Dari tadi Alan hanya bersandar di pintu dapur dengan tangan bersedekap, memperhatikan Jingga yang sedang memasak nasi goreng. Awalnya tidak yakin juga, jika istri belianya itu bisa memasak. Senyum tipisnya tersamar, saat merasa rumahnya lebih hidup ketika ada seseorang yang beraktifitas di dapur, biasanya banyak sepi. Menatap Jingga dengan beberapa asumsi, membuatnya sedikit memberi kekaguman pada perempuan itu.
"Bisa masak, Ngga? " tanya Alan setelah lama memperhatikan Jingga yang masih cuek saja.
"Kalo mau makan, makan dulu saja, Mas! Kan, tadi udah dapet kiriman dari pacarmu. " jawab Jingga masih menghadap pantry.
Alan berjalan mendekat ke arah Jingga, "Bukan pacar, cuma teman satu team kerja. " jelas Alan sedikit berbisik di dekat telinga Jingga.
"Apalah, Aku mau bikin nasi goreng dulu! " kilah Jingga membuat Alan tersenyum.
"Kamu cemburu, ya? " goda Alan membuat Jingga menoleh ke samping. Tatapan galaknya membuat Alan terkekeh. Berharap Alan merubah pemikirannya itu.
"Wajar si cemburuan, jika punya suami kelewat ganteng. " jawab Alan dengan seringai di bibirnya. Merasa senang bisa memprovokasi istri galaknya.
"Sombong....! cebik Jingga, kembali dengan lirikan sengitnya. Tangannya tidak tinggal diam, untuk mencubit perut keras Alan, " Aduh... sakit, Ngga. " keluh Alan sambil mengelus bekas cubitan Jingga di perutnya yang menyisakan rasa panas.
"Sana-sana... jangan menggangguku, Mas Alan!" ucap Jingga dengan mengibaskan tangannya ke arah Alan.
Alan pun kembali menyandarkan tubuh tingginya di dinding dapur yang tak jauh dari Jingga. Tatapannya tak ingin beralih dari tubuh kecil di depannya, seperti ada rasa nyaman tersendiri.
Alan's Pov
Sekali lagi kamu menyadarkanku, aku sudah menikahimu, lantas kenapa aku menjadikan perbedaan usia yang terpaut jauh membuatku membentangkan jarak diantara kita. Lantas apa hasilnya? Jika aku memberi jarak dalam hubungan ini. Semua akan sama saja, kamu tetep istriku.
Saat seperti ini, aku merasa kamu bukan gadis belia yang hanya bisa merengek dan menuntut. Tapi, cukup mampu untuk mengerti bagaimana mendampingi pasanganmu, Jingga Andini. Gadis yang akan menghabiskan masa mudanya dalam perjodohan.
"Mas Alan, tolong bawakan ini ke meja makan! Jangan cuma melamunkan pacar terus. " Jingga menyerahkan mangkuk besar berisi nasi goreng dan piring yang berisi telur ceplok.
Alan hanya menuruti perintah Jingga, membawa mangkuk nasi goreng dan piring telur ceplok ke meja makan yang diiringi Jingga dengan membawa piring dan gelas.
" Kalo udah main perintah kayak gini seperti bukan anak kecil, tapi lebih mirip Eyang Putri." Alan bermonolog sendiri dengan menggelengkan kepalanya pelan. Membayangkan dirinya dalam pengawasan Eyangnya yang otoriter.
"Boleh aku buka? " tanya Jingga dengan menunjuk kotak makanan dari gadis yang tadi pagi bertamu.
"Buka saja! kita makan bareng. " Jawab Alan dengan menunggu Jingga membuka isi kotaknya.
"Wouuu... ini kayak bulgogi gitu! " ucap Jingga saat mengetahui isi kotak makanan itu.
"Kamu anak gunung tau makanan Korea juga ya? " ledek Alan membuat Jingga mengerutkan bibirnya yang sudah mengunci.
Jingga mengambil piring Alan untuk di isi nasi goreng dan telur ceplok.
"Aku dagingnya dua atau satu potong saja. " ujar Alan saat melihat Jingga akan menambah daging bulgogi ke piringnya.
"Kenapa? " selidik Jingga.
"Nggak terlalu suka jika daging di masak gituan. " jawab Alan dengan menerima piringnya yang sudah terisi makanan.
"Ngga, jangan lupa kamu masih harus mencuci kemejaku! "
"Iya-ya..., Mas!" jawab Jingga dengan memasukan sendok makan ke mulutnya.
"Terus kamarku yang mana? " tanya Jingga mengingat dia belum menata barang barangnya.
"Di atas, di atas ada kamar kosong deket ruang kerjaku." jelas Alan dengan menyelesaikan sarapannya yang sudah kesiangan.
###
Sore itu mereka baru selesai menata kamar untuk Jingga. Perempuan berkulit putih itu mengelap keringat yang membasahi dahinya setelah selesai memasang seprai di tempat tidurnya. Jingga menghela nafas panjang, merasa lega karena kamarnya sudah terlihat rapi.
"Udah nyaman kalo kayak gini. " ucap Alan dengan melempar tubuhnya ke atas tempat tidur yang baru saja di rapikan Jingga.
"Mas Alan....! " teriak Jingga begitu kesal saat melihat hasil kerja kerasnya dirusak Alan seketika.
"Beneran, bisa nyaman ternyata kamar yang sempit ini! " lanjut Alan tanpa rasa berdosa meskipun wajah Jingga kini sudah memerah menahan amarah yang memuncak.
"Ayo, pergi...! Jangan merusak kerja kerasku! " ketus Jingga dengan menarik-narik lengan kokoh Alan.
Bukannya menuruti apa kata Jingga, tapi Alan malah menarik lengan yang hanya punya besar setengah dari lengannya, "Aaaaarrrgghhh..... " tubuh kecil itu tertarik dan terjatuh menimpa tubuh Alan yang terbaring di atas tempat tidur.
"Cobain dulu, jangan marah-marah terus! " ujar Alan kembali menarik seluruh tubuh Jingga dan mengunci tubuh kecil itu dengan melingkarkan lengan kaki dan tangannya, kelakuan Alan membuat Jingga susah untuk bergerak, meski Jingga berusaha memberontak dan meronta meminta untuk di lepaskan.
"Mas Alan... kalo aku mati sesak nafas gimana?" ucap Jingga dengan wajah menengadah, karena hanya menggerakkan wajahnya saja yang bisa dia lakukan.
"Kamu suka kamarnya? " tanya Alan yang masih tak bergeming menunduk untuk menatap lebih dalam mata hitam milik Jingga.
"Iya... suka! Tapi, aku tak bisa bernafas jika seperti ini! " ujar Jingga yang sudah tak bisa mengendalikan detak jantungnya yang mulai menggila saat berdekatan dengan lelaki yang sudah lama merebut hatinya.
"Aku memang tak bisa menghindar darimu dan membuang perasaanku, maka biar saja aku jalani ini seperti air mengalir!" gumam Jingga dalam hati saat membiarkan kepalanya menempel di dada lelaki itu.
"Kamu tidak pingsan kan, Ngga? " tanya Alan saat merasa tidak ada pemberontakan dari Jingga. Lelaki bermata perak itu melepaskan tautan tangannya di tubuh Jingga dan mencari tua keadaan Jingga dengan menatapnya sekali lagi.
"Pingsan...! " teriak Jingga yang kemudian menggigit lengan Alan dengan gemas.
"Aduhhh... sakit, Ngga! " pekik Alan dengan melepaskan tubuh Jingga sepenuhnya. membuat gadis itu baru bisa bernafas lega.
"Lihat, Ngga! sampai terluka kayak gini. " ujar Alan dengan meringis kesakitan.
"Maaf... aku pikir nggak bisa lecet kulitnya! "
"Ngarang kamu ini, Ngga! Kalau rabies gimana? Ayo, tanggung jawab! " ujar Alan sambil beranjak akan mengambil salep yang ada di ruang sebelah kamar Jingga.
"Emang aku anjing? " dengus Jingga yang mengejar Alan keluar dari kamarnya menuju ruangan TV yang ada diantar kamar Jingga dan ruang kerja Alan.
"Ayo... tanggung jawab! " ujar Alan sambil menyerahkan sebuah salep dan setelah itu mendudukan tubuhnya di sofa, kemudian diikuti Jingga yang juga duduk di sampingnya.
Alan membuka kaosnya agar Jingga bisa mengoleskan salep di lengan bahunya yang sudah memerah. Lagi-lagi, lelaki itu mengekspose keseksian tubuhnya membuat Jingga semakin canggung.
"Maaf ya... habisnya greget banget sama Mas Alan yang bikin jengkel terus! " ujar Jingga dengan rasa bersalah saat melihat kulit Alan yang sedikit mengelupas karena gigitannya.
"Seharusnya digigitnya di sini, Ngga! " goda Alan sambil menunjukkan lehernya pada gadis yang wajahnya sudah merona.
Alan melirik Jingga, saat tak ada jawaban dari perempuan di sampingnya. Wajah mungil itu sudah merona seperti kepiting rebus menahan rasa malu.
"Oh ya, minggu depan aku daftarin kuliah di kampus paling dekat dengan rumah. Aku sudah menge-check, kampusnya lumayan berkualitas."
"Terserah Mas Alan saja! "
"Kamu pengen ambil jurusan apa? " tanya Alan.
"Pendidikan, Mas! "
" Oh ya..., lusa aku mulai ambil proyek lagi. Kalo kamu aku tinggal sendiri di rumah berani? " tanya Alan dengan mengamati wajah cantik istrinya. Wajah mungil yang menggemaskan.
"Malem nggak pulang, ya? " tanya Jingga dengan lirih.
"Pulang... tapi biasanya agak malam. "
"Nggak apa-apa sih! Namanya juga kerja. " suara Jingga terdengar berat, membuat Alan mengerti jika Jingga enggan di tinggal sendiri.
"Kamu mau ada Asisten rumah tangga? " tanya Alan masih dengan mengamati Jingga.
"Nggak usah mas! Aku juga nggak terlalu suka ada orang luar di dalam ruang lingkupku, kecuali Mbok Nah. Dia sudah seperti keluarga sendiri bagi kami. Aku kok jadi kangen ibu...!" gumam Jingga yang masih terdengar Alan dengan pandangannya menerawang.
"Baru satu hari lo! Udah kangen Ibu. Kita jalan saja, yuk! Kenalan dulu dengan kota ini." Alan mencoba mengalihkan kerinduan Jingga pada ibunya.
TBC...
Yuk dukung Author dengan meninggalkan jejak ya... biar semangat lagi... kasih like atau votenya ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Nur Ainy
seru juga ceritanya karekter si jingga mirip2 hanum ya kak😁🤭😁
2022-04-02
0
Yayuk Bunda Idza
Alan sosok yang cukup baik sebagai teman, klo suami blom ya...blom ada pembuktian 😁😁
2021-08-27
2
Nurcahyani Nurr
Mas alan mw momong mb jinggaaa
2021-06-17
0