Jika merasa sulit mendapatkan apa yang kita inginkan, jangan mudah putus asa. Dapat atau tidak dapat tetap harus ikhtiar. Jangan jadi pecundang yang nyalinya kaleng-kaleng.
__________
Pagi ini Artha berangkat kesiangan karena semalam ia sulit sekali tidur, karena apa? Yang pasti kalian sudah tahu kerena apa. Terpaksa ia harus berangkat bareng papanya. Di dalam mobil dia diomeli habis-habisan. Belum lagi nanti sesampai di sekolah, sudah pasti ia mendapat hukuman dari guru yang sudah lebih dulu datang. Ia jadi menyesal mengunci kamar semalam, jadi mamanya sulit membangunkannya.
"Makanya kalau sudah malam itu tidur. Kamu ngapain aja sih?"
"Enggak ngapa-ngapain, aku cuma enggak bisa tidur aja."
"Papa sama mama yang setiap hari kerja, yang memiliki tanggungan masing-masing saja mudah tertidur. Kamu yang cuma makan, tidur, sekolah, jajan, masa sulit tidur, apa yang kamu pikirkan?"
"Enggak ada."
"Jujur?"
"Ya, aku udah jujur."
"Bohong, kamu itu anakku, anak didikku saja aku paham gerak-geriknya saat berbohong, apalagi kamu yang sudah hidup jauh lebih lama bersamaku."
"Kalaupun ada, papa enggak berhak tau, ini masalah pribadiku."
Papa Artha terdiam. "Apa jangan-jangan tentang perempuan itu?"
Dan kali ini Arthalah yang terdiam. "Papa enggak berhak tau," ucap Artha dingin. Ia paling tidak suka ada orang yang mencampuri urusannya.
"Laki-laki dingin sepertimu bisa menyukai perempuan rupanya," ucap Papanya sedikit meledek. Ia pun pernah berada di posisi Artha, ia sudah lebih paham daripada Artha.
Artha tidak menggubris, ia hanya diam.
"Aku turun di gerbang aja, ke parkiran jauh lagi."
Artha langsung turun begitu saja, wajahnya benar-benar dingin. Papanya mengahancurkan mood baiknya pagi ini. Ia berjalan menuju kelas dengan langkah lebar. Suasana sekolah sudah sepi, mereka semua sudah belajar bersama guru pengajarnya. Artha sudah siap dengan hukuman hari ini, semoga saja bukan menjemur, jangan sampai dia pingsan lagi hanya karena tersengat matahari, itu sangat memalukan.
Artha lebih memilih dihukum oleh guru daripada ia bolos sekolah dan mendapat hukuman dari papanya. Rasanya ia muak dengan papanya itu. Ia ingin cepat-cepat lulus sekolah lalu berkuliah di luar negri, ia ingin bebas. Hidup dengan aturan-aturan yang dibuat Papanya itu membuat hambar hidupnya, semua hambar tidak berwana.
Artha tersenyum miring ke arah Rio yang sedang tertidur di meja. Rasanya saat ini juga ia ingin teriak, senang rasanya, ternyata guru pengajar pelajaran pertama belum masuk kelas. Ia langsung masuk begitu saja. Teman-teman kelasnya sudah terbiasa melihat Artha datang terlambat seperti itu.
"O, bangun ada guru."
Rio yang sudah tidur lebih dari lima belas menit langsung terbangun. Matanya memerah, wajahnya menampakkan raut tidak suka karena dibangunkan.
"Mana sih orang enggak ada guru," gerutu Rio.
"Emang enggak ada."
Rio menatap Artha dengan tatapan tidak suka. "Lu baru dateng kali?"
Artha hanya mengangguk. "Gua kesiangan, nanti gua pulang bareng lu, gua enggak bawa motor, gua enggak mau pulang sama papa gua. Enggak pokoknya."
Rio tertawa. "Seorang Artha sekolah dianter papanya lho."
Plak...
"Gua tonjok lu," ancam Artha.
Rio hanya terkekeh pelan. Tangan Artha sangat lentur kalau urusan jitak menjitak.
***
Di jam istirahat Artha dan Rio berkumpul dengan teman-teman satu gengnya yang berasal dari macam-macam kelas dan jurusan. Geng mereka itu geng yang dikenal sebagai geng cogan. Semua teman Artha itu memiliki wajah tampan. Artha tidak memilih-milih saat berteman, mereka berteman begitu saja, ia pun lupa karena apa mereka sampai berteman.
"Gua denger-denger lu lagi deket sama anak IPA 1, ya? Jago lu kalo sampe dapetinmah. Kan rata-rata anak perempuan kelas itu rada-rada songong. Sok jual mahal amit," ucap John.
"Lu ngomong gitu pengalaman ditolak sama anak IPA 1 kali?" ucap Artha ngasal.
"Iya, dia nembak si Melia yang sering dapetin piala lomba sains itu loh, eh ditolak mentah-mentah, ya kan, Jo?" sambar Rangga.
"******* lu, ya," ucap John sambil menarik kerah Rangga.
"******* mah di kasur lol, mana ada ******* sekolah," sambar Rio.
John melepaskan tarikannya, Rangga mendengus sambil merapihkan kerahnya yang berantakan.
"Jangan mentang-mentang badan gede lu, Jo," gerutu Rangga yang masih tidak suka.
John hanya tertawa.
"Saran gua ya, Tha, lu tembak langsung dah, daripada lu mati penasaran," ucap John.
"Lagian siapa sih yang suka sama dia."
"Enggak usah muna, lu nyesel baru gantung diri."
Plak...
"Jaga tuh mulut," dengus Artha setelah ia berhasil mengelepak kepala John.
"Dih terima kasih kalo dikasih tau."
"Enggak butuh."
"Weh, O, pesen gih, lu kan baru dateng. Kemarin gua yang mesen, gantian lah," ucap John sambil memberikan secarik kertas kepada Rio.
"Its okay no problem. So easy."
"Tuh anak ketularan si Artha tuh ngomong pake Bahasa Inggris mulu."
"Baguslah dia nularnya yang begituan, untung enggak nular yang suka nabok orang," sambar Rangga.
Artha hanya diam, teman-temannya ini memang memiliki mulut yang tidak bisa di jaga baik-baik. Untung hari ini tidak kumpul semua, coba saja kalau kumpul semua, bisa-bisa Artha terpojoki karena isu menyukai Syahla.
"Tha ... Tha, itu si Syahla, kan ya? Yang lu suka itu kan, gilalah enggak salah lu milih, cakep. Cuma ... mmm ... dia enggak mencapai kriteria gua, body-nya kurang mantep, yaudah Anya buat gua lah, Tha," ucap John sambil menatap Syahla dari atas ke bawah.
"Ambil. Lagi juga siapa yang suka sama Anya."
"Tipe lu, Tha, abal-abal bener."
"Lu ngatain Syahla abal-abal?" ucap Artha dengan nada tidak suka.
"Tuh tadi bilang enggak suka, oh enggak sukanya kalo si Syahla dijelekin, ya?" Jadilah Artha terpojoki. Biasanya dialah yang suka memojoki, karma datang tanpa mengucap salam.
"Banyak bacot lu pada ya."
"Coba ya gua deketin nih, kita liat ekspresi si Artha gimana."
John si laki-laki bertubuh tinggi, John ini tidak kalah tampannya dengan Artha. Apalagi dia itu tinggi. Siapa yang tidak tergila-gila sama laki-laki itu.
Artha masih menampakkan wajah santai, dia akan lihat seperti apa tanggapan Syahla. Ia sudah pastikan John akan mundur secara perlahan, sama sepertinya.
"Syahla, ya?"
Syahla yang dipanggil perempuan-perempuan penghuni kantin yang nengok. Mereka iri dengan Syahla. Dia bisa dekat dengan Artha yang terkenal sulit didekati, dan sekarang dia malah disapa John, laki-laki yang laki banget, siapa sih yang enggak melthing lihat Jonh.
"Ada apa?" tanya Syahla bingung.
"Hm, gimana istirahat ini bareng gua aja," ucap Jonh sambil melirik ke arah Artha yang sedang meperhatikannya dengan santai.
"Maaf aku istirahat bareng Husna aja, permisi." Syahla pergi begitu saja.
Jonh ditolak? Dua kali drajatnya diinjak-injak anak IPA 1.
Artha tersenyum miring, Rio dan Rangga terbahak sampai menepuk-nepuk meja.
"Dia bukan cewek abal-abal. Dia mahal, belum ada laki-laki yang bisa dapetin dia," ucap Artha.
"******* emang ya," gerutu John.
"Makanya jangan terlalu pede jadi cowok. Tampang enggak jadi penilaian nomer satu bagi sebagian cewek, dan cewek itu termasuk Syahla," ucap Artha lagi.
"Dia punya prinsip yang sampe saat ini bikin gua bingung. Dia enggak mau sampe kulitnya kesentuh laki-laki selain apa tuh katanya gua lupa, mah, apalah gitu. Heran aja gitu, apa masalahnya kesentuh laki-laki. Dia juga orangnya enggak gampang baper, dia unik menurut gua."
"Makhrom bloon," sambar Rangga.
"Emang makhrom itu apaan?" tanya Artha.
"Itu bersangkut paut sama agama. Makhrom itu kayak batasan antara laki-laki dan perempuan. Menurut agama gua itu jelas disebutkan dalam Al-Qur'an, kalo perempuan dan laki-laki yang bukan makhromnya itu haram bersentuhan. Selebihnya gua kurang paham."
Artha menganggukkan kepalanya sambil mengatakan, "Oh."
"Jadi saran gua sih, ya, kalo lu mau deketin cewek macem Syahla, ya lu harus hargain prinsip dia."
Artha mengangkat sebelah alisnya. "Lu kalo udah ngomongin tipe cewek kayaknya paham bener."
"Ya gua kan emang udah sering deket sama cewek, dan sifat cewek itu beda-beda. Gua juga lagi berusaha nih deketin cewek tipe Syahla, tapi bukan si Syahla, dia malah lebih angker. Kalo si Syahla sih mending, lembut, sopan. Kalo cewek yang lagi gua deketi ini, set dah, galak, judes, itu cocot kalo udah ngomel udah kayak ayam geprek."
"Husna," ucap Artha ngasal.
"Loh kok lu tau?"
"Gua pernah diomelin dia gara-gara nabrak Syahla waktu itu."
"Nah kan, angker."
Giliran John dan Rio yang melongo. Dua temannya ini benar-benar sedang dilanda cinta.
"O, lu gimana, tuh si cowok angker udah mulai jatuh cinta, masa buntutnya belom," kekeh John.
"Lu saingan gua Jo, gua lagi berusaha nih dapetin Anya," ucap Rio dengan tampang sok galak.
Artha sudah tahu kalau sejak dulu Rio menyukai Anya, walaupun Rio tidak pernah bercerita mengenai perasaannya. Dari seluruh teman Artha, hanya Riolah yang memiliki sifat sama sepertinya, Rio tidak terlalu tertarik membicarai perasaannya kepada perempuan.
***
Syahla dan Husna masih membicarai John. Lebih tepatnya Husnalah yang membicarainya. Syahla malah sibuk membaca buku yang baru saja ia ambil dari perpustakaan sebelum mereka ke kantin.
"Dia itu kan pernah main tonjok-tonjokkan sama Artha."
Tiba-tiba Syahla tersedak air liurnya sendiri saat Husna menyebutkan nama Artha di ceritanya.
"Kamu kenapa, Syah?"
"Mm ... eng ... enggak aku enggak apa-apa."
"Itu kenapa Artha sama John bisa main tonjok-tonjokkan?" ucap Syahla sambil berusaha menetralkan diri.
Bukannya menjawab Husna malah memperhatikan Syahla.
"Kamu ada hubungan apa sama Artha?" b
Bukan Husna kalau tingkat kekepoannya berkurang.
Syahla menutup bukunya dan menyeruput es yang sedaritadi ia anggurkan.
"Apa menurut kamu aku ada hubungan selain teman satu sekolah sama Artha?" Syahla malah bertanya balik dengan raut wajah datar.
Husna terkekeh. "Maaf deh kalo aku berlebihan nanyanya. Aku cuma enggak mau aja sahabat aku ini merusak prinsipnya sendiri."
Syahla tersenyum. "Engga kok, Na, aku bakal jaga baik-baik prinsip kita ini. Kita enggak akan pacaran, biar nanti saja pacarannya setelah menikah, iya kan?"
"Alhamdulillah deh, aku mau berteman sama kamu sampe ke Surga, Syah, enggak di dunia aja."
"Aamiin *yarrabbal 'alaamiin*."
"Nah sekarang kamu jawab, si Artha sama John kenapa bisa main tonjok-tonjokkan. Aku cuma mau tau aja, kan mereka sahabatan, kok bisa main tonjok-tonjokkan?"
"Ih, Syahla, kamu ini gimana sih, dia itu main tonjok-tonjokkan karena dia emang lagi lomba karate, eh yang menang Artha, padahal dari badan gedean si John."
"Oh gitu, aku kira dia berantem."
"Yakali."
"Yaudah yuk, Na, kita ke kelas, aku mau baca buku lagi, seru tau bukunya, kita kaya dibawa ke luar angkasa gitu, kita bisa kenal planet-planet sampe semua nama bintang di sini. Indah banget ciptaan Allah, ya."
"Calon dokter atau calon astronot nih?" kekeh Husna.
"Semoga aja aku bisa jadi dokter."
"Kalo kamu jadi dokter nanti pasiennya jatuh cinta sama kamu gimana?" kekeh Husna.
"Ya enggaklah, kamu ini, Na."
Brukk...
Karena ke asyikkan ngobrol mereka sampai tidak sadar ada orang di hadapannya yang juga sedang mengobrol. Buku tebal yang Syahla pegang terjatuh ke lantai.
"Astaghfirullah," gumam Syahla pelan sambil berusaha untuk mengambil buku di lantai.
Baru hendak mengambil, buku Syahla telah di ambil lebih dulu. Ia hampir ingin menyentuh tangan yang sudah lebih dulu mengambil buku itu, untung saja.
Saat ia mendongakkan kepalanya, orang yang di hadapan Syahla pun mendongakkan kepalanya. Mata mereka terkunci sesaat.
"Cie ...." Teriakan Rio berhasil membuat Syahla dan Artha tersentak.
"Astaghfirullah." Syahla langsung menarik lengan Husna untuk pergi menjauh. Husna berontak tapi Syahla menariknya.
"Bu ... buk kamu, Syah."
Langkah Syahla terhenti. "Nana, bukunya sama Artha, gimana? Aku enggak mau ketemu dia, Na."
Husna tersenyum getir serba salah. "Kamu sih bukannya dengerin aku dulu, malah main kabur bae."
"Ma ... maaf."
"Sya, bukunya ni," ucap Artha yang tiba-tiba ada di belakang Syahla.
"Mm ... ma ... makasih, ya," ucap Syahla gugup.
"Ekhem, udah, Mas, yuk ke kelas," ucap Rio sambil menarik lengan Artha.
"Kok aku liat kamu sama Artha jadi kaya cerita-cerita novel romance versi laki-laki nakal dan perempuan ...." Belum sempat Husna meneruskan ucapannya Syahla sudah pergi meninggalkannya.
Tidak terasa Syahla menarik simpulnya, saat Husna ada di sampingnya ia langsung melunturkan senyumnya itu.
"Maaf sih, Syah," kekeh Husna.
***
Sepulang sekolah Artha dan Rio tidak langsung pulang. Mereka belok ke kafe dekat sekolah. Katanya sih, si Rio mau curhat.
"Udah lama gua enggak neraktir lu, O, beli nih pake duit gua."
"Manteplah, jadi nih gua beli kuota."
Artha hanya tersenyum miring.
Saat dua cangkir chocholate panas ada di hadapan mereka Rio baru mulai angkat suara.
"Tha, lu tau kan gimana keluarga gua. Ayah gua sama ibu gua beneran cerai tadi malam, malam-malam lu dia berantem. Ayah gua hampir aja mau nampar ibu gua gara-gara ibu gua ngatain dia laki-laki enggak tanggung jawab. Malah kena gua, tuh." Rio memberitahu bekas tamparan Ayahnya yang membiru.
"Gua enggak bisa bayangin kalo sampe ibu gua yang kena tamparan ini. Bisa-bisa tujuh hari tujuh malem dia nangis."
"Menurut lu mending gua tinggal sama ibu gua atau sama ayah gua, Tha? Mereka ngerebutin gua gitu. Ayah bilang gua suruh ikut dia supaya jadi pewaris bisnisnya, tapi dia bakal nikah lagi, dan ibu gua, dia juga mau gua ada di samping dia, tapi gua enggak tau apa alesan dia ngebiarin gua tinggal sama dia."
Artha terdiam, ia harus hati-hati menanggapi curhatan Rio. Soalnya ini menyangkut masalah pribadinya. Rio yang terlihat ceria ternyata memiliki masalah yang berat di balik keceriaannya itu.
"Kalo menurut gua, lu lebih baik jaga ibu lu. Dia lebih butuh lu daripada ayah lu. Perempuan lemah, O, ayah lu laki-laki, apalagi dia nikah lagi."
"Iya sih, Tha, gua juga maunya gitu. Yaudah deh gua jagain ibu gua aja. Gua bakal berusaha buat dia bangga sama gua."
"Semoga."
"Yaudah yuk,Tha, kita balik aja."
"Ayo."
Di tengah perjalanan Rio menghentikan motornya. "Tha ... Tha, itu si Husna sama Syahla kan ya? Itu dia diapain tuh sama gengnya Anya."
"Turun, O, turun," ucap Artha sejurus kemudian ia berlari mendekat ke halte.
"Gila ... gila, Syahla ditampar Anya, Tha," langkah Rio terhenti saat Syahla ditampar Anya.
Artha malah mendekat, ia membelah kerumunan. Hingga akhirnya ia berada di samping Syahla.
"Gua bilang ya lu ...." Ucapan Anya terhenti saat ia melihat Artha di sampingnya
"Artha?"
"Lu gila, lu berani nampar Syahla? Gua berani nampar lu. Kenapa? Apa alesan lu nampar dia, ngacem-ngancem dia? Kenapa? Liat aja, gua bakal laporin lu ke Kepala Sekolah. Soalnya lu masih ada di kawasan sekolah."
"Gua, Tha?" Anya mengigit bibir bawahnya.
"Na?" Husna yang merasa dipanggil langsung langsung menoleh.
"Ajak Syahla pergi."
Husna menurut.
"Lu, Nya, gua kecewa sama lu, gua kira lu cewek baik-baik. Nyatanya, You are crazy. I hate you." Setelahnya Artha pergi mengejar Syahla.
***
Syahla memegangi pipi kanannya yang memerah bekas tamparan Anya. Ia tidak menyangka, Anya yang dahulu sempat ia kagumi karena selain cantik dia sangat ramah. Ternyata hanya karena ia menyukai Artha lalu Artha sempat ada urusan dengan Syahla malah Syahla yang diomeli habis-habisan bahkan di tampar.
Sebenarnya tadi bukan Syahla yang mau ia tampar.
"Lu jangan asal main ceplos. Syahla sama Artha itu enggak ada hubungan apa-apa. Kebetulan aja dia bisa kenal. Lagian lu lebay amat sih gara-gara cowok aja main labrak-labrakan. Kaya anak kecil tau ga."
"Lu berani ngatain gua?"
"Ya berani lah, emang lu siapa?"
Tangan Anya hendak manampar Husna tapi Syahla malah berdiri di depan Husna. Akhirnya Syahlalah yang terkena tamparannya.
"Syah kamu enggak apa-apa kan? Maafin aku ya enggak dengerin kamu, kamu bilang aku suruh diam jangan diladenin tapi aku malah nyerocos, gara-gara aku juga kamu ditampa." Husna sampai meneteskan airmata saat ia melihat pinggiran bibir Syahla mengeluarkan darah.
"Enggak apa-apa kok, lain kali kamu harus bisa jaga ucapan," ucap Syahla sambil berusaha untuk tersenyum.
"Kamu enggak usah sedih, aku enggak apa-apa kok."
"Gimana aku enggak sedih, Syah, gara-gara aku kamu ditampar."
"Sya, lu enggak papa?" ucap Artha yang tiba-tiba ada di samping Syahla. Dia datang bersama Rio.
"Enggak apa-apa kok."
"Apanya yang gak apa-apa, Sya, ujung bibir lu berdarah, mending sekarang lu masuk dulu ke sekolah. Biar gua yang minta izin ke satpam."
"Enggak ada tapi-tapian."
Syahla akhirnya menurut.
"Lu anak IPA kan, Na, gua yakin lu paham cara ngilangin tuh darah dan, itu biar gak memar," ucap Artha saat mereka ada ruang UKS.
Husna mengangguk, ia langsung memberikan sedikit cairan alkohol agar darah tidak mengalir lagi. Anya menamparnya dengan keras.
"Emang lu berdua enggak bawa motor?" tanya Rio.
Syahla menggeleng. "Motor aku lagi di bengkel dua hari yang lalu. Husna biasa dijemput, tapi kali ini dia malah mau nemenin aku naik angkot."
"Lu enggak dijemput kak Syakib?" tanya Artha.
"Kok lu kenal kak Syakib?" tanya Husna.
"Kemarin kan Artha bantu aku, Na."
"Oh iya."
"Kak Syakib hari ini kuliah."
"Jangan naek angkot, gua bakal pesenin lu berdua ojek online. O, pesen, O."
"Ya enggak bisa dua motor kalo satu handphone bloon."
Artha mengeluarkan handphone dari saku celananya. "Handphone gua kan ada, O," ucap Artha dengan tampang datar.
"Lu kan baru ngeluarin, Tha."
"Yaudah pesen."
Setelah Syahla dan Husna menaiki ojek Artha dan Rio baru kembali ke rumah. Rio tidak pulang ke rumah. Hari ini rumahnya tidak ada orang, entahlah ia pun bingung, rumahnya tidak bisa menjadi tempat pelepas lelah yang baik. Baru masuk pekarangan rumahnya saja sudah tercium aroma pertengkaran.
Akhirnya Rio memilih untuk kerumah Artha. Mungkin nanti malam dia baru kembali kerumah.
Sesampai di rumah Artha langsung menemui papanya. Ia langsung menceritakan pristiwa di halte sekolah tadi. Papanya menanggapi secara bijak.
"Besok biar bu Asma yang mengurusinya."
"Makanya jagain dong, Tha, nanti kalo Syahla diapa-apain lagi gimana," sambar Mamanya dengan nada meledek.
"Ma, udah deh jangan bikin mood Artha rusak."
"Haha iya deh iya Mama minta maaf, yauda mending sekarang kalian cucian, pinjamin Rio baju, enggak baik pake baju sekolah di rumah. Nanti habis itu kita makan siang bareng."
Mama Artha sudah mengenal Rio, dia tahu kalau Artha itu bersahabat baik dengan Rio. Ia pun sudah menganggap Rio anaknya sendiri. Bahkan ia titip Artha kepada Rio. Tahu sendiri Artha itukan emosinya tinggi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Happyy
💜💜💜
2021-01-24
0
David Arkhana
John tuh kaya temen gw banget wkwk PD tingkat tinggi
2020-09-08
0
Yoka Kiara
Persahabatan Rio sama Artha tuh bagus banget. Mereka sama sama saling ngertiin. 😂
2020-08-30
0