Seharian penuh Mereka sudah disibukkan dengan acara inti dari perjodohan yaitu akad nikah. Alan meminta kepada Eyang Putrinya agar acara pernikahannya digelar sesimple mungkin. Setelah menyerahkan kunci mobil jeep milik Alan, Santoso (supir pribadi Eyang Putri) dan rombongan dari keluarga Mahesa pun beranjak meninggalkan rumah keluarga Bu Sasmita.
Jingga Andini, gadis berusia sembilan belas tahun itu sudah sah menjadi istri Alando Mahesa Putra. Meskipun begitu, mereka masih terlihat sangat canggung, bahkan belum ada sepatah kata yang keluar dari keduanya meski hanya untuk saling menyapa. Aneh atau bodoh, rasanya Alan ingin mengumpati dirinya sendiri. Lelaki yang saat ini duduk di ruang tengah rumah Sasmita sudah menampakkan wajah lelahnya.
"Jingga, antarkan Nak Alan ke kamarmu! " ucap Sasmita kepada Jingga saat mereka berada di dekat Alan.
"Mari Mas, istirahat dulu!" ucap Jingga yang akan mengangkat koper kecil milik Alan.
"Biar, aku saja yang bawa! " Alan menahan tangan mungil Jingga yang akan membawa kopernya. Baru dua kalimat itu menjadi prolog diantara mereka.
Alan berjalan mengekor, membuntuti ke mana Jingga melangkah. Jingga membuka pintu kamarnya, kemudian menoleh ke arah Alan dan mempersilahkan suaminya itu masuk.
Alan mengedarkan pandangannya menatap seluruh ruangan yang dikatakan cukup luas untuk ukuran kamar. Tatapannya saat ini tertuju pada sebuah jajaran foto yang sudah tertata di dinding. Senyum tipis tersamar di bibir tipis itu, saat melihat gadis kecil dengan tubuh gembul yang dulu di jodohkan dengannya. Kenapa dia dulu mau saja dijodohkan? Rasanya dia ingin menertawakan dirinya sendiri. Sesaat pandangannya tertuju pada Jingga yang berjalan ke arah lemari, " Tapi kenapa bisa berubah menjadi secantik itu? " gumam Alan dalam hati.
"Mas Alan, ini handuknya! " Jingga membuyarkan lamunan Alan, lelaki itu hanya mengambilkan sebuah handuk yang masih terlipat dari tangan Jingga.
"Kamar mandinya di sana! " Jingga menunjukan ruangan kecil yang ada di sudut kamarnya, membuat Alan dengan cepat melangkah menuju kamar mandi. Dari tadi tubuhnya memang sudah terasa lengket.
Jingga mendudukkan tubuhnya di sofa dengan menghela nafas panjang dan membuangnya berlahan. Dia sedikit kecewa, saat melihat Alan yang seperti enggan menjalani pernikahan ini. Menurutnya, Alan yang dulu memang pendiam, tapi Alan yang sekarang lebih terkesan Angkuh.
Jingga merebahkan tubuhnya di sofa, kepalanya bertumpu pada tangan sofa. Tubuhnya terasa sangat lelah hingga hanya beberapa menit saja, dia sudah bisa terpulas.
Alan menggosok gosok rambut basahnya dengan handuk saat keluar dari kamar mandi. Matanya tertuju pada Jingga yang sudah tertidur pulas di sofa. Alan berjalan mendekati Jingga dan mengangkat kaki Jingga yang menggantung untuk disejajarkan dengan tubuhnya di atas sofa.
flash back
Sebelum keberangkatan menuju rumah Jingga untuk lamaran. Alan masih masih mencoba bernegosiasi dengan Eyang Putri.
"Eyang, kenapa Alan harus dijodohkan dengan Jingga? Kenapa tidak dengan gadis lain?"
"Karena Eyang sudah faham bibit, bebet dan bobotnya. " jawab Eyang Putri masih dengan menikmati kopinya.
"Itu prinsip jadul, Eyang! " dengus Alan yang duduk di sebelah Eyangnya.
"Apa kamu kira Eyang orang jadul? Asal kamu tau cah bagus, kalo Eyang kolot mana mungkin Eyang jodohin kamu dengan gadis cantik seperti Jingga. Lagian memandang bibitnya itu perlu, bukan masalah bibit itu ukuran paten kebaikan seseorang. Tapi kebiasaan dan tradisi, sopan santun dan unggah-ungguh itu susah jika di ajarkan secara instan. Makanya, bagi Eyang bibit itu penting! Meskipun ada yang berasal dari bibit biasa saja tapi bisa menjadi varietas unggul. Tapi, kita perlu kerja keras untuk menghasilkan seperti itu. " Eyang Putri sudah tersulut emosi setelah dikatakan manusia jadul. Melihat reaksi Eyangnya yang berlebihan, membuat Alan kembali terdiam dan memeluk wanita sepuh itu, "Sudah jangan emosian, nanti cepat tua lo! " ledek Alan yang hanya di lirik dan di encepi Eyangnya. Alan memang dari dulu adalah seorang pendiam. Tapi diamnya itu terkadang susah dimengerti orang lain.
Flash On
Alan berjalan keluar kamar, pandangannya meneliti setiap detail rumah bergaya klasik. Ada satu objek yang membuat matanya betah berlama-lama menatap, yaitu sebuah lukisan seorang laki laki yang memakai baju blangkon. Meskipun hanya melihat di dalam foto, tapi auranya terpancar begitu kuat.
"Itu Eyang Hadi, kakek Jingga!" suara itu membuat Alan menoleh. Kini, Bu Sasmita sudah berdiri tidak jauh di belakang Alan.
"Ohhhh... " cuma itu yang keluar dari mulut Alan yang notabene di kenal sebagi sosok pendiam.
"Ayo, minum teh dulu! " ajak Sasmita membuat Alan mengikuti wanita setengah baya itu untuk duduk di ruang makan.
"Sebentar lagi kalian pergi, Ibu titip Jingga! " suaranya terdengar parau. Ada guratan kesedihan di wajahnya saat akan melepas dan menitipkan anak gadis satu-satunya.
"Dia memang banyak bicara, bahkan sering mengajukan protes. Dia juga sedikit bandel. " Sasmita tak mampu menahan air matanya. Air mata yang sudah menganak sungai itu pun meluncur begitu saja.
"Iya Bu, jangan khawatir! Dia istriku, tentu saja sudah tanggung jawab Alan menjaganya. " Kalimatnya begitu fasih meluncur, seperti saat dia mengucapkan kalimat ijab kabul ketika pernikahan. Entah itu kalimat jujur dari hatinya atau hanya sekedar menenangkan perasaan seorang ibu yang sedang menangis di depannya, kalimat itu tanpa dia sadari sudah memberi banyak harapan pada mertuanya.
"Jingga ke mana? " tanya Sasmita.
"Dia sudah tidur, sepertinya Jingga kelelahan! " jawab Alan setelah meneguk teh hangatnya.
"Oh ya, ibu minta sembunyikan nama belakang Jingga. Ibu tidak ingin ada yang mengenali Jingga sebagai Putri dari keluarga Hadinoto." ucap Sasmita agar Alan lebih hati-hati dengan identitas Jingga yang sebenarnya.
"Iya, Bu... ! " jawab Alan dengan singkat, meski otaknya kini berfikir lebih panjang tentang background keluarga Cokrohadinoto.
"Ibu akan istirahat dulu! " ucap Bu Sasmita sebelum mengakhiri percakapan mereka dan meninggalkan Alan dengan sejuta pertanyaan.
Setelah menghabiskan tehnya, Alan kembali masuk ke kamar. Memang terasa aneh, saat dia harus satu kamar dengan seorang perempuan. Tapi, itu menyadarkannya jika statusnya kini sudah menikah.
Saat melewati sofa, Alan melirik kembali gadis yang terpulas di sana. perasaannya kembali tak tega saat melihat gadis mungil itu harus meringkuk di sofa. Dia berjalan mendekati sofa, di angkatnya tubuh Jingga untuk dipindahkan ke tempat tidur.
Kali ini Alan yang bingung, di mana dia akan mengistirahatkan tubuhnya? jika pun di sofa, itu pastilah akan membuat badannya seperti tertekuk-tekuk karena ukuran sofa yang terlalu pendek. Lelaki bertubuh 187 cm itu tertegun sejenak, tapi kemudian memutuskan untuk tidur di sebelah Jingga.
Jingga mengerjapkan matanya saat mentari menembus di sela-sela tirai kamar. Betapa terkejutnya saat dia bangun kesiangan, gegas dia melangkah menuju kamar mandi. Setelah membuka kamar mandi, Jingga langsung menuju wastafel untuk mencuci mukanya terlebih dahulu. Beberapa kali dia membasuh wajahnya hingga akhirnya dia berhenti dan menatap cermin.
Deg... jantungnya serasa copot saat sosok bertubuh tinggi itu sudah berada di belakangnya dengan tangan bertumpu pada dinding wastafel.
"Kalo masuk ruangan tertutup, ketok dulu! Jangan asal nyelonong! " bisik Alan membuat Jingga reflek membalikkan tubuhnya, menghadap tubuh kekar yang hanya memakai handuk sebatas pinggang.
Jingga menelan saliva dengan kasar, jantungnya berdetak tak beraturan saat tubuh mereka hanya berjarak beberapa senti saja.
"Kenapa pintunya nggak dikunci?" bantah Jingga yang akan segera pergi. Tapi, lengannya ditahan oleh Alan.
"Aku kira istriku ngerti sopan santun. Eh, nggak taunya tukang nyelonong. " mendengar jawaban Jingga membuat Alan kesal. Jingga memang tukang protes seperti apa kata mertuanya semalam.
"Kenapa nggak dibangunin? " tanya Jingga dengan melirik jemari Alan yang mengerat di lengannya, membuat Alan melepaskan cengkeramannya.
"Bukanya kebalik? "
"Ya nggaklah, Mas. Kan istri tanggung jawab suami." masih saja menjawab omongan Alan, membuat lelaki itu bertambah kesal.
"Sudah sana, keluar! Atau mau melihatku berganti baju? " usir Alan saat melihat Jingga akan kembali membantah. Perempuan itu dengan tergesa meninggalkan kamar mandi.
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
R.F
3 like + rate 5. jangan lupa like balik ya
Istriku mantanku
Takdir Cinta Tuan Muda
2021-04-27
1
Ila Syaqilla
Masih Nyimak...seperti'y menarik alur cerita'y 😍
2021-04-13
1
Zulfa
Salken kak, JIKA mampir membawa like nih, mari saling dukung kakak 😍
2021-04-12
1