Alan masih berjalan mondar mandir tak jelas. Gelisah akan keadaan Jingga tak bisa membuatnya tenang. Kini dia mengusap kasar wajahnya bersamaan dengan helaan berat dari nafasnya. Bisa terlihat sekali kegugupan yang luar biasa dari lelaki berahang tegas itu.
Tapi, berlahan tubuh kekar itu bersandar di tembok dan berangsur meluruh di lantai. Sudut matanya yang sudah berkabut berhasil meneteskan air, seperti menceritakan rasa sesak yang kini menyeruak di dalam dadanya.
"Jingga, bertahanlah! " kedua tangannya saling menggenggam, mengepal, seolah ingin menghentikan semua kegugupannya saat ini.
Jantungnya pun ikut berdegup tak menentu, saat menunggu dokter dan team medis keluar dari ruang operasi.
"Ya Allah... kenapa jadi seperti ini? Seandainya saja aku langsung mengejarmu, pasti tidak akan seperti ini." Rasa bersalah yang meluap membuatnya mengutuk kebodohannya sendiri.
Setelah beberapa jam operasi berlangsung, hingga Jingga dipindahkan ke ruangan yang berbeda, tapi rasa takutnya tak kunjung berakhir, seperti ada bagian dari dirinya yang sedang dipertaruhkan.
"Aku suaminya, Dok! " Alan langsung menghambur ke arah dokter yang menangani istrinya. Saat melihat seorang berjas putih yang terlihat keluar dari ruangan operasi.
"Maaf, keadaannya masih kritis! Selalu ajaklah berkomunikasi, itu akan menstimulus kesadarannya. Semoga istri anda bisa melewatkan semuanya. " ujar seorang dokter sebelum pergi meninggalkan Alan yang masih mematung.
"Maafkan aku, Ngga! Aku nggak bisa menjagamu! " lirih Alan saat berdiri di dekat Jingga. Lelaki yang saat ini menatap istrinya dengan mata berkaca-kaca pun memilih duduk di samping tubuh yang terkulai lemas. Di genggamnya jari-jari mungil milik Jingga, seolah ingin menceritakan perasannya yang baru dia sadari dalam kecemasannya saat ini.
Hampir semalam Alan terjaga, masih dengan kemeja basah yang sudah mengering karena hujan dan darah. lelaki itu terus saja duduk dan menatap istrinya tanpa ingin meninggalkannya sedetik pun. Hingga terdengar sayup-sayup suara adzan, membuatnya tersadar jika hari sudah berganti.
"Ceklek..."
Alan menoleh saat terdengar suara pintu terbuka, Eyang Putri dan Bu Sasmita sudah berdiri di sana. Setelah kejadian itu Alan langsung menghubungi Eyang Putri, membuat perempuan sepuh itu bergegas ke kota bersama Sasmita malam itu juga . Betapa bersalahnya Alan saat melihat kedua wanita itu berjalan mendekati Jingga. Bisa terlihat jelas mata Ibu Mertuanya yang sudah membengkak. Sejak di perjalanan wanita itu terus saja menangis, mencemaskan putri tunggalnya yang belum sadarkan diri.
"Maafkan aku, Buk! Alan belum bisa jadi suami yang baik buat Jingga! " ucap Alan saat menghampiri wanita yang ada di sebelah Jingga.
"Bukan salahmu, Nak. Ini sebuah ujian! Semoga saja Jingga bisa cepat bangun." ujar wanita separuh baya itu dengan bijak. Matanya terus saja berair saat melihat anak perempuannya yang terbaring tak berdaya.
"Sebaiknya kamu mandi dulu! Sholat doakan Jingga dan istirahatlah meski sebentra! Biar kita yang akan menunggu Jingga untuk sementara! " bujuk Eyang Putri pada Alan dengan menyerahkan sebuah paper bag yang berisi pakaian ganti untuk Alan.
Alan mengambil papar bag itu dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi yang ada di ruang rawat Jingga. Lelaki itu membersihkan diri terlebih dahulu, sebelum pergi untuk sholat subuh.
###
Sudah dua hari Alan mondar-mandir, rumah sakit, rumah dan sesekali dia menyempatkan diri untuk meninjau proyek yang baru saja berjalan. Lelaki yang saat ini tidak fokus dengan pekerjaanya pun lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit untuk menunggui Jingga. Alan tak ingin melewatkan perkembangan Jingga.
Hari ke empat Jingga di rumah sakit, tapi belum juga menunjukkan perkembangan. Alan kini mulai fokus hanya pada Jingga, semua pekerjaan dia serahkan pada Raka yang di bantu Maya untuk menghandle sementara.
"Ngga, kapan kamu bangun? Aku sudah ingin mendengar teriakanmu memanggilku saat aku pulang kerja, kamu tau jika aku sudah merindukanmu merengek meminta jalan-jalan saat kamu kangen dengan Ibu di kampung. Ini Ibuk, sudah ada di sini bersama Eyang, apa kamu juga tidak ingin melihatnya?" Alan kembali lagi mengajak Jingga untuk mengobrol. Sementara Bu Sasmita dan Eyang Putri duduk di sofa dengan raut wajah yang terlihat sedih dan lelah. Meskipun, setiap malam Alan selalu meminta kedua wanita itu untuk beristirahat di rumah dan dia yang selalu menjaga Jingga.
"Ngga, bangunlah! Jangan biarkan mereka menunggu. Kamu tidak ingin kan, beliau sakit?" Alan sudah hampir kehabisan kata-kata karena selalu mengajak Jingga untuk mengobrol.
Lelaki itu terdiam, menatap dengan dalam wajah pucat yang saat ini ada di depannya. Sorot mata yang putus asa terlihat jelas di manik mata perak kebiruan itu. Dia merasa ada yang hilang saat tak bisa melihat Jingga seperti biasanya.
Seperti tidak percaya, sekali lagi dia memperhatikan jari-ari yang bertumpu di atas jarinya kini bergerak berlahan.
"Jingga...! " pekik Alan kegirangan saat melihat jari jemari lentik itu bergerak, bahkan kini disusul dengan kelopak mata indah itu pun sudah berangsur membuka.
Alan tersenyum ke arah Jingga, tapi perempuan itu hanya menatapnya dengan tatapan asing. Bahkan saat sadar jika Alan masih memegang jemari tangannya, secepatnya Jingga menarik tangannya menjauh dari genggaman Alan.
Ada sedikit rasa kecewa pada diri Alan, tapi itu tidak menyurutkan rasa bahagianya karena seseorang yang ditungguinya selama ini sudah melewatkan masa kritis.
Dokter yang memeriksa Jingga, kini menghela nafas berat. Setelah serangkaian pemeriksaan, ternyata Jingga mengalami trauma di otaknya yang mengakibatkan amnesia retrogade, jenis amnesia yang menyebabkannya kehilangan sebagian dari memory di masa lalunya.
"Ibu, Eyang, dan... " kalimat Jingga menggantung saat matanya menatap kearah lelaki yang berdiri di dekat ibunya.
Alan berniat untuk melangkah mundur, saat Jingga tak lagi mengenalinya lagi, tapi tangan Bu Sasmita lebih dulu menahannya untuk tetap tinggal.
"Dia suamimu, Jingga! " ujar Sasmita dengan tegas.
" Aku sudah menikah? " tanya Jingga.
"Iya, dia Alan, Cah Ayu! " sela Eyang putri mengimbuhi.
Jingga hanya menggelengkan kepala, dia merasa sulit menerima jika dia sudah menikah. Dia merasa hatinya masih menunggu seseorang.
Sasmita menghampiri Jingga lebih dekat. Meyakinkan anak perempuannya jika dia memang sudah menikah.
"Ngga, apapun itu dia tetap suamimu! Entah kamu terima atau tidak tapi itulah kenyataannya, Ndok! " rasanya Sasamita tak tega melihat Jingga dan Alan. Sasmita tau dulu Jingga selalu menunggu Alan dan melihat juga saat melihat wajah kecewa Alan, dia bisa melihat ada semburat kesedihan yang terpancar.
"Ibu, bolehkan aku istirahat? Aku merasa sangat lelah saat ini. " gimana Jingga membuat Sasmita menaikkan selimut hingga menutupi hampir seluruh tubuh anaknya.
Alan berjalan keluar menuju taman di depan ruang rawat Jingga, ada kesedihan yang saat ini mengisi hatinya.
"Kenapa aku rasanya sangat sakit, saat kamu tak mengingatku sama sekali, Ngga!" gumam Alan saat hatinya merasakan sesuatu yang sangat menyiksa. Dia seperti kehilangan Sosok Jingga Andini, tatapan asing Jingga seperti memberi jarak diantara keduanya.
Alan merubah duduknya yang semula bersandar kita menunduk, dengan tangan saling berkait menarik tengkuknya yang terasa berat menahan sebuah beban.
Alan's Pov
Jingga Andini, ini rasanya ternyata lebih sakit dari yang kubayangkan, saat aku melihatmu menatap asing ke arahku. Aku tidak mengerti jika rasaku sudah lebih dari yang aku sadari. Aku mencintaimu sebagai istriku, sebagai perempuan dewasa.
Jingga Andini, Aku seperti kehilanganmu saat kamu tak mengingatku sama sekali. Bisakah, kamu memberikan kesempatan padaku untuk mencintaimu sebagai wanita dewasa? aku menyesal jika tak menyadari perasaanku sebelumnya.
Alan menatap ke segala arah. Pandangannya menerawang, bahkan dia tak menyadari Jika seseorang sudah berada di sampingnya sedari tadi. Tangan itu menepuk pelan bahu bidang milik Alan, berusaha menyadarkan kembali dari lamunannya.
Bersambung
Jangan lupa ya gaes tinggalkan jejak, biar thornya semangat up setiap hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Isna Eni
lanjut thot jangan lama" jingga hilang ingatanya
2021-03-14
2
Anis Abibich
👍👍👍
2021-03-13
1
Evi Chusnul
next Thor..rasanya ikut kecewa seperti mas alan ketika jingga amnesia
2021-03-13
2