tujuan dengan cepat sehingga kesempatan kita untuk menang semakin besar." Penjelasan dari Yimin mendapatkan tepuk tangan dari pangeran ke-4. Liwey menaikkan sebelah alisnya saat mendalati wajah memerah Yimin disampingnya.
Ahh, jadi dia tertarik sama makhluk heterocromia satu ini, silahkan ambil saja. aku tak ingin bersama pria arogan seperti dia.
"Sungguh pintar, jawaban yang tepat putri pertama."
"Ah... hamba hanya masih belajar yang mulia pangeran."
Perdana mentri Qu Wenhua tersenyum menatap Yimin. Putrinya ini memang berbakat, tapi... dia sedikit kecewa dengan Putri ke-2 nya. Bagaimana bisa seorang putri tidak mengetahui idiom mudah seperti ini. Apakah benar putri ke-2 nya tidak mendapatkan pengajaran yang baik. Jika begini dia akan malu menyerahkan putri ke-2 nya untuk menjadi permaisuri pangeran ke-4.
Sementara Huangli Ying. Wanita itu tak berhenti menyungging senyum kemenangan di bibir merahnya. Melihat betapa terkagumnya pangeran pertama akan putri kesayangannya. Ini akan menjadi awal yang baik. Dia sangat yakin, jika pangeran ke-4 akan menikah dan menjadikan Qu Yimin, darah dagingnya sebagai permaisuri.
"Hm... saya sedikit kecewa dengan, Putri ke-2 karena tidak mengetahui arti idiom mudah ini..." Liwey menatap tak suka kearah pria putih dihadapannya. Apa masalahnya sih dia tak mengerti idiom China? setidaknya dia fasih dalam berbahasa inggris 'kan. Heh... Liwey mendengus tak suka.
"Tapi saya tak bisa memilih, sesuai dekrit kerajaan saya akan menikah dengan putri ke-2 dalam tiga hari kedepan." Huangli dan Yimin tersentak tak percaya. Rencana mereka gagal. Ahh... ini tidak bisa dibiarkan. Awas saja kau Qu Liwey.
Berbeda dengan dua perempuan di sana. Liwey malah menaikkan sebelah alisnya mendengar penuturan pemuda putih di depannya. Apa maksudnya dengan 'saya tidak bisa memilih?' Jika tidak ingin menikah, ya tidak usah. Jangan beralasan dekrit atau apalah itu sebagai pelampiasan. Heh... lihat saja nanti, seminggu setelah pernikahan Liwey pastikan akan mendapat surat cerai dari pemuda putih ini. Biarlah menjadi janda muda, yang terpenting dia bisa hidup bebas melanglang buana menikmati keindahan alam dunia lampau ini. Biarpun ia tak kembali ke masanya, tapi tak apalah. Tempat ini juga sangat cocok untuk ajang traveling 'kan? Liwey tersenyum penuh arti akan pemikirannya.
Pangeran ke-4 melihat ekspresi Liwey, tersenyum sinis. Sebegitu bahagiakan ia menikah dengan ku? . Pangeran ke-4 menggeleng. Dasar.
"Hantaran pernikahan akan diantar besok. Baiklah saya pamit undur diri terlebih dahulu, masih banyak tugas yang perlu saya urus untuk sekarang." Pemuda putih itu beranjak dari duduknya. Membungkuk tanda hormat kearah Perdana Mentri Qu, lalu beranjak keluar ruangan. Liwey tersenyum kecut menatap punggung dilapisi jubah merah menghilang di balik pintu. Apa dia harus menjadi istri pria arogan seperti itu? Ouh tidak...
"Putriku, mulai hari ini tinggallah di paviliun Peonixs. Hantaran pernikahanmu akan diantar kesana besok." Liwey mengangguk patuh. Qu Wenhua tersenyum manis menatap putri yang sangat mirip dengan mendiang permaisurinya ini. Walaupun dia awalnya kecewa karena Liwey tidak mengerti akan idiom mudah. Tapi dia sedikit takut akan melepas anak gadis yang amat ia sayangi ini.
"Semoga Tuhan selalu memberi berkah kepadamu, Yimin akan menunjukkan jalan menuju kediamanmu, ayah pergi dulu." Sekali lagi Liwey mengangguk.
"Akhirnya adik kecilku menikah juga." Ouhh... bolehkah Liwey menendang tulang kering pria cantik ini? kenapa dia selalu berujar dengan nada menggoda menjijikkan itu.
Wenhua berjalan keluar ruangan diikuti oleh Zhuting-Tuan muda keluarga Qu. Matanya masih setia menatap pintu besar aula yang sudah kembali tertutup rapat. Hingga sebuah tarikan dikepala membuat Liwey tersentak jatuh kebelakang.
"Aww... kepalaku," ringisnya sembari mengusap bagian belakang kepalanya yang terasa panas sehabis dijambak kuat. Matanya menatap tajam kearah wanita bibir merah yang berdiri angkuh dihadapannya. Dan ya... kalian jangan lupakan gadis merah muda yang sedari tadi tertunduk malu-malu kini terlihat sangar dengan wajah pongahnya. Ahh... jadi mereka ingin menindasku ya? baiklah kita mulai permainannya.
"Kau wanita j*l*ng, jangan berpikir kalau pangeran ke-4 tertarik padamu. Heh... kalau bukan karena dekrit kaisar mungkin kau hanya akan menjadi gadis yang tidak beruntung seumur hidup." Yimin tersenyum mengejek kearah Liwey yang kini tengah berusaha bangkit.
plak...
Satu tamparan kuat berhasil mendarat di pipi merah penuh blash on milik Yimin. Satu hal yang perlu kalian tahu, seorang Qu Liwey paling benci di sebut sebagai wanita j*l*ng. Bersedekap dada, Liwey memandang remeh dua perempuan beda usia yang tengah berdiri dengan tampang terkejut di hadapannya.
Huangli mendengus keras, berani sekali Liwey menampar anaknya. Dia sendiri bahkan tak pernah menampar darah dagingnya dan gadis ini.
Dengan cepat Huangli melayangkan tangannya hendak menampar gadis angkuh ini. Namun tak terduga olehnya. Liwey menangkap pergelangan tangan Huangli, meremasnya kuat menyisakan memar membiru di area pergelangan tangannya.
"Hendak menamparku, eoh?" Liwey menyeringai seram. Kini tangan Huangli bukan lagi dicengkram tapi sudah dipelintir kuat olehnya. Membuat Huangli semakin mengerang kesakitan.
Jiali yang awalnya khawatir akan kondisi nonanya, kini dibuat terperangah. Nonanya yang dikenal lembut dan tak pernah melawan perbuatan dari selir Huangli dan Putri Yimin kini berbeda. Nonanya terlihat tak sengan-sengan menampar dan kini nona mudanya itu tengah memelintir tangan selir Huangli. Sungguh tidak dapat Jiali percaya.
"Jangan kasar kau Liwey." Liwey menatap sinis kearah Yimin yang masih memegang pipi kanannya yang memerah. Sebelah alis Liwey tertarik keatas. Dilepaskannya cengkraman tangan Huangli dari genggamannya. Menyapu telapak tangannya dengan sapu tangan sutra, seakan apa yang di pegangnya tadi adalah kotoran yang harus dibersihkan secepatnya.
"Apa kau masih ingin merasakan tanganku dipipimu yang lain, eoh?" Liwey menyeringai sinis. Berjalan medekat kearah Yimin. Menepuk bahu kanan Yimin pelan. Lalu membisikkan sesuatu.
"Lebih baik kakak menunjukkan paviliun yang akan aku tempati sekarang. Jika tidak... bersiaplah kedua belah pipimu akan membengkak seperti b*bi." Liwey tersenyum penuh arti. Mengajak Jiali untuk mengikutinya, keluar dari kediaman.
"Sial, bagaimana bisa dia menjadi berani melawan, seperti itu." Yimin mendesis geram.
"Qu Liwey, lihat saja pembalasanku nanti."
~♡~
Derap langkah sepatu kuda mengiringi kesunyian hutan lebat yang mereka lewati. Iris mata beda warna itu menatap awas sekitar hutan. Sementara Yubo yang menunggang di sampingnya mengerut kan kening. Dia masih terpikir akan kejadian beberapa jam yang lalu. Dimana pangerannya hendak menikahi gadis yang terkenal dengan kebodohannya dan juga lemah. Awalnya Yubo mengira itu hanya rumor semata. Tapi setelah melihat secara langsung saat Putri sah kediaman Qu itu tidak dapat menjawab arti idiom mudah, membuat dia percaya bahwa rumor itu benar adanya.
"Yang mulia pangeran, apa anda benar-benar akan menikahi Putri Qu Liwey yang bo..."
"Benar." Yubo terdiam sesaat mendengar penuturan pangerannya. "Dia memang bodoh, tapi aku tak bisa mengacaukan dekrit kekaisaran. Aku harus mengikuti keinginan Kaisar dengan menikahi Putri sah kediaman Qu."
"Tapi yang mulia, bukankah anda tahu kalau kaisar menikahkanmu dengan Putri Qu Liwey dengan usulan permaisuri Zhang." Penuturan Yubo membuat Mo Jing Xuan-pangeran ke-4 terdiam. Dia sudah tahu akan itu. Tujuan permaisuri Zhang meminta kaisar untuk memberikan dekrit padanya agar menikahi Putri Qu Liwey adalah menjatuhkan martabatnya. Karena semua orang tahu, kalau putri Qu Liwey itu adalah putri bodoh dan lemah. Bahkan Mo Jing Xuan sudah melihatnya secara langsung.
"Biarkan saja permaisuri Zhang dan orang lain berujar tak enak akan putri Qu Liwey, aku akan tetap menikahinya." Lagi-lagi Yubo terdiam.
"Hmm... Yubo, pintalah beberapa dayang untuk mempersiapkan seserahan pernikahan untuk diantar besok ke tempat Putri Qu Liwey." Yubo mengangguk, perintah dari pangerannya akan segera ia laksanakan.
~♡~
Tbc ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Saeful Anwar
g menarik sama sekali, g jelas cerita nya
2023-02-02
0
AsyifaA.Khan⨀⃝⃟⃞☯🎯™
baru baca sudah suka ceritanya
2021-01-04
0
Maulida greg Ma
ceritanya bagus
2021-01-03
1