NovelToon NovelToon

Single Daddy

SD - 1. Surat Wasiat (Revisi)

"Apa! Mas Aditya kecelakaan!"

Teriakan itu berhasil membuat semua orang menoleh ke arah Adrian. Hari ini Adrian menghadiri meeting penting bersama rekan kerjanya, bahkan tender yang Adrian kerjakan sangat besar.

Namun karena mendapat telepon, Adrian sampai tak sadar telah mengabaikan semua orang dan fokus berbicara dengan orang di balik telepon.

[Iya betul, Pak. Pihak rumah sakit berharap Bapak bisa hadir, karena anak dari korban terus menangis. Mungkin dengan adanya Bapak, bayi ini bisa diam. Pihak rumah sakit juga sudah menghubungi keluarga bu Susi. Akan tetapi, mereka menolak dan hanya membawa jenazah bu Susi saja.]

Adrian mengusap wajahnya sangat kasar, ia tak habis pikir dengan keluarga kakak iparnya, mereka sungguh tega menelantarkan cucu sendiri yang masih berusia satu tahun dan membiarkannya terlunta-lunta di rumah sakit.

"Baiklah, saya akan segera kesana dan tolong jaga keponakan saya. Mungkin satu atau dua jam saya sampai di rumah sakit, Intinya jaga Abiyan jangan sampai dia sendiri! Masalah uang nanti gampang," jelas Adrian.

[Baik, Pak. Saya tunggu kehadiran pak Adrian di rumah sakit.]

Adrian pun memutus sambungan telepon dan memandang rekan-rekan bisnisnya. Ada rasa tak enak meninggalkan mereka, apalagi dalam keadaan rapat penting seperti saat ini.

"Pak, saya benar-benar minta maaf, tapi semua diluar dugaan. Apakah meeting hari ini bisa ditunda? Kakak saya kecelakaan dan jenazahnya masih di rumah sakit, akan tetapi jika Bapak ingin membatalkan kerjasama kita, makan tidak masalah. Bagaimanapun keluarga lebih penting dari apapun," ucap Adrian.

Adrian tak mungkin memikirkan pekerjaan saat ini, walaupun nantinya ia akan rugi besar. Tapi, keponakannya lebih penting untuk saat ini.

"Tidak, tidak! Pak Adrian saat ini sedang berduka, jadi meeting kita tunda saja. Kami lebih baik menunggu sampai semua urusan Pak Adrian selesai. Kami juga sangat prihatin dengan kejadiannya yang dialami pak Aditya, semoga semua segera terselesaikan," balas pak Harto.

Adrian hanya mengangguk kecil, ia tahu betul bagaimana pak Harto. Lelaki paruh baya itu sangat tergiur bekerja sama dengannya, jadi tidak mungkin pak Harto membatalkan semua.

"Terima kasih, Pak. Kalau begitu saya permisi."

Adrian keluar dari ruangan dan segera mencari Sekar, untuk saat ini Sekar adalah orang yang paling cekatan jika diberi tugas. Karena itulah Adrian akan mengajaknya untuk mengurus pemakaman kakaknya.

"Sekar, kamu ikut aku ke rumah sakit. Tolong urus pemakaman kak Aditya, karena aku tidak bisa mengurus semua sendiri. Kamu bisa kan, Sekar?" tanya saat ia sampai di ruangan sekretarisnya.

"Bisa, Pak. Saya bereskan berkas-berkas dulu, setelah itu saya akan ikut Bapak," balas Sekar.

Setelah itu Sekar segera membereskan semua berkas-berkas yang ada di mejanya. Saat semua sudah selesai, Adrian dan Sekar langsung menuju rumah sakit.

Di perjalanan Adrian memikirkan nasib keponakannya. Adrian juga bingung harus menitipkan Abiyan ke siapa, tak mungkin juga Adrian mengurusnya dengan keadaan masih sendiri. Jika saja Adrian memiliki istri, mungkin tak akan serumit ini.

"Pak, kita sedang di jalan loh. Pak Adrian seharusnya fokus, apalagi sedang mengendarai mobil. Bapak tidak mau kita kecelakaan kan? Jadi lebih baik pelan-pelan tapi sampai tujuan dengan selamat. Tenangkan pikiran, ingat di rumah sakit keponakan Bapak sedang menunggu," tegur Sekar ketika ia merasa mobil melaju sangat kencang.

Sekar senja menegur Adrian, ia tidak ingin terjadi kecelakaan, sedangkan di sisi lain Sekar juga tak ingin mati sia-sia, karena kecerobohan Bosnya sendiri.

"Maaf, aku akan lebih fokus. Lagian rumah sakitnya juga sudah dekat, jadi kamu tidak perlu takut kecelakaan," balas Adrian sedikit dongkol.

Suasana pun menjadi hening saat Sekar berhenti bersuara. Memang selama ini Adrian tipe orang yang sangat cuek, bahkan dia terlalu dingin saat bicara dengan orang lain. Banyak wanita yang mendekati Adrian, tapi langsung tolak mentah-mentah dengan alasan belum bisa berkomitmen.

Adrian ingin fokus pada perusahaan, ditambah ia juga belum menemukan seseorang yang cocok dengan dirinya. Semua wanita yang pernah mendekati Adrian, rata-rata hanya ingin harta.

Tak terasa mobil Adrian sampai di depan rumah sakit. Tanpa basa-basi, Adrian segera turun dari mobil dan mencari keberadaan keponakannya.

"Sus, saya Adrian Malvero adik dari Aditya Malverano," kata Adrian saat dirinya memasuki ruang UGD bersama Sekar.

"Oh, Bapak keluarga pak Aditya. Mari ikut saya ke kamar mayat, karena jenazahnya masih di tempat pemulasaran. Kalau untuk keponakan Bapak ada di sana, bersama suster Maria. Dari Tadi nangis terus Pak, dan tidak ingin minum," jelas suster bernama Mila.

Adrian seketika menoleh ke arah belakang. Sungguh hatinya sangat tersayat saat melihat Abiyan menangis, tanpa memperdulikan siapapun Adrian segera menghampiri keponakannya.

Tanpa diduga, Abiyan langsung mengangkat kedua tangannya saat melihat Adrian. Bayi mungil itu merengek minta gendong, seakan-akan tau jika Adrian datang untuk melindunginya.

Dengan cepat Adrian mengambil keponakannya dari tangan suster dan menimang-nimangnya. Setetes air mata pun lolos begitu saja, Adrian merasa tak tega, ketika melihat banyak luka di badan bocah mungil di pelukannya ini.

"Cup … cup Sayang, Biyan ketakutan ya? Maaf Om datang terlambat, tapi sekarang Biyan sudah aman, jangan menangis lagi ya, Sayang," ucap Adrian penuh kelembutan.

Sekar saja yang melihat Adrian selembut ini mendadak terkejut, saat di kantor Sekar selalu melihat keangkuhan bosnya. Tapi, saat di dekat keponakannya, ternyata Adrian sosok lelaki penyayang.

'Ternyata bisa lembut juga ini orang,' gumam Sekar dalam hati.

"Kar, tolong urus kepulangan Kakak. Aku mau menenangkan Abiyan terlebih dulu, kamu bisa kan melakukan semua sendiri?" tanya Adrian.

Sekar tersentak kaget mendengar titah Adrian. Pasalnya, lelaki di depannya ini baru mau bicara setelah perdebatan kecil di mobil tadi.

"Bi-bisa, Pak."

"Terima kasih sebelumnya," kata Adrian semakin membuat Sekar terheran-heran.

"Sama-sama, Pak."

Sekar pun bergegas pergi dari hadapan Adrian agar semua cepat selesai. Sekar mulai dari mengurus administrasi dan kepulangan Aditya. Bahkan di rumah semua orang juga sudah bersiap-siap, karena Sekar sempat mengirimkan jasa EO untuk mengatur tempat saat jenazah datang.

"Huft, akhirnya selesai."

***

Pemakaman Aditya berjalan dengan lancar, semua orang juga mengucapkan turut berbelasungkawa atas sepeninggalnya Aditya. Tak lupa juga dengan karangan bunga yang terus berdatangan, sebagai tanda penghormatan terakhir bagi Almarhum.

Selesai pulang dari pemakaman, Adrian langsung dihadapkan oleh pengacara kakaknya dan bersiap untuk pengumuman surat wasiat.

Sebenarnya, Adrian sangat malas jika harus berurusan dengan pengacara. Namun ia juga tak bisa egois, mungkin saja kakaknya memberi amanah untuknya agar memberikan Abiyan ke seseorang.

"Baiklah, karena pak Adrian sudah ada di sini maka saya akan umumkan wasiat dari pak Aditya. Mohon pak Adrian dengar baik-baik, karena ini juga menyangkut keponakan Bapak," ucap sang pengacara.

Adrian mendengus kesal, tanpa diberitahu pun ia paham kalau ini ada sangkut pautnya dengan keponakan tercinta. "Iya aku tau! Cepat katakan, karena aku tidak punya banyak waktu. Aku masih ada urusan lain, yang lebih penting!" cetusnya sangat sinis.

"Baiklah, kalau begitu saya mulai dan saya akan bacakan isi wasiat pak Aditya sebelum meninggal."

Adrian mencoba mendengar apa yang akan diucapkan pengacara. Ia juga penasaran apa yang ditulis kakaknya sebelum meninggal, padahal kakaknya terlihat sangat tenang seperti tak merencanakan sesuatu.

Tetapi, jika surat ini membebankan dirinya maka ia akan menolak. Toh, setelah semua selesai Adrian berniat akan mengembalikan Abiyan ke keluarga Susi.

Bukannya Adrian tega atau jahat, tapi Adrian sadar diri jika ia tidak bisa mengasuh bayi seorang diri. Bahkan Adrian juga tidak percaya seratus persen dengan babysitter, jadi jalan satu-satunya memberikan Abiyan ke orang tua kakak iparnya.

SURAT WASIAT

Pada hari ini, (xx-xx-xxxx), saya : yang bertandatangan di bawah ini.

Nama : Aditya Marverano

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta - xx-xx-xx

Alamat : xxxx

dengan sadar dan tidak ada paksaan membuat Pernyataan Surat Wasiat Waris atau Hibah Harta Saya, kepada anak – anak kandung saya, yaitu :

(Abiyan Marverano)

Dengan surat ini saya nyatakan bahwa saya menyerahkan seluruh harta saya kepada anak saya tersebut, yaitu sebuah Rumah yang saya diami sekarang ini dan seluruh aset perusahaan milik saya pribadi. Apabila saya sudah tidak ada, dengan ketentuan harta itu akan diberikan saat Abiyan Marverano berusia 21 tahun.

Sebelum anak saya dewasa, maka aset-aset yang saya punya akan dikelola oleh adik saya yang bernama Adrian Malvero. Bahkan hak asuh anak saya, jatuh pada adik saya Adrian Malvero.

Demikianlah surat pernyataan Wasiat waris atau hibah harta saya buat, dengan disaksikan oleh saksi-saksi yang saya percaya.

Bagai disambar petir di siang bolong itulah yang dirasakan Adrian, ketika sang pengacara membacakan surat wasiat Aditya. Bagaimana mungkin kakaknya melakukan ini semua, apakah ia bisa? Hanya pertanyaan itu yang saat ini ada di otaknya.

"Tunggu! Jadi saya harus merawat keponakan saya, sampai dewasa?" tanya Adrian tak percaya dengan isi wasiat Aditya.

"Benar dan Bapak harus menjamin semua keperluan ananda Abiyan sampai berusia 21 tahun, tanpa terkecuali," balas pak Pengacara.

Adrian langsung mengusap kasar wajahnya. Bagaimana ia bisa membagi waktu antara kerja dan merawat Abiyan, apalagi Adrian tak pernah percaya dengan babysister.

'Astaga! Aku belum menikah ataupun memiliki anak, tapi sekarang aku harus menjadi single daddy!'

Adrian terus bergumam dalam hati. Sekarang ia merasa dilema, otaknya seakan-akan mau pecah. Adrian merasa tidak akan bisa menjadi orang tua tunggal bagi Abiyan, apalagi posisinya masih sendiri dan sering keluar negeri untuk berbisnis.

'Kenapa menjadi rumit seperti ini!"

...***...

SD - 2. Kepanikan Adrian

Setelah selesai mendengarkan surat wasiat sang Kakak, Adrian langsung membawa pulang keponakannya ke rumahnya sendiri. Adrian tidak ingin menempati rumah peninggalan Aditya, karena Adrian tidak membutuhkan rumah itu.

Adrian lebih suka mendidik Abiyan di lingkungan rumah yang selama ini dia tempati bersama Aditya selama ini, bahkan Adrian tidak tahu menahu rumah itu. Adrian saja baru mengetahui kalau Aditya memiliki rumah sendiri, saat pengacara membacakan surat wasiat.

Untuk alasan lain, Adrian lebih nyaman di lingkungan rumahnya sendiri. Adrian akan mendidik keponakannya di sini, sambil kerja. Jika dia menyetujui, maka semua barang akan di boyong.

Sedangkan Adrian tak bisa seperti itu, takut jika ada kerjaan mendadak seperti saat ini, Adrian tiba-tiba ada kerjaan mendesak. Mau tak mau dia harus membuka laptop malam-malam, demi proyek yang ditangani.

Tetapi sebelum melakukan tugasnya, Adrian harus mengamankan keponakannya dulu. Adrian tidak mau diganggu jika Abiyan belum diamankan, entah itu di boks bayi atau dimanapun.

"Kamu di sini dulu, Ingat kamu harus diam tidak boleh nakal ya. Kalau nakal, Daddy akan marah dan kamu akan Daddy makan," ucap Adrian sambil memainkan tangannya agar seperti Harimau yang siap melahap mangsanya.

Bukannya takut, Abiyan malah tertawa saat melihat Adrian seperti itu. Abiyan kira, Adrian mengajaknya bercanda, padahal Adrian sedang serius memperingati keponakannya.

Adrian memang tipe lelaki kaku, walaupun mereka sering bersama. Tetapi, Adrian belum seluwes kakaknya. Tetapi, dibalik itu semua Adrian sangat menyayangi keponakannya ini.

"Hey, anak nakal. Daddy bukan ngajak bercanda, Daddy ini memberikan contoh agar kamu jadi anak yang disiplin. Nanti Daddy akan ajari kamu bela diri juga, agar kamu bisa membela diri tanpa menunggu bantuan. Jadi, kalau ada anak yang rese langsung tonjok mukanya. Paham, Nak," ucapnya sangat bahagia.

Oh, astaga Inikah didikan Om nggak ada akhlak. Bukannya di beri contoh yang baik, Adrian malah memberikan ajaran yang sangat tidak patut di contoh.

Abiyan hanya tertawa riang, setelah itu Abiyan menarik dasi Adrian dan langsung memakannya seperti makan biskuit. "Yam, yam, yam."

Adrian terbelalak kaget melihat tingkah keponakannya, bahkan expresi seorang Adrian yang tadi tegas semakin garang melihat kejadian ini.

"Now, Sayang. Ini kotor, tidak boleh dimasukkan mulut. Nanti kamu sakit," ucap Adrian sambil menarik dasinya hingga Abiyan merasa kehilangan sesuatu.

Adrian langsung melepaskan dasi yang masih melekat di lehernya, dan tanpa tunggu lama Adrian langsung duduk di meja kebangsaan miliknya. Adrian akan melakukan panggilan dengan Sekar, untuk melanjutkan proyek yang tertunda kemarin.

Sesekali Adrian melirik Abiyan dari kejauhan. Adrian takut jika Abiyan terlalu banyak tingkah membuatnya tak bisa konsentrasi, dan semakin memperlambat pekerjaan ini.

"Ndi, ndi …"

Anggap saja Abiyan memanggil Adrian. Namun Adrian hanya melambaikan tangan saja, dan kembali menatap layar laptop.

Tetapi, siapa sangka jika Abiyan akan berdiri dan menaiki box bayinya. Abiyan terus menaikkan satu kakinya agar bisa keluar, hingga kini tubuhnya tersangkut di tengah-tengah penutup box bayi.

Abiyan terus berteriak, tetapi Adrian masih fokus pada laptop. Abiyan ingin kembali ke dalam box, tetapi dia tak bisa hingga dia hanya menggerak-gerakkan badannya saja agar bisa turun.

Sebenarnya, Adrian mendengar suara Abiyan. Akan tetapi, Adrian hanya menganggap hanya ocehan biasa. Terlebih lagi, Adrian tak paham dengan bahasa Abiyan.

"Ndi, nd ...."

Buuugg!

"Huaaa ...."

Adrian terperanjat kaget saat mendengar benda jatuh. Dengan sangat cepat Adrian melihat box bayi Abiyan, dan betapa terkejutnya Adrian saat melihat keponakannya terkapar di lantai sambil menangis.

"Abiyan!"

Adrian langsung mengangkat Abiyan, dan menggendong bocah kecil itu. Sungguh Adrian merasa gugup, keringat dingin mulai bercucuran saat melihat kepala Abiyan benjol.

"Ya ampun, benjol besar! Aagghh … repot amat sih urus anak!" geram Adrian.

Setelah itu Adrian menuju meja kerjanya, dan segera mematikan laptop tanpa perduli Sekar yang sedang kebingungan.

Adrian mengambil gendongan Abiyan, dan setelah itu Adrian masuk mobil untuk pergi ke rumah sakit. Di dalam perjalanan Adrian sangat ngebut karena panik dengan kondisi Abiyan yang terus menangis.

"Sabar Sayang, sebentar lagi kita sampai rumah sakit. Lagian kamu juga sih, ngapain naik-naik segala jatuh kan jadinya. Benjol pula kepalanya!" seru Adrian semakin membuat Abiyan menangis histeris.

Adrian semakin makin bingung hingga beberapa kali mengumpat kesal, rasanya ingin sekali Adrian membuang keponakannya ini. Tetapi, dia tak tega. Adrian takut, apakah nanti Abiyan menemukan keluarga baik jika dia melakukan itu nanti.

Untungnya tak lama setelah itu, mobil Adrian sampai di sebuah rumah sakit. Dengan sangat panik Adrian keluar tanpa memperdulikan mobilnya, dia sampai lupa mobilnya juga belum di tutup maupun dimatikan. Adrian tak peduli dengan mobil, yang terpenting sekarang adalah Abiyan.

"Dokter, tolong anak saya!" teriak Adrian seperti orang kesetanan.

Beberapa Suster langsung menghampiri Adrian, dan mengambil Abiyan. Namun Abiyan tidak mau digendong siapapun, dia malah memegang erat baju Adrian.

"Sayang diperiksa dulu, jangan gini. Ayo ikut Suster dulu ya, biar benjolannya kempes," bujuk Adrian.

"Nda, nda ...."

Abiyan tetap tidak mau, hingga seorang dokter muda yang sangat cantik mendekati Adrian. Dokter itu merasa kasihan melihat Abiyan yang terus menangis, apalagi Adrian terlihat sangat kebingungan.

"Halo adik manis, kenapa nangis Sayang? Sakit ya? Sini sama bu Dokter, biar bu Dokter periksa," ajak dokter muda itu.

Namun sayangnya Abiyan masih tak mau, dia terus memeluk erat Adrian hingga menyembunyikan wajahnya di dada bidang Adrian.

"Ini keluhannya apa, Pak?" tanya dokter bernama Sherly itu.

"Tadi jatuh dari atas box bayi, dan kepalanya langsung benjol sebesar ini. Tolong anak saya, berapapun biayanya akan saya bayar," balas Adrian penuh kepanikan.

Dokter Sherly berusaha melihat kepala Abiyan yang memang benjol besar, bahkan bisa di pastikan itu sangat sakit. Apalagi, kepala rawan sekali dengan benturan.

"Sebenarnya, jika bayi jatuh dari tempat tidur tidak perlu sepanik ini. Memang sih orang tua mana yang tidak panik melihat anaknya jatuh. Tetapi, sebelumnya Bapak juga harus tenang. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan saat anak jatuh dan jangan panik, karena nanti anak juga ikut panik.

Contoh yang bisa dilakukan bisa dengan beberapa hal, seperti ini.

Alihkan perhatian dan tenangkan Si Kecil. Jika setelah jatuh tidak ditemukan luka maupun memar di tubuhnya, cobalah untuk menghibur Si Kecil. Terjatuh dari tempat tidur tentu membuatnya merasa takut dan kaget. Sembari bercanda dan menghiburnya, periksalah kembali kepala dan tubuh Si Kecil untuk memastikan bahwa dia tidak mengalami cedera.

Bersihkan luka Si Kecil.

Jika bayi jatuh dan terdapat luka, segera obati luka tersebut. Sebelum merawat luka Si Kecil, jangan lupa untuk mencuci tangan terlebih dahulu. Kemudian lanjutkan dengan membasuh darah dan kotoran pada luka Si Kecil. Tekan lembut kasa steril pada bagian yang luka untuk menghentikan perdarahan.

Jika perdarahan tidak juga berhenti, tekan kasa agak kuat selama 5 menit. Lalu oleskan salep antibakteri, seperti neosporin atau bacitracin, untuk mencegah infeksi. Jangan lupa untuk mengganti perban setiap hari agar luka tetap kering dan cepat sembuh.

Berikan kompres dingin,

Jika kepala atau bagian tubuh lainnya bengkak atau benjol, kompres bagian tersebut dengan es yang dibungkus kain. Suhu dingin dapat mengurangi bengkak dan membantu mengurangi nyeri.

Pantau kondisi Si Kecil dalam 24 jam ke depan. Setelah terjatuh dari tempat tidur maupun dari tempat lainnya, kondisi Si Kecil perlu terus dipantau selama 24 jam. Apabila setelah terjatuh, Si Kecil menangis namun kemudian tenang dan bisa beraktivitas kembali seperti biasa, maka kemungkinan besar kondisinya tidak berbahaya.

Anda perlu waspada, jika setelah Si Kecil terjatuh dari tempat tidur, muncul gejala-gejala berikut:

-Pingsan atau tidak sadar.

-Muntah.

-Kejang.

-Sesak napas.

-Memar yang luas di kepala dan tubuh.

-Terdapat patah tulang atau luka terbuka.

-Perdarahan dari hidung, mulut, atau telinga.

Jika setelah terjatuh atau dalam waktu 24 jam setelah terjatuh, Si Kecil menunjukkan beberapa gejala diatas, segeralah bawa ke instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan dari dokter.

Karena belum dua puluh empat jam, maka lebih baik dikompres saja. Dan saya akan meresepkan obat nyeri, supaya dia bisa tidur."

Adrian hanya melongo mendengar ucapan dokter Sherly, sumpah dia tidak paham tetapi mencoba mencerna semuanya.

"Terus, habis ini gimana?" tanya Adrian bingung. Pasalnya Abiyan masih setia menangis di gendongannya, dan tak mau berhenti.

"Pulang," jawab dokter dengan santai.

"Tidak bisa, biarkan anak saya menginap di rumah sakit selama satu hari sampai memastikan dia benar-benar sehat." Putus Adrian tak bisa diganggu gugat.

"Anaknya sehat Pak, belum menunjukkan gejala serius. Ini hanya perlu di kompres, jadi bisa rawat jalan," balas Dokter lagi agar Adrian paham.

"Tidak bisa! Anakku akan tetap di sini, akan kubayar berapapun!"

Keputusan Adrian sudah telak, tak bisa diganggu gugat. Mau tak mau, dokter itu mengizinkan Abiyan menginap satu hari saja agar hati Adrian puas melihat anaknya sehat-sehat saja.

.

.

.

Happy Reading

SD - 3. Terlalu Protektif

Akhirnya kini Abiyan menginap di rumah sakit, bahkan Adrian juga meminta kamar VIP hanya untuk Abiyan. Banyak Suster yang mengagumi Adrian, namun banyak pula yang menganggap Adrian terlalu lebay.

Bagaimana tidak lebay, jika Adrian terlalu protektif pada Abiyan. Bahkan ada juga yang menggunjing Adrian pamer kekayaan, karena meminta kamar VIP hanya untuk kepala benjol habis jatuh.

Namun Adrian tak memperdulikan itu semua, dia tak menggubris sesuatu yang membuang-buang waktu Adrian. Adrian lebih memilih menangani proyeknya bersama Sekar di ruang rawat inap, Abiyan.

Setelah memutuskan Abiyan akan tinggal, Adrian langsung menghubungi Sekar untuk mengambilkan laptopnya di rumah dan membawa seluruh berkas ke rumah sakit.

Sebenarnya Sekar sangat kesal dengan bosnya itu, karena sama sekali tak mengerti keadaan Sekar sekarang. Yang Adrian tau, pokoknya Sekar harus hadir malam ini juga.

"Pak, ini berkas yang harus di tanda tangani." Sekar menunjuk pada kertas yang harus di tanda tangani Adrian.

"Baiklah." Tanpa tunggu lama Adrian langsung menandatangani berkas-berkas itu.

"Pak, ini kan sudah selesai. Bahkan ini juga sudah malam, saya permisi pulang dulu," ucap Sekar sambil memohon.

"Ini sudah Malam, lebih baik kamu di sini saja. Besok pagi kamu pulang, lagian ini rumah sakit gak mungkin aku ngapa-ngapain kamu," putus Adrian.

Sedangkan Sekar langsung terkejut, lagi-lagi bosnya itu membuat keputusan sendiri tanpa bertanya apakah Sekar mau. "Emm, Pak. Maaf sebelumnya, saya mau pulang saja. Kekasih saya juga sudah ada di bawah, jadi mohon maaf saya harus pulang."

"Kekasih? Sejak kapan kamu memiliki kekasih? Bukannya kamu masih sendiri, dan saya tau kamu berbohong," balas Adrian sangat santai. Sedangkan Sekar ingin sekali mencekek bosnya itu.

"Sial, dia tau darimana kalau aku bohong? Seperti dukun saja dia, tau segalanya. Kalau sudah begini pasti aku gak bisa gerak, apalagi sikap Protektif pak Adrian sangat tinggi!" gumam Sekar.

"Huft ... tapi saya harus pulang, karena ibu nunggu saya di rumah. Tadi saya hanya bilang sebentar, Pak!" Sekar pun sedikit meninggikan suaranya. Sekar begitu sangat kesal dengan Adrian, yang selalu bersikap seperti ini.

"Mana ponselmu?" Sekar pun menatap bingung.

"Buat apa, Pak?" tanya Sekar penuh selidik.

"Cepat sinikan ponselmu, tau kamu mau saya pecat?"

Sekar pun langsung mendengus sebal. Dengan sangat kesal Sekar mengambil ponselnya, dan memberikannya pada Adrian.

"Nie!"

"Apa pasword-Nya?"

Sekar kembali menghentakkan kaki, dan membuka pasword-Nya. Setelah itu Adrian langsung mencari nomor seseorang, dan langsung memanggil nomor yang dia cari tadi.

"Hallo, saya Adrian Malvero, sekaligus bos dari Sekar Arum. Saya menelpon anda karena hanya ingin mengatakan, jika anak anda sekarang tidak saya izinkan pulang karena terlalu larut malam. Jadi Sekar saya suruh menginap di rumah sakit, apakah boleh?" tanya Adrian.

Seketika Sekar langsung melotot saat mendengar Adrian berbicara dengan ibunya, sungguh Adrian tak punya sopan santun dan berbuat sesuka hatinya.

"Jika itu yang terbaik, maka saya izinkan. Tapi saya mohon, tolong jaga anak saya. Keselamatan Sekar ada di tangan anda, jika besok sampai lecet maka anda harus tanggung jawab," balas Mirna ibunya Sekar.

"Apa! Bu, seharusnya bilang jangan. Kenapa Ibu malah bilang gitu, ahh Ibu sama saja menjerumuskan aku," gumam Sekar dalam hati.

"Saya akan menjaga, Sekar." Adrian pun langsung mematikan ponsel Sekar. Setelah itu Adrian mengembalikan ponsel Sekar, dan berkata.

"Beres kan? Gitu saja kok repot."

"Tapi Bap ...."

Sekar tak melanjutkan ucapannya, karena tiba-tiba dia mendapatkan serangan dari Adrian. Tanpa izin pada Sekar, Adrian langsung mendaratkan bibirnya di bibir mungil Sekar.

Sekar yang terkejut dengan perlakuan Adrian, hanya bisa terdiam dan membiarkan Adrian menyapu lembut bibirnya.

"Kamu terlalu cerewet, jangan salahkan aku jika aku makan kamu sekarang juga di sini," ucap Adrian di sela-sela kegiatannya.

Sekar yang mulai sadar reflek melepaskan jarak di antara mereka. Namun Adrian langsung menahan pinggang Sekar, dan tangan satunya memegang kepala Sekar agar kegiatan itu tidak berhenti.

Adrian terlalu terbuai akan bibir Sekar, dan ingin melakukan lebih. Adrian terus memainkan bibir Sekar, sesekali Adrian memperlakukan bibir Sekar seperti permen.

"Bibirmu sangat manis, Sekar. Aku ingin melakukan lebih, dan lebih. Tapi ini bukan tempat yang tepat, banyak dokter yang keluar masuk. Jadi saat ini aku lepaskan kamu."

Seketika Sekar langsung menutup wajahnya, sungguh Sekar merasa di lecehkan. Sekar gak terima, dan ingin mencekek Adrian saat ini juga.

Namun saat dia akan marah, Sekar sudah tak melihat Adrian. Sekar merasa sangat bingung, tapi setelah mendengar shower kamar mandi berbunyi Sekar tau jika Adrian menghilang karena menuntaskan hal yang penting.

"Sungguh memalukan, dia mencuri first kiss ku!"

***

Besoknya Abiyan di perbolehkan pulang, karena memang Abiyan tak menunjukkan gejala serius. Setelah mengurus administrasi, Adrian langsung mengajak Abiyan ke kantor bersama Sekar.

Saat dia sampai di kantor, semua Karyawan menatap Sekar yang datang bersama Adrian. Sebagian karyawan wanita merasa sangat iri, dan cemburu karena Sekar bisa dekat dengan dia.

Tapi Sekar tak menghiraukan itu, yang dia pikirkan hanya satu kerja double. Karena tadi pagi, Adrian menugaskan Sekar untuk menjaga Abiyan sekaligus menjadi Sekretaris di kantor Adrian.

Menolak? Sekar ingin sekali menolak, tapi nyatanya dia bilang iya. Sekar tergiur dengan uang yang di tawarkan Adrian, bahkan Adrian menyebutkan nominal yang sangat fantasy.

"Pagi, pak Adrian," sapa Sekretaris Nana.

"Pagi juga, Na. Oh ya, sekarang Sekar akan selalu di ruangan saya. Jadi tolong hubungi pihak client service untuk membersihkan ruangan saya, dan menaruh meja di sana." Nana hanya mengangguk mengiyakan ucapan Adrian.

Setelah itu Sekar duduk di tempatnya, baru saja dia mendaratkan diri di kursi kebangsaannya, Adrian sudah berteriak menyuruh Sekar ikut.

"Ihh, nyebelin banget sih orang ini!" Kesal Sekar. Namun Nana langsung tertawa melihat teman kerjanya itu kesal.

"Apaan? Seharusnya kamu tuh yang di sana, kok jadi aku yang kena!" ucap Sekar sambil meninggalkan Nana.

Setelah itu Sekar masuk kedalam ruangan Adrian tanpa mengetuk pintu, dia terlanjur kesal dengan semua orang. Namun saat dia masuk, Sekar melihat Adrian menggendong Abiyan.

"Kenapa dengan Abiyan?" tanya Sekar sambil menghampiri Adrian.

"Gak tau, tadi dia tiba-tiba nangis. Sepertinya dia masih kesakitan, kepalanya juga belum kempes, tapi dokter sudah menyuruh Abiyan pulang," balas Adrian sambil terusan menenangkan Abiyan.

"Sini aku gendong, mungkin dia gak suka sama Bapak, jadi dia rewel." Adrian pun langsung memberikan Abiyan pada Sekar. Adrian sedikit mengesampingkan kekesalannya, karena dia gak mau Abiyan makin rewel.

"Cup, cup Sayang. Jangan nangis, Abiyan anak yang pintar jadi gak boleh nangis." Sekar berusaha menenangkan Abiyan, namun Abiyan terus merengek tanpa henti.

"Cu ... cu ...." hanya itu yang keluar dari mulut Abiyan. Seketika Sekar mencerna ucapan Abiyan, dan Sekar merasa ada yang aneh.

"Tunggu, Abiyan umur berapa?" tanya Sekar.

"Genap satu tahun, memangnya kenapa?" tanya Adrian.

"Bapak ada kasih susu, Abiyan gak?" tanya Sekar yang membuat Adrian terkejut.

"Astaga, aku belum kasih dia susu sama sekali dari kemarin. Karena aku gak tau dia minum susu apa, aku takut salah kasih," jawab Adrian sangat panik.

"Bapak tega, ihh. Anak baru umur satu tahun gak di kasih susu, mungkin saja kemarin masih minum ASI. Jelas saja daritadi bilang, cu, cu, terus," ucap Sekar sangat geram.

Setelah itu tanpa tunggu lama, Adrian langsung menyuruh OB membelikan susu yang paling mahal dan juga botol susunya.

"Maafkan Daddy, Sayang. Daddy gak tau kamu masih minum susu, jadi Daddy diam saja. Kamu pasti kelaparan dan haus ya?"

Sekar pun melihat raut wajah bersalah Adrian. Sekar tak menyangka, orang yang sangat menyebalkan seperti Adrian bisa tulus mencintai seorang bayi.

.

.

.

Happy Reading

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!