Jantungnya terdetak lebih cepat, saat tubuh Alan mulai merapat, memojokkannya ke pantry, kini hanya wajahnya yang bisa mendongak menatap wajah orang yang hampir saja menindihnya, jika saja dia tidak mencondongkan tubuhnya ke belakang.
"Bikinin aku kopi, Ngga! Aku akan mandi sebentar." ujar Alan dengan menyerahkan toples kopi yang baru saja dia ambil dari lemari kitchen set yang berada di atas kepala Jingga.
Lelaki yang tubuhnya masih lembab karena keringat itu pergi ke kamar, meninggalkan Jingga yang terbengong mengatur nafasnya yang sempat tersengal karena detak jantungnya yang tak beraturan.
"Kenapa aku begitu menyukaimu, Mas Alan? Padahal sedikitpun kamu tak pernah menyukaiku! " gumam Jingga sedikit kecewa dengan perasaannya sendiri. Jingga hanya menghela nafas kemudian membuangnya berlahan dan kembali lagi menyelesaikan pekerjaannya di dapur. Terkadang, dia juga tak mengerti pernikahan macam apa yang sedang dia jalani. Tapi, semua harus dijalani demi ibunya dan banyak orang yang mengharapkan hubungan aneh ini.
Alan sudah terlihat segar saat keluar dari kamarnya. Hanya menggunakan celana pendek dan kaos yang mencetak tubuh atletisnya, lelaki berkulit putih itu masih saja terlihat tampan meski hanya berpenampilan simple.
"Ngga, kopinya sudah jadi? " tanya Alan yang melihat Jingga sudah menata makanan di meja makan.
"Sudah, tapi sebaiknya makan dulu! " ujar Jingga yang kemudian membuat Alan menurutinya. Jika seperti itu rasanya dia seperti sosok perempuan dewasa yang mengerti peran seorang istri.
"Ngga, kenapa kamu pobia dengan gelap dan petir? " tanya Alan di sela-sela makan malam mereka membuat Jingga menghentikan menyendok makanannya. Bola mata indah itu menerawang, seakan mengurai sebuah cerita yang tersembunyi.
"Jingga...ceritakan saja! Tidak akan terjadi apa-apa. " desak Alan kemudian. Kali ini, Rasa ingin tahunya begitu besar.
"Dulu ... Entah aku berumur berapa, aku tidak tau, bahkan ingatanku tidak bisa mengingatnya secara sempurna... " Jingga menarik nafas panjang seakan mengumpulkan kekuatan untuk bisa menyelesaikan ceritanya.
"Aku hanya mengingat, malam itu, Ibu membawaku terburu-buru setelah terjadi keributan besar di rumah Eyang. Kami pergi diantar sopir, saat itu seseorang mengejar Kami dari belakang. Terpaksa Ibu memilih turun di sebuah tempat gelap. Ibu menggendongku sambil berlari tak tau arah. Aku tidak tau tepatnya, yang terlihat hanya semak-semak, hingga kami berada di tepi jurang. Ya, aku bisa mengingat ke dalaman jurang itu dari kilatan petir ..! " kalimat Jingga terjeda, sementara tangannya mulai meremas sendok yang masih dia genggam. Menyadari Jingga sedang menahan sebuah perasaan yang tak terkendali, lelaki itu mengulurkan tangannya menggenggam erat tangan kecil di depannya.
"Seseorang masih mengejar kita, aku dan Ibu. Dari kilatan cahaya petir yang menyambar ke sana ke mari, aku bisa melihat sebuah parang yang menjulur panjang dari genggaman seseorang berbadan besar. Saat itu Ibu membekapku dengan sangat kuat karena aku ingin menangis, saat itu hampir saja aku tidak bisa bernafas diantara rasa sakit dan takut. " Badan kecil itu mulai bergetar, keringat dingin mulai mengembun di dahinya. Masih ada sebuah ketakutan yang tak bisa disembunyikannya lagi, membuat Alan segera berdiri menghampiri Jingga yang duduk di depannya. Direngkuhnya tubuh kecil dalam dekapannya. Mengelus bahu kecil yang juga sudah menegang.
"Tenang, Ngga! Tidak akan terjadi apa-apa. Itu dulu, sekarang kamu sudah jadi perempuan kuat. Jangan takut, aku pasti tidak akan membiarkan hal buruk terjadi padamu. " ujar Alan berusaha menenangkan Jingga. Tapi dalam hatinya, cerita Jingga seperti misteri yang belum terpecahkan. Siapa Jingga dan latar belakangnya? pertanyaan itu yang terlintas dalam pikirannya. Alan mengambil segelas air untuk Jingga, menghentikan cerita menyakitkan itu dan kembali menyelesaikan makan malam mereka.
###
Jingga memeluk Alan di atas motor yang saat ini melaju dengan gaharnya. Tidak ada yang akan mengira jika keduanya terpaut umur yang cukup jauh. Style Alan yang casual membuat lelaki berhidung mancung itu terlihat seperti cowok yang masih kuliah tingkat akhir.
Alan menghentikan motornya. Tanpa mereka sadari, keduanya sudah menarik perhatian beberapa pasang mata, terlebih mahasiswa yang satu angkatan dengan Jingga.
"Ngga, Nanti pulangnya naik taxi online
, ya! Aku kayaknya pulang malam. " ujar Alan dengan melepas helm yang ada di kepala istri belianya.
"Baiklah ... jangan khawatir, Mas. Temanku sudah banyak di sini! " ujar Jingga dengan mengambil tangan Alan untuk salim sebelum dia berlari meninggalkan Alan yang juga langsung melajukan motornya menembus jalanan pagi yang sangat ramai.
Jingga berjalan dengan tergesa-gesa saat jam yang melingkar di pergelangan lengannya kini mengingatkannya, jika saat ini dia sudah terlambat masuk kelas.
Kehadirannya di depan kelas dengan nafas yang sudah memburu membuat ke tiga temannya kini menertawakannya.
"Ngapain coba sampai ngos-ngosan gitu? " tanya Nelly saat Jingga tiba di depan mereka.
"kenapa juga kalian masih di depan kelas? " masih dengan wajah begonya Jingga malah balik bertanya.
"Jam kosong... kita cuma dikasih tugas! " ujar Daniah dengan gaya juteknya. Gadis yang mirip cowok itu menyahut dengan sedikit kesal.
" Ya ampun, Dan. Kenapa juga nggak bilang, telepon kek, apalah! " dengus Jingga yang tak kalah menyesal, kenapa juga dia harus terburu buru.
"Ya-elah, Non. Tadi udah diteleponin! Coba cek, deh! " mendengar ucapan Daniah, gegas Jingga membuka tasnya dan memeriksa ponsel miliknya, setelah tau ternyata memang ada beberapa panggilan dari Daniah, jingga hanya meringis dengan memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.
" Terus kita ngapain coba? Tau gini, mending gua naikin selimut ajalah! " cebik Tyara yang keberatan jika ada kuliah pagi. Mereka kini berjalan keluar dari gedung fakultas. seperti biasa, saat waktu senggang banyak mahasiswa yang memilih duduk di halaman kampus atau sekedar minum di kantin.
"Main ke apartemenmu, Nel? " usul Daniah.
" Gua lagi males pulang di apartemen! "
"Loh kenapa?" selidik Jingga. Kini mereka meletakkan bokong di kursi panjang depan fakultas hampir bersamaan.
"Kakak sepupuku lagi melarikan diri dari rumah. Niatnya si, dia pengen nyari mantannya yang sudah menghamilinya. " curhat Nelly yang juga ikut di pusingkan dengan sepupunya itu.
"Kayaknya rumit kisahnya, Nel? " ujar Jingga menimpali saat melihat wajah Nelly yang ditekuk.
"Rumitlah, kakak sepupuku saat ini lagi hamil. Aku takutnya dikira bersekongkol untuk menutupi kehamilannya dari keluarga besar. "
"Ceritanya gimana itu? cowoknya belum tahu apa? " timpal Daniah.
" Aku kurang faham sebenarnya, ceritanya dulu mereka pacaran pas sama-sama kuliah di Austria. Dan setelah mereka kembali ke Indonesia kan, sering ketemu gitu! Entah balikan atau tanpa status yang pastinya sampai hamil gitu! " cerita Nelly dengan ogah-ogahan.
Mendengar negara Austria disebut, membuat Jingga sedikit penasaran. Bisa saja Alan menemukan cowok itu, pikir Jingga.
"Siapa nama sepupumu, Nel? " tanya Jingga kemudian. Berharap suaminya bisa membantu.
"Dea, nama Lengkapnya Deandra Ningrum! " Mendengar pernyataan Nelly membuat Jingga terhenyak kaget, bukankah mantannya Mas Alan bernama Deandra? Mana mungkin ini kebetulan sekali? Apa jangan jangan....?
Jingga bermain dengan pemikirannya sendiri. Pikirannya kini menjadi gelisah, ada ketakutan yang terlintas di hatinya jika apa yang di pikirkan itu benar. Benarkah ini sebuah cerita yang kebetulan sama atau sebuah kebenaran?
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Nurcahyani Nurr
Semangattttt.. Mana zoya thor
2021-06-17
0
Rifiq Mimah
hadeuh...jangan jangan .... ?
nakal ya kamu thor😄
2021-03-11
3
Distiana Anhari
lanjut
2021-03-10
1