Little Angel
Dewa baru saja keluar dari sebuah club bersama teman kencannya saat bertemu seorang gadis remaja yang tengah celingak celinguk di sekitar parkiran Club tepat disamping mobilnya. Gadis itu masih mengenakan seragam lengkap dan memakai tas ransel berwarna kuning cerah motif polkadot.
"Lo ngapain?"
Gadis remaja itu menoleh, menatap sesaat Dewa dengan tatapan menyelidik lalu pada gadis yang tengah di rangkulnya. Ia bergidik ngeri membuat Dewa sedikit tersinggung. Apa maksudnya cobak?
"Om-om mesum!" Semprot gadis remaja itu lalu pergi begitu saja.
Dewa melongok, itu tadi apa-apaan? Dewa kehilangan kata-kata walaupun hanya untuk sekedar mengumpat. Yang benar saja dong, masa ia di semprot tuyul sih?
"Siapa, sayang?" perempuan dalam pelukannya menatap padanya dengan sorot penasaran.
Dewa mengedikkan bahu, "Tuyul lepas kalik." Ucapnya asal lalu keduanya melanjutkan tujuan awal mereka yaitu sebuah motel yang tak jauh dari club tersebut.
Tanpa mereka sadari, saat itulah Mr.cupid memanahkan jeratnya kepada keduanya. Please lah, takdir tidak sebercanda itu. Semua yang terjadi pada alasannya termasuk pertemuan tak sengaja antara Dewa dan gadis kecil yang disebutnya tuyul lepas tersebut.
***
"DEWAAAAAA BANGUUUUN!"
BYUUUUUR!
"Kebakaran... kebakaran..." Dewa terduduk kelimpungan.
BUKK!
"AW!" Dewa memegang kepalanya yang baru saja di pukul pakai gayung oleh-- "Nenek?"
Nenek Ida berkacak pinggung, "Iya. Memangnya nenek siapa lagi? Ya Tuhaaaaaan... ampun nenek punya cucu tidak berguna seperti kamu, Dewa. Percuma mama dan bapak kamu memberi nama Dewa kalau kelakukan kamu seperti iblis begini. Pulang-pulang mabok, bau perempuan. Ya Tuhaaaaan ampuniiii saya." Nenek Ida menggeleng frustasi melihat kelakuan cucu satu-satunya yang sama sekali tidak membanggakan.
Dewa melongos. Setiap hari seperti ini. Nenek kesayangannya ini akan selalu mengomel dengan topik dan kalimat yang sama sampai ia bosan mendengarnya. Untung saja ia sayang setengah mati sama nenek dengan dandanan kece badai ala sosialita ini, kalau tidak, mungkin sudah di titip ke panti jompo untuk meramaikan suasana disana.
"Ck nenek gak pengertian bangat sama cucu. Dewa baru pulang dari hutan nek, ketemunya monyet dan sebangsanya. Jadi wajarlah kalau libur gini seneng-seneng." Dewa membela diri. Wajah kantuknya hilang sudah setelah disiram segayung air dari nenek kesayangannya ini. Semalam ia gagal bersenang-senang dengan partner ONS gara-gara tuyul yang sayangnya manis itu membuat ulah. Meneriakinya penjahat kelamin hanya karena tidak sengaja salah masuk kamar yang sudah di pesannya untuk skidipkapkap. Oke, salahnya juga karena terlalu banyak minum sampai-sampai tidak bisa membedakan angka enam dan sembilan tapi tetap saja, gagal on membuat kepalanya semakin pusing. Nah, yang menjadi misteri sampai sekarang adalah ngapain tuyul manis itu di tempat sejenis motel remang-remang? Kalau melihat tampang lugu polos dan tak berdosanya, mustahil dia juga seorang bi*ch seperti pasangan-pasangan in Crimenya. Kecuali kalau istilah don't judge a book by its cover benar adanya.
BUK!!!
"AWWWW!" Dewa tersadar dari pikirannya tentang semalam saat lagi-lagi gayung berwarna merah itu kembali mampir di kepalanya.
"Cepat siap-siap!"
"Siap-siap kemana?"
"Berdoa dewaaaa. Ya tuhaaaan kamu lupa ini hari apa?" Nenek memijat pelipisnya sudah tidak sanggup lagi menghadapi cucu bandelnya ini.
"Hari raya?" Tanya Dewa bego.
Nenek menghela nafas panjang. Sebagai seorang nenek-nenek dengan riwayat penyakit jantung, nenek Ida termasuk beruntung karena tidak mati menghadapi kelakuan cucunya. Puja Dewa Khrisna.
"Cepat siap-siap. Nanti kalau sudah di tempat, kamu tau sendiri." Ujar Nenek akhirnya. Ia menyerah, menyerah ya Tuhaaaaan. Kasihanilah nenek tua ini. Tidak bisakah ia menukar Dewa pada tukang loak? Setidaknya hidup cucu ganteng yang sayangnya bandel ini tidak sia-sia.
Dewa menggerutu, "Doa lagi, doa lagi." Tentu saja ia mengucapkan itu setelah sang nenek keluar dari kamarnya.
"Anjiiiiir bukannya basah gara-gara mimpi skidipkapkap, kasur gue malah basah air bekas cucian beras. Sial sekali Dewa." Dewa menatap frustasi kasurnya yang basah padahal baru digantinya kemarin sore.
Kerjaan lagi, kerjaan lagi.
.
.
.
Dewa menghampiri nenek Ida yang tengah asik menelpon dengan seseorang. Lihatlah, neneknya itu terlalu kuat untuk seseorang yang katanya kemarin masuk rumah sakit gara-gara jantungnya kumat memikirkan jodoh cucunya. Cibiran halus lolos dari bibir Dewa, Drama Queen wanna be sekali. Hebat juga kakek Rian bertahan dengan kembaran nek lampir ini. Big applause lah buat kakek yang sudah di nirwana.
"Nek, katanya mau doa. Kok malah ngobrol?"
Nenek yang merasa terganggu mendelik sebal. Tapi saat mendengar suara di balik telfon senyumnya langsung mengembang.
"Oh, ini jeng, cucu saya. Biasalah ngajakin sarapan bareng. Baik bangat loh jeng anaknya. Berbudi pekerti luhur."
"Uweeeek" Dewa berpura-pura menahan mual. Berbudi pekerti luhur apaan? Yang tadi saja masih terngiang-ngiang ditelingannya yang mengatainya jelmaan iblis. Pencitraan! Kali ini Ibu dari anak gadis malang mana lagi yang jadi korban? Cucu mantan mentri? Pemilik stasiun tv? Atau jangan-jangan Ibu Direksi? Dewa menggeleng pelan. Gue masih mau bebas kok dipaksa nikah. kawin kan lebih mudah. Itu sih gue ayok aja, dumelnya dalam hati.
"Iya jeng. Nanti kita atur. Baik, sampai bertemu di tempat biasa. See you, muaaach."
Dewa bergidik geli. Astaga bukankah neneknya sudah semakin parah?
"Mulut kamu ya, Wa. Untung Bu Kadek tidak dengar, bisa gagal jodoh kamu kalau sampai dia tau kelakuan aslimu." Nenek mulai lagi omelannya.
Dewa yang sudah kebal langsung menghempaskan pantatnya diatas sofa mahal yang kata neneknya langsung di pesan dari india.
"Katanya buru-buru mau doa. Malah telfonan."
Nenek mengibaskan tangan, "Nanti sore saja persembahannya. Sekarang antar nenek ke restoran Sky castle. Nenek mau ketemu calon besan." wajah nenek yang tadinya ganas langsung berubah cerah saat kata besan ia sebutkan.
Dewa memutar bola mata jengah, "Yang mana lagi nih?"
"Ada. Pokoknya nenek jamin kali ini bakalan jadi." Nenek meraih tas tangan Gucci miliknya lalu dengan kekuatan gajahnya menarik kerah baju Dewa agar berdiri. Dewa si cucu berbudi pekerti luhur tentu saja menurut apa kata nenek. Lagipula ia menjamin kali ini pasti gagal lagi Sebelum-sebelumnya. Biasanya penolakan dilakukan bukan karena Dewa jelek, kurang mapan, otak kotor dan sejenisnya tapi perjodohan gagal karena setiap gadis yang dijodohkan dengannya meminta hal yang sama yakni setelah menikah mereka menginginkan nenek Ida harus di pindahkan ke panti jompo. Dan tanpa berpikir dua kali Dewa mengakhiri perjodohan tersebut tanpa sepengerahuan sang nenek sebab bagi Dewa semenyebalkan apapun neneknya tetap saja ia adalah cinta matinya. Dewa tak akan pernah menukar neneknya dengan wanita cantik manapun. Dirinya memang pemuja wanita cantik tapi otaknya tetap waras untuk menomorsatukan sang nenek yang sudah merawatnya sejak kecil.
"Diantar aja kan,Nek? Dewa mau jalan sama Gibran."
"Kamu homo?"
Dewa yang sedang menyetir hanya melongok. Untung saja ia bukan tipe kagetan kalau tidak, Mereka yang sedang dalam kendaraan bisa saja mengalami kecelakaan gara-gara kalimat nenek ida barusan. Homo? Ya ampuuuun homo apaan kalau tiap malam masih tegak berdiri hanya karena melihat tumit kendall jenner. Heh!
"Nenek lupa, Gibran kan sudah menikah." Terang Dewa sabar. Umur tak akan pernah berdusta. Neneknya pasti mulai pikun.
Nenek terdiam sebentar, berusaha mengingat yang mana teman anaknya yang bernama Gibran itu.
"Yang ganteng itu? Yang kalau senyum kayak ada manis-manisnya?"
"Anjiiiiiiir si nenek genit amat yak. Tau aja barang bagus." Dewa sampai tak habis pikir mendengar definisi neneknya tentang Gibran.
"Taulah. Memang kamu, rongsokan."
Ya Tuhan. Dewa memegang dadanya dramatis, "Nek, yang tadi tuh kejam bangat." ucapnya dengan nada yang penuh dengan drama tersakiti.
"Alaaaah, memang benar kok. Ibaratnya kalian berdua itu langit dan bumi, Gibran langitnya, kamu inti bumi, tenggelam." Bukannya berhenti, nenek Ida malah menambah hinaannya.
Dewa semakin speechless, "Yang cucunya nenek itu sebenarnya siapa sih? Dewa apa Gibran?"
"Maunya sih Gibran." Jawab Nenek cepat tanpa berpikir sama sekali.
Dewa menghela nafas putus asa, menggelengkan kepala dramatis. Gini amat nasib gue yak, cucuk yang tak diinginkan. Udah kayak judul ftv azab aja.
"Au ah, Dewa ngambek." Dewa pura-pura cemberut. Ia melirik Neneknya yang tertawa renyah. Senyumnya pun mengembang. Begini saja sudah cukup untuknya. Melihat nenek bahagia seperti ini. Jika ada yang bisa menerima neneknya dengan hati terbuka dan bisa mencintai wanita tua itu sepenuh hati, Dewa rela menggadaikan hidupnya untuk mencintai gadis itu. Sayang sekali, sampai umurnya kepala tiga belum juga ada gadis seperti itu. Selama ini hanya wanita-wanita brengsek seperti dirinya yang ia temui. Terkadang ia takut memikirkan nasib asmaranya, kata Gibran laki-laki baik akan bersama perempuan baik. Jadi kalau yang brengsek seperti dirinya, apa mungkin mendapat wanita baik-baik? Dewa membelokkan mobilnya ke halaman restoran yang dimaksud neneknya dan seperti takdir memang sedang bermain-main, ia melihat tuyul kecil semalam yang baru saja keluar dari restoran dengan terburu-buru.
"Kamu boleh pergi sama Gibran tapi jangan sampai mabuk-mabukan."
"Ya?" Dewa yang sempat dibuat terpaku oleh sosok gadis kecil tadi menoleh pada neneknya.
Nenek melepas seatbelt lalu menghadap pada sang cucu, "Tobat. Nenek harap kamu bertobat. Liat Gibran, dia contoh yang baik untu kamu."
Dewa mengangguk, "Dewa berusaha, Nek." Katanya malas-malasan. Sulit mencontoh Gibran karena lelaki itu tidak memiliki hati dan nafsu. Untung saja ada Nadia yang terpaksa menikahinya kalau tidak, ia bisa menjamin kalau Gibran akan meninggal dalam keadaan perjaka dan itu sangat mengerikan.
"Peluk Nenek." Nenek merentangkan tangannya yang sudah sangat keriput menunggu sang cucu kesayangan, "Semoga kali ini ada gadis baik yang mau terima kamu apa adanya." ujar nenek sembari menepuk punggung Dewa.
Dewa mengangguk. Dalam hati ia memohon hal yang serupa. Semoga ada gadis baik yang bisa mencintai neneknya seperti ia mencintai sang nenek. Jika benar ada, Dewa tak peduli seburik apa rupanya, ia akan menjadikannya istri.
"Nanti Dewa telfon supir kantor untuk jemput nenek. Jangan naik taksi atau ojek. Nanti nenek hilang." Dewa melepas pelukan neneknya dan mengecup kening wanita tua itu, "Dewa sayang sama nenek."
"Nenek tahu."
Nenek dan cucu itupun melepaskan diri. Nenek turun dari mobil dan masuk kedalam restoran sedangkan Dewa sesuai rencana awal akan piknik ke pantai bersama Gibran dan istrinya serta para kampret lainnya tentu saja.
***
Dewa dengan panik menuju restoran sky castle dimana pagi tadi ia bawa neneknya. Ia baru pulang dari pantai dan saat tiba di rumah, tak ada orang disana. Bibi Ijah yang biasanya datang untuk menyiapkan malam tidak mengetahui keberadaan. Wanita paruh bayah itu tiba di rumah nenek dalam keadaan kosong, hanya ada pak satpam di gerbang depan yang berjaga.
Dewa menghubungi nomor neneknya berkali-kali tapi tidak aktif. Sialnya ia tidak memiliki nomor hp sahabat-sahabat gaul sang nenek sehingga ia tidak bisa bertanya pada siapapun.
"Mbak, tadi pagi ada arisan kan di resto ini?" Dewa menghampiri seorang pelayang yang sedang mengangkat piring bekas pelanggan.
"Maaf, kurang tau, Pak. Saya baru mulai kerja. Shift satu sudah selesai jam lima sore tadi."
Penjelasan pelayan resto itu membuat Dewa mengacak rambut putus asa. Kalau tidak di rumah dan di butik, lalu dimana neneknya?
Tanpa permisi Dewa keluar dari restoran dan kembali mencoba menghubungi sang nenek. Nomor hpnya masih belum aktif. Matanya melihat kesegala penjuru restoran dan jalanan berharap ada neneknya disalah satu tempat itu. Motor tua milik Gibran masih terparkir di depan pos satpam restoran.
"Pak, numpang tanya. Bapak liat nenek-nenek yang pakai baju hijau, rambut disanggul tinggi tadi?" Tanya Dewa pada satpam penjaga.
"Oh yang dandangannya nyentrik itu ya Pak?"
Dewa mengngguk cepat, "Iya yang itu. Bapak liat?"
"Baru sejam yang lalu perginya pak. Ada mobil avanza yang jemput sepertinya taksi online, pak."
"Taksi Online?" Dewa semakin panik. Neneknya itu meskipun tangkas tapi pikunnya suka kumat tiba-tiba. Bagaimana kalau neneknya kesasar? Bagaimana kalau ada orang yang menjahatinya? Nenek dimana sih? Kenapa juga dia harus singgah-singgah? Seharusnya setelah mengantar Jonathan, ia langsung pulang saja bukannya terjebak bersama cabe-cabean di pinggir jalan.
"Dewa bego!" Dewa mengusap wajahnya dengan kasar. Kalau sampai terjadi apa-apa, ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri. Karena keegoisannya sekarang nenek hilang.
Drt... Drt...
Dewa segera mengangkat telfonnya saat nomor rumah tertera di layar.
"Halo Bi Ijah."
"Halo, Den, Nyonya sudah di rumah."
Dewa menghela nafas lega, "Syukurlah. Nenek baik-baik saja kan?"
"Sepertinya nenek habis di rampok, Den."
"Apaaaa? Di rampok?" Dewa menutup panggilan bibi cepat lalu menstater motor tua itu untuk kembali ke rumah. Siapapu yang berani menyentuh neneknya, maka ia akan menghabisi orang itu tanpa ampun.
Dewa melajukan motornya seperti orang yang kesetanan. Ia bahkan tak memperdulikan bunyi klakson kendaraan lain yang memperingatkannya karena melambung sembarangan. Yang ada di pikirannya adalah keadaan sang nenek. Siapa orang yang tega menyakiti wanita tua itu? Pegangan Dewa di setir motor mengencang. Semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan keluarga satu-satunya yang ia miliki tersebut.
Pak Satpam bergegas membuka gerbang saat mendengar deru motor yang dikendarai Dewa.
"Pak, bawa di garasi." Ujar Dewa menyerahkan motor pada tukang kebun yang baru saja menyelesaikan pekerjaanya. Ia berlari masuk ke dalam rumah menemui sang nenek.
"Nenek!"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Yanti Raisyafariz
Baru baca
2023-04-14
1
Dewi Prastiwi
pdhl td iseng2 baca ini... eh ternyata ini ceritanya si dewa n si gendis.... wah seru ini. hahahahahhahaahah asiiiik
2022-10-14
1
Naviiiss
yakali nek Om Gi mau sama Dewa,wkwkwk
2022-09-08
1