Single Daddy
"Apa! Mas Aditya kecelakaan!"
Teriakan itu berhasil membuat semua orang menoleh ke arah Adrian. Hari ini Adrian menghadiri meeting penting bersama rekan kerjanya, bahkan tender yang Adrian kerjakan sangat besar.
Namun karena mendapat telepon, Adrian sampai tak sadar telah mengabaikan semua orang dan fokus berbicara dengan orang di balik telepon.
[Iya betul, Pak. Pihak rumah sakit berharap Bapak bisa hadir, karena anak dari korban terus menangis. Mungkin dengan adanya Bapak, bayi ini bisa diam. Pihak rumah sakit juga sudah menghubungi keluarga bu Susi. Akan tetapi, mereka menolak dan hanya membawa jenazah bu Susi saja.]
Adrian mengusap wajahnya sangat kasar, ia tak habis pikir dengan keluarga kakak iparnya, mereka sungguh tega menelantarkan cucu sendiri yang masih berusia satu tahun dan membiarkannya terlunta-lunta di rumah sakit.
"Baiklah, saya akan segera kesana dan tolong jaga keponakan saya. Mungkin satu atau dua jam saya sampai di rumah sakit, Intinya jaga Abiyan jangan sampai dia sendiri! Masalah uang nanti gampang," jelas Adrian.
[Baik, Pak. Saya tunggu kehadiran pak Adrian di rumah sakit.]
Adrian pun memutus sambungan telepon dan memandang rekan-rekan bisnisnya. Ada rasa tak enak meninggalkan mereka, apalagi dalam keadaan rapat penting seperti saat ini.
"Pak, saya benar-benar minta maaf, tapi semua diluar dugaan. Apakah meeting hari ini bisa ditunda? Kakak saya kecelakaan dan jenazahnya masih di rumah sakit, akan tetapi jika Bapak ingin membatalkan kerjasama kita, makan tidak masalah. Bagaimanapun keluarga lebih penting dari apapun," ucap Adrian.
Adrian tak mungkin memikirkan pekerjaan saat ini, walaupun nantinya ia akan rugi besar. Tapi, keponakannya lebih penting untuk saat ini.
"Tidak, tidak! Pak Adrian saat ini sedang berduka, jadi meeting kita tunda saja. Kami lebih baik menunggu sampai semua urusan Pak Adrian selesai. Kami juga sangat prihatin dengan kejadiannya yang dialami pak Aditya, semoga semua segera terselesaikan," balas pak Harto.
Adrian hanya mengangguk kecil, ia tahu betul bagaimana pak Harto. Lelaki paruh baya itu sangat tergiur bekerja sama dengannya, jadi tidak mungkin pak Harto membatalkan semua.
"Terima kasih, Pak. Kalau begitu saya permisi."
Adrian keluar dari ruangan dan segera mencari Sekar, untuk saat ini Sekar adalah orang yang paling cekatan jika diberi tugas. Karena itulah Adrian akan mengajaknya untuk mengurus pemakaman kakaknya.
"Sekar, kamu ikut aku ke rumah sakit. Tolong urus pemakaman kak Aditya, karena aku tidak bisa mengurus semua sendiri. Kamu bisa kan, Sekar?" tanya saat ia sampai di ruangan sekretarisnya.
"Bisa, Pak. Saya bereskan berkas-berkas dulu, setelah itu saya akan ikut Bapak," balas Sekar.
Setelah itu Sekar segera membereskan semua berkas-berkas yang ada di mejanya. Saat semua sudah selesai, Adrian dan Sekar langsung menuju rumah sakit.
Di perjalanan Adrian memikirkan nasib keponakannya. Adrian juga bingung harus menitipkan Abiyan ke siapa, tak mungkin juga Adrian mengurusnya dengan keadaan masih sendiri. Jika saja Adrian memiliki istri, mungkin tak akan serumit ini.
"Pak, kita sedang di jalan loh. Pak Adrian seharusnya fokus, apalagi sedang mengendarai mobil. Bapak tidak mau kita kecelakaan kan? Jadi lebih baik pelan-pelan tapi sampai tujuan dengan selamat. Tenangkan pikiran, ingat di rumah sakit keponakan Bapak sedang menunggu," tegur Sekar ketika ia merasa mobil melaju sangat kencang.
Sekar senja menegur Adrian, ia tidak ingin terjadi kecelakaan, sedangkan di sisi lain Sekar juga tak ingin mati sia-sia, karena kecerobohan Bosnya sendiri.
"Maaf, aku akan lebih fokus. Lagian rumah sakitnya juga sudah dekat, jadi kamu tidak perlu takut kecelakaan," balas Adrian sedikit dongkol.
Suasana pun menjadi hening saat Sekar berhenti bersuara. Memang selama ini Adrian tipe orang yang sangat cuek, bahkan dia terlalu dingin saat bicara dengan orang lain. Banyak wanita yang mendekati Adrian, tapi langsung tolak mentah-mentah dengan alasan belum bisa berkomitmen.
Adrian ingin fokus pada perusahaan, ditambah ia juga belum menemukan seseorang yang cocok dengan dirinya. Semua wanita yang pernah mendekati Adrian, rata-rata hanya ingin harta.
Tak terasa mobil Adrian sampai di depan rumah sakit. Tanpa basa-basi, Adrian segera turun dari mobil dan mencari keberadaan keponakannya.
"Sus, saya Adrian Malvero adik dari Aditya Malverano," kata Adrian saat dirinya memasuki ruang UGD bersama Sekar.
"Oh, Bapak keluarga pak Aditya. Mari ikut saya ke kamar mayat, karena jenazahnya masih di tempat pemulasaran. Kalau untuk keponakan Bapak ada di sana, bersama suster Maria. Dari Tadi nangis terus Pak, dan tidak ingin minum," jelas suster bernama Mila.
Adrian seketika menoleh ke arah belakang. Sungguh hatinya sangat tersayat saat melihat Abiyan menangis, tanpa memperdulikan siapapun Adrian segera menghampiri keponakannya.
Tanpa diduga, Abiyan langsung mengangkat kedua tangannya saat melihat Adrian. Bayi mungil itu merengek minta gendong, seakan-akan tau jika Adrian datang untuk melindunginya.
Dengan cepat Adrian mengambil keponakannya dari tangan suster dan menimang-nimangnya. Setetes air mata pun lolos begitu saja, Adrian merasa tak tega, ketika melihat banyak luka di badan bocah mungil di pelukannya ini.
"Cup … cup Sayang, Biyan ketakutan ya? Maaf Om datang terlambat, tapi sekarang Biyan sudah aman, jangan menangis lagi ya, Sayang," ucap Adrian penuh kelembutan.
Sekar saja yang melihat Adrian selembut ini mendadak terkejut, saat di kantor Sekar selalu melihat keangkuhan bosnya. Tapi, saat di dekat keponakannya, ternyata Adrian sosok lelaki penyayang.
'Ternyata bisa lembut juga ini orang,' gumam Sekar dalam hati.
"Kar, tolong urus kepulangan Kakak. Aku mau menenangkan Abiyan terlebih dulu, kamu bisa kan melakukan semua sendiri?" tanya Adrian.
Sekar tersentak kaget mendengar titah Adrian. Pasalnya, lelaki di depannya ini baru mau bicara setelah perdebatan kecil di mobil tadi.
"Bi-bisa, Pak."
"Terima kasih sebelumnya," kata Adrian semakin membuat Sekar terheran-heran.
"Sama-sama, Pak."
Sekar pun bergegas pergi dari hadapan Adrian agar semua cepat selesai. Sekar mulai dari mengurus administrasi dan kepulangan Aditya. Bahkan di rumah semua orang juga sudah bersiap-siap, karena Sekar sempat mengirimkan jasa EO untuk mengatur tempat saat jenazah datang.
"Huft, akhirnya selesai."
***
Pemakaman Aditya berjalan dengan lancar, semua orang juga mengucapkan turut berbelasungkawa atas sepeninggalnya Aditya. Tak lupa juga dengan karangan bunga yang terus berdatangan, sebagai tanda penghormatan terakhir bagi Almarhum.
Selesai pulang dari pemakaman, Adrian langsung dihadapkan oleh pengacara kakaknya dan bersiap untuk pengumuman surat wasiat.
Sebenarnya, Adrian sangat malas jika harus berurusan dengan pengacara. Namun ia juga tak bisa egois, mungkin saja kakaknya memberi amanah untuknya agar memberikan Abiyan ke seseorang.
"Baiklah, karena pak Adrian sudah ada di sini maka saya akan umumkan wasiat dari pak Aditya. Mohon pak Adrian dengar baik-baik, karena ini juga menyangkut keponakan Bapak," ucap sang pengacara.
Adrian mendengus kesal, tanpa diberitahu pun ia paham kalau ini ada sangkut pautnya dengan keponakan tercinta. "Iya aku tau! Cepat katakan, karena aku tidak punya banyak waktu. Aku masih ada urusan lain, yang lebih penting!" cetusnya sangat sinis.
"Baiklah, kalau begitu saya mulai dan saya akan bacakan isi wasiat pak Aditya sebelum meninggal."
Adrian mencoba mendengar apa yang akan diucapkan pengacara. Ia juga penasaran apa yang ditulis kakaknya sebelum meninggal, padahal kakaknya terlihat sangat tenang seperti tak merencanakan sesuatu.
Tetapi, jika surat ini membebankan dirinya maka ia akan menolak. Toh, setelah semua selesai Adrian berniat akan mengembalikan Abiyan ke keluarga Susi.
Bukannya Adrian tega atau jahat, tapi Adrian sadar diri jika ia tidak bisa mengasuh bayi seorang diri. Bahkan Adrian juga tidak percaya seratus persen dengan babysitter, jadi jalan satu-satunya memberikan Abiyan ke orang tua kakak iparnya.
SURAT WASIAT
Pada hari ini, (xx-xx-xxxx), saya : yang bertandatangan di bawah ini.
Nama : Aditya Marverano
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta - xx-xx-xx
Alamat : xxxx
dengan sadar dan tidak ada paksaan membuat Pernyataan Surat Wasiat Waris atau Hibah Harta Saya, kepada anak – anak kandung saya, yaitu :
(Abiyan Marverano)
Dengan surat ini saya nyatakan bahwa saya menyerahkan seluruh harta saya kepada anak saya tersebut, yaitu sebuah Rumah yang saya diami sekarang ini dan seluruh aset perusahaan milik saya pribadi. Apabila saya sudah tidak ada, dengan ketentuan harta itu akan diberikan saat Abiyan Marverano berusia 21 tahun.
Sebelum anak saya dewasa, maka aset-aset yang saya punya akan dikelola oleh adik saya yang bernama Adrian Malvero. Bahkan hak asuh anak saya, jatuh pada adik saya Adrian Malvero.
Demikianlah surat pernyataan Wasiat waris atau hibah harta saya buat, dengan disaksikan oleh saksi-saksi yang saya percaya.
Bagai disambar petir di siang bolong itulah yang dirasakan Adrian, ketika sang pengacara membacakan surat wasiat Aditya. Bagaimana mungkin kakaknya melakukan ini semua, apakah ia bisa? Hanya pertanyaan itu yang saat ini ada di otaknya.
"Tunggu! Jadi saya harus merawat keponakan saya, sampai dewasa?" tanya Adrian tak percaya dengan isi wasiat Aditya.
"Benar dan Bapak harus menjamin semua keperluan ananda Abiyan sampai berusia 21 tahun, tanpa terkecuali," balas pak Pengacara.
Adrian langsung mengusap kasar wajahnya. Bagaimana ia bisa membagi waktu antara kerja dan merawat Abiyan, apalagi Adrian tak pernah percaya dengan babysister.
'Astaga! Aku belum menikah ataupun memiliki anak, tapi sekarang aku harus menjadi single daddy!'
Adrian terus bergumam dalam hati. Sekarang ia merasa dilema, otaknya seakan-akan mau pecah. Adrian merasa tidak akan bisa menjadi orang tua tunggal bagi Abiyan, apalagi posisinya masih sendiri dan sering keluar negeri untuk berbisnis.
'Kenapa menjadi rumit seperti ini!"
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
vi
Baru baca..... sepertinya menarik.... lanjut thor
2022-09-11
0
Muflikhatul Azizah
aq juga mampir thor 🤗🤗🤗
2022-01-15
0
Mom's Fi'arr
sedih
2021-12-01
0