"Ayo Lissa, naiklah keatas motorku"Kali ini suara Vino lebih keras kudengar.
"Duluan aja Vin, lagian aku mau singgah di toko itu" aku pun mencoba beralasan dengan pura-pura menunjuk toko kue yang tak jauh dari pandanganku.
"Kalau begitu biar aku antar kamu kesana" ucap Vino lagi mencoba membujuk.
"Tidak perlu Vino, aku bisa sendiri" aku mencoba mengelak dan menghindari tatapannya.
Vino terdiam dengan masih memperhatikan pergerakanku.
Aku bersikap seacuh mungkin padanya, namun hatiku seolah menjerit, ingin rasanya menangis setiap memandang wajahnya.
Wajah bingung karena sampai saat ini aku menghindarinya tanpa memberikan alasan yang jelas.
Aku tak mau membuatnya khawatir, dan tak mungkin juga aku memberi tau ke Vino bahwa mamanya sudah melarangku berhubungan dengannya.
"Sudah hampir satu bulan ini kamu selalu saja menghindariku Lissa, sebenarnya apa kesalahan yang sudah kuperbuat padamu, tolong jangan membuatku gila dengan sikapmu yang tiba-tiba berubah dingin begini padaku" teriaknya sambil menahan langkahku.
Vino turun dari sepeda motor sport nya yang selama ini selalu setia mengantarku kemanapun.
Dengan cepat ia menarik lenganku ke pinggir jalan yang tak jauh dari sekolah.
Sorot matanya seolah menyimpan ribuan tanya kepadaku.
Ya Tuhaan....mata sayu ini yang telah membuat jantungku berdebar tak karuan setiap aku memandangnya.
Mata yang selalu membuatku salah tingkah bila sedang memandangku.
Mata yang penuh dengan ketulusan.
Mata yang selalu membuat aku nyaman bila ada di dekatnya.
"Lepaskankan Vino, tolong lepaskan tanganku, apa kamu tidak lihat orang2 sedang memperhatikan kita" aku merasakan hangat di sudut mataku.
Tapi sebisa mungkin kutahan agar aku tak menangis dan membuat Vino semakin khawatir.
"Aku tak peduli pada mereka semua, aku hanya ingin mendengar alasanmu bersikap begini, tolong jangan menghindariku lagi, jelaskan apa salahku Lissa" kulihat matanya berkaca kaca sambil menatapku dengan tajam.
Ingin rasanya kuraih tubuhnya dalam pelukanku, menghapus bening di sudut matanya dengan kedua tanganku.
Air mata yang tak pernah kulihat selama dua tahun aku mengenalnya.
"Jangan bertingkah kekanakan seperti ini Vino" ucapku dengan suara lantang.
"Aku sudah muak dengan sikapmu yang selalu memaksakan kehendak, kamu bukan siapa2 bagiku Vino, kita hanya berteman, tidak lebih dari itu. Apakah aku harus melapor padamu tentang apa saja yang aku lakukan setiap harinya. Jadi tolong, jangan berharap lebih dariku mulai saat ini"
"Lebih baik jauhi aku mulai saat ini Vino, jangan pernah lagi menghubungi atau datang ke kossan ku lagi, aku benar2 tidak nyaman dengan hal itu" aku berusaha membuatnya yakin, bahwa aku tak pernah sedikitpun menaruh hati padanya
Mungkin dia akan membenciku dan menjauh setelah mendengar kata2 kasar itu.
Walaupun aku harus membohongi hatiku, walaupun aku harus menahan sakit karena akan merindukan mu, aku harus kuat untuk kebaikan kita, untuk kebaikan semua.
"Maafkan aku Vin, aku mohon maafkan aku, maaf aku sudah begitu melukai hatimu" gumamku dalam hati yang kian terasa sesak.
Benar saja, tak berapa lama Vino melepaskan genggaman tangannya di lenganku, Vino melangkah gontai ke arah sepeda motornya dan pergi meninggalkanku dengan rasa perih yang tak bisa aku jelaskan dengan kata2.
"Maafkan aku Vino" hatiku hanya bisa merintih melihat punggungmu yang semakin menghilang dari pandangan ku.
Punggung yang selalu memberiku sandaran disaat aku kehilangan kekuatan.
"Aku pasti akan merindukan mu Vino" ku usap air mata yang menetes di pipiku, dan meneruskan perjalananku menuju sekolah.
Kulangkahkan kaki ini melewati setiap ruangan menuju ke kelas, langkahku terasa semakin berat membayangkan harus melihat wajah sedih Vino.
"Hayo..kamu lagi ngelamunin apa sih Lissa" suara Melly dan Rina mengagetkan ku dari arah belakang.
"Ooh kalian " sahutku lesu.
"Kamu lagi sakit ya Liss, kok gak semangat gitu sih" tanya Melly dengan wajah cemas.
"Iya, kamu juga pucat Lissa, kayak nya dari rumah tadi kamu baik2 aja" Rina menatapku heran.
"Ya ampun..kamu ngambek yah Liss, karena aku lebih memilih berangkat ke sekolah bersama kak Yuda" ucap Rina sedikit berteriak.
"Apaan sih, aku gak apa-apa kok, cuma capek aja" mencoba meyakinkan kedua sahabatku.
"Tapi Melly dan Rina tak semudah itu percaya dgn apa yang baru saja aku ucapkan"
Sepanjang perjalanan menuju kelas,mereka berdua terus saja menghujaniku dengan banyak pertanyaan.
Tapi sesampainya dikelas aku tak melihat keberadaan Vino.
"Kemana dia, padahal pelajaran sudah akan di mulai "gumamku..
"Ada apa Lissa, kamu mencari Vino? Rina bertanya kepada ku seakan paham kemana arah mata ini tertuju.
Ku pandangi tempat duduk yang biasa di tempati Vino.
"Ah enggak kok, siapa bilang aku sedang mencarinya" dengan cepat aku mengelak dari pertanyaan Rina.
"Yakin nih? tadi sih aku berpapasan dengan nya di jalan menuju kesekolah, tapi waktu aku panggil dia cuek gitu" ucap Rina lagi.
"Selamat pagi anak-anak" tiba2 pak Rahman datang mengagetkan kami.
"Selamat pagi pak" sahut kami bersamaan.
Pak Rahman adalah guru olah raga sekaligus pembimbing club pecinta alam di sekolah kami.
"Baiklah anak-anak, bapak ingin menyampaikan kepada.." suara pak Rahman terhenti oleh suara dari pintu kelas kami.
"Selamat pagi pak" Rio berjalan nyelonong melewati pak Rahman.
"Eh eh eh kamu siapa? tanya pak Rahman ke Rio.
"Maaf pak,saya murid baru di sini" jawabnya santai.
"Terus kenapa kamu bisa terlambat,bukannya kasih penjelasan malah main nyelonong aja kamu, seperti mantan pacar yang tak di undang datang ke kawinan saja kamu ini" seperti biasa gaya bicara kocak pak Rahman membuat kami semua tertawa riuh.
"Ha ha ha ha maklumin aja pak, ciri2 generasi micin yang susah move on di tinggalin mantan" Agus tertawa meledek ke arah Rio.
Sontak kulihat mata Rio menatap tajam ke arah Agus.
"Apa kamu lihat2" seru Agus dengan nada menantang.
"Sudah-sudah semuanya duduk, jangan sampai mengganggu kelas sebelah" ucap pak Rahman.
"Kamu murid baru, kali ini bapak maklumi keterlambatan kamu, duduk di kursi kamu sekarang" Rio berjalan menuju kursinya tanpa menoleh kemanapun.
"Ishh dasar cowok angkuh "gumamku.
"Baiklah anak-anak, bapak akan meneruskan apa yang tadi bapak ingin sampaikan kepada kalian"
"Akhir pekan ini kita akan mengadakan kegiatan di puncak,dalam rangka kegiatan rutin club pecinta alam di sekolah kita ini.
Bapak harap kalian semua yang tergabung dapat berpartisipasi dalam kegiatan ini.
Guna mempererat persaudaraan dan solidaritas diantara para siswa dan siswi semua, serta semakin menyatukan kita semua untuk lebih menghargai alam kita ini, mengerti anak-anak" pak Rahman bertanya dengan suara lantang.
"Mengerti pak" jawab kami serentak.
"Dan kamu murid baru, kamu harus ikut" pak Rahman menunjuk ke arah Rio.
"Baik pak" jawab Rio datar.
Untungnya seperti biasa manajer di restauran tempat kami bekerja memberi izin padaku dan Rina untuk mengikuti kegiatan ini.
Pak Lukman selaku manager kami tak pernah keberatan bila kami mengambil cuti untuk urusan sekolah.
Hari itu pun tiba, dan setelah menempuh perjalanan hampir 4 jam menaiki bus, kami akhirnya sampai di puncak tempat tujuan kami.
Agak macet memang, tapi kami senang sampai di sini dengan selamat.
Sesampainya di sini, kami di bagi menjadi beberapa kelompok oleh pak Rahman dan kakak kelas kami yang bernama Anton selaku ketua club pecinta alam di sekolah kami.
"Kenapa aku gak lihat Vino dari tadi, apa dia gak ikut ya" pikirku.
Sudah 2 hari ini Vino memang absen tanpa kasih kabar ke sekolah.
"Kamu boleh membenciku Vino, tapi jangan mengenyampingkan pendidikanmu" gumamku dalam hati.
Meskipun sekuat tenaga aku menyangkalnya, tapi hati ini gak bisa bohong kalau saat ini aku begitu merindukannya.
"Nggak, aku nggak boleh gini, aku nggak boleh goyah, begini lebih baik" pikirku.
Kualihkan pikiranku dengan mendengarkan instruksi dari kak Anton.
What? aku gak salah denger? Ya ampun aku satu kelompok dengan pria angkuh itu? nggak mungkin, bagaimana ini, akhhhh...sudah terbayang apa yg akan terjadi pada kelompok kami, pasti rasanya nggak akan nyaman.
Aku menoleh kearah Rio berdiri, tapi seperti biasa dia hanya memasang wajah dingin tak bersahabat.
"Ceh, dasar manusia salju" cibirku.
Kami di beri tugas mengumpulkan bendera dengan panduan yang sudah di jelaskan oleh pak Rahman dan Kak Anton.
Kelompok kami terdiri dari 6 orang.
Aku,Rina,Melly,Agus,Tomo dan Rio tentunya.
Kami di minta secepat mungkin, dan saling bekerja sama dalam mengumpulkan bendera yang sudah di atur oleh pak Rahman.
Kami mengikuti petunjuk yang sudah diarahkan, sebuah kertas menyerupai peta menjadi panduan langkah kami.
Tapi sudah hampir satu jam kami berputar putar, belum ada satu pun bendera yang kami temukan.
"Sebaiknya kita bepencar, kalau terus begini kita tidak akan menemukan satu bendera pun sampai besok" ujar Agus memberikan arahan.
"Melly dengan Tomo, Rina dengan Rio dan Lissa denganku" ucap Agus sambil nyengir kegirangan.
"Eh nggak bisa gitu dong" Melly yang diam2 menyukai Agus tidak setuju dengan ide itu.
Aku dan Rina pun paham dengan maksud Melly.
"Tomo kamu dengan aku, Lissa dengan Rio dan Melly dengan Agus, semoga sukses ya" bisik Rina pada Melly yang terlihat girang.
"Loh loh tunggu Lissa, Lissa.." Agus terus memanggilku, tapi kami terus berlari meninggalkan mereka berdua.
Ha ha ha kami tertawa puas melihat ekspresi Agus yang lucu seakan takut akan di telan oleh Melly.
"Ya udah aku dan Tomo kearah sini dan kalian ke arah sana yah Lissa, pokoknya dalam waktu satu jam kita semua harus kumpul di pohon besar ini lagi meskipun tanpa membawa bendera, gimana kalian serutu kan? tanya Rina kepada kami semua.
"Ok semangaaat" kami bersorak saling menyemangati.
"Dasar norak " kudengar kata itu keluar dari bibir Rio.
Aku tak ambil pusing dengan cibirannya dan terus berlalu melewatinya, aku terus mencari bendera di sepanjang kakiku melangkah.
"Hey, kamu maunya apa sih" teriakku ke arah Rio yang hanya berjalan sebentar lalu duduk dan begitu seterusnya.
Dia seolah tak peduli dengan misi yang di beri pak Rahman.
Padahal kalau kami kalah akan ada hukuman yang menanti kami disana.
"Rio !!! panggilku tapi dia acuh tak menghiraukan meski aku sudah berteriak kencang.
"Kalau cuma mau duduk duduk santai disini mending pulang gih sana" teriakku lagi menahan jengkel.
Tapi Rio tetap gak peduli dengan omelanku.
"Ya udah, kamu pikir aku nggak bisa cari bendera itu sendiri apa" pikirku sambil terus menoleh ke kanan dan kekiri.
Tapi semakin lama aku berjalan, aku semakin sadar kalau aku sudah terlalu jauh terpisah dari teman-temanku.
"O...ooow ga mungkin kan aku tersesat di hutan ini " pikirku.
"Rio, Rio kamu dimana !! panggilku.
Tapi tak ada jawaban, aku terus berjalan mencari jejak langkah ku tadi.
"Rio kamu di mana sih, Rina, Melly, Agus,Tomo kalian dimana !!! aku berteriak memanggil mereka tetapi tetap saja tak ada jawaban.
Aku semakin takut, Ya Tuhan tak pernah aku seceroboh ini berjalan menyusuri hutan tanpa meninggalkan tanda disetiap jalan yang sudah aku lewati sebelumnya.
Dan disaat seperti ini aku teringat dengan Vino.
"Vino, aku takut Vin" aku terus memanggil namanya.
"Jemput aku Vino" aku mulai menangis ketakutan sambil terus memanggil namanya.
Rio Candra Winata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Radin Zakiyah Musbich
seru thor... 🌮🌮🌮
ijin promo donk,
jgn lupa mampir di novel dg judul "AMBIVALENSI LOVE"
kisah cinta beda agama 🌮🌮🌮
ditunggu like and comment nya ya 🙏😊
2020-10-25
0
Sahla Sabilla
seruuuuu dan sukkka
2020-10-17
0
Dedeck AZza
nyicil dulu 🙏🙏🙏
rate 5 kudaratkan kakak
2020-10-03
0