Elang Putih Sang Praja Bekti , Aksa Gavin Praja Bekti
Seorang Pria tengah berjalan menyusuri koridor di aula sekolah menengah atas.
Dirinya dilanda kegugupan. Keringat dingin mengucur dari pelipisnya yang nampak mengkilat karna pantulan cahaya samar yang ada di ujung koridor.
Setangkai mawar merah dan Sekotak Coklat berada dalam genggamannya.
Tujuannya hanya satu, Gudang di belakang ruang lab.
Siang tadi, Adik sepupunya, Hanindita Mayang Sari menyatakan Dita menyukai Kara.
Bak gayung di sambut.
Kara yang memang menaruh rasa pada Dita, tentu menyambut baik ungkapan adik sepupunya itu.
Kara tak peduli.
Pria tampan berusia sembilan belas tahun itu nampak tak mempedulikan status Dita sebagai adik sepupunya itu.
Yang Kara Pikirkan saat ini adalah, Dita menunggunya di gudang belakang lab.
Setibanya di gudang, Netra mata Kara menangkap siluet seseorang yang Ia kenal.
Tentu itu Dita.
Dengan langkah ragu, Kara mendekati Dita.
"Mas Kara?"
Kara melempar senyum manisnya.
Sosok Dita demikian cantik di mata Kara.
Suaranya yang mendayu-dayu, membuat sisi dirinya yang sensitif sedikit tergugah.
Demikian lah Dita memanggil Kara dengan sebutan 'Mas'.
"Sudah dari tadi?".
"Ya. Emmm ini untukmu.". Tangan Kara terulur menyerahkan setangkai bunga mawar merah dan sekotak coklat, khas kesukaan gadis remaja.
"Terima Kasih".
Tangan Dita terulur menerima setangkai bunga mawar dan sekotak coklat yang di sodorkan Kara.
"Mas.... Benarkah mas sungguh mencintaiku?".
Tanya itu tiba-tiba menggaung di telinga Kara.
Suara Dita yang khas, mendayu-dayu terdengar demikian mengalun di telinga Kara.
Hening beberapa saat.
Hingga Kara balik melempar tanya pada Dita.
"Kau masih ragu?".
"Lalu, Pernahkah mas berciuman?".
"Sering". Kara menjawab apa adanya.
Dulu......
Dulu sekali, Kara tak menampik bahwa ia sering melakukan hal itu.
Namun bukan Kara sebenarnya yang suka mempermainkan wanita, melainkan teman-teman wanita di sekolahnya yang kerap kali merendahkan harga diri mereka demi bisa menuntaskan rasa penasaran akan rasa manis di bibir seorang Kara.
"Seperti apa rasanya berciuman?".
Kara di buat tegang oleh pertanyaan Dita kali ini. Dadanya bergemuruh hebat.
Oh ayolah? Yang Dita hadapi saat ini adalah seorang pria normal. Topik ciuman yang Dita suguhkan, sungguh demikian menggugah hasrat Kara saat itu.
Apalagi, pandangan mata Kara tertuju pada Bibir Dita yang sedikit tebal menggoda.
"Kau akan tau bila nanti kau mencobanya".
Dan senyum licik ter-ulas di bibir Dita tatkala Kara terlihat sedikit gugup.
"Kalau begitu, mari kita melakukannya. Aku ingin mencobanya. Bersediakah kau mengajariku?"
Suara Dita lirih dan terkesan mengandung desahan penuh makna. Ia mencoba untuk merayu Kara kali ini, demi sebuah tujuan.
Hal memalukan ini, Dita lakukan demi segepok uang tunai dan gelar sebagai ratu sekolah.
Sayangnya, Psikis Kara nantinya yang akan menjadi taruhannya.
Kara terbuai. Ia hanyut dalam sebuah sentuhan Yang Dita lakukan padanya.
Hingga kara mengikis Jarak diantara mereka.
Entah siapa yang memulai.
Ciuman mereka mulai menuntut.
Yang tadinya hanya mengecup perlahan, kini menuntut lebih dalam.
Mereka sungguh lupa diri.
Mencecap kenikmatan bibir lawan dengan sangat agresif.
Terbesit dalam benak Kara, Tak mungkin ini adalah kali pertama Dita berciuman.
Terbukti akan kelihaian Dita dalam menguasai permainan ciuman ini.
Tiba-tiba ciuman mereka terhenti tatkala suara bising teriakan teman-teman Dita terdengar.
Sorak yang begitu ramai dan tanpa di duga, Dita meludah-ludah di hadapan Kara. Mengusap Saliva bekas ciuman mereka.
Kara bingung. Ia masih tidak peka akan kejadian ini.
"Uhh.... menjijikkan.".
Dita mendesis seraya membersihkan mulutnya dengan tissue basah.
Setangkai bunga mawar penanda cinta Kara dan sekotak coklat itu di lempar ke lantai, Teronggok dengan cara yang amat mengenaskan.
"Di.... Dita?". Tenggorokan Kara tercekat.
Sebujur wajah tampan itu memerah menahan amarah, namun tak mungkin ia menyakiti Sepupunya.
Bagaimanapun, ada sosok Dewi dan Chandra yang harus Kara jaga perasaannya.
"Makasih ya, mas. Udah bantu aku menangin taruhan ini. Tapi maaf, Aku sungguh tak Sudi menerima cintamu. Dan ciuman mu...?
Oh sungguh menjijikkan"
"Taruhan?". Kara tak menyangka, Ia akan diangkat setinggi langit, kemudian di hempas begitu saja di dasar jurang.
Dita pergi meninggalkan Kara yang terpekur seorang diri.
Harga dirinya di Gilas sedemikian rupa.
Hingga gudang telah sepi, seorang Wanita mengenakan seragam yang sama dengan Dita, datang menghampiri Kara.
"Kak.... Siapa namamu?".
Si gadis bertanya dengan mengulurkan tangannya.
Kara menjawab dengan nada dingin, tanpa berniat membalas uluran tangan si gadis.
"Kara".
Senyum manis itu tetap terbit di bibir manis sang gadis.
"Perkenalkan, aku Hanum Kinara"
Demikian lah Hanum memperkenalkan dirinya pada Kara. Ia teman seangkatan Dita yang saat itu berperangai sombong, namun Hanum adalah pribadi yang cukup pendiam di kelasnya.
Hanum menatap lekat wajah tampan di hadapannya.
Garis wajah nya terlihat tegas meski usia Kara masih muda. Alis tebal serta rambutnya yang hitam legam sekelam malam, membuat Kara banyak di gilai banyak siswi-siswi di kelasnya sejak masih kecil.
Pendar matanya demikian tajam bak samurai yang siap menghunus ke arah mangsanya. Tulang pipinya yang tinggi, menambah kesan bangsawan yang melekat dalam dirinya.
Bibirnya yang seksi demikian menggoda kaum hawa, di sanding dengan belahan dagu dan lesung Pipit di kedua pipinya.
Serta jangan lupa kan kulitnya.
Bukan putih bersih, melainkan kuning Langsat sewarna tembaga yang mengkilat tatkala keringatnya dipantuli sinar hangat mentari.
Kulit yang di warisi dari papanya, Radhi Praja Bekti.......
Menambah kesan jantan yang macho.
Tubuh dan tangannya demikian Tegap dan kokoh, langkah-langkahnya mantap tanpa suara, bak pembunuh bayaran paling berbahaya yang di buru seluruh negara di belahan dunia.
Hingga Kara berlalu pergi dan acuh terhadap sikap peduli Hanum.
"Hei.....
Bolehkah coklatmu yang terbuang ku miliki?", Hanum setengah berteriak ke arah Kara.
Binar penuh harap demikian nampak di Iris mata coklat menggoda milik Hanum.
"Lakukan sesukamu dan jangan mengusikku".
Kara menjawab dengan tetap melanjutkan langkah lebar nya.
"Terima kasih. Ku harap kita berjumpa lagi, nanti"
Dan inilah awal pertemuan seorang Kara dengan si gadis sederhana, Hanum.
Diam-diam, Hanum tersenyum untuk pertemuan kali ini. Jantungnya seakan bertalu-talu saat ia dan Kara berdekatan.
Hanum jatuh cinta......
Hanum terpesona......
Hanum terbuai akan wajah tampan itu.....
Hanum terpana pada sosok tinggi menjulang pemilik mata setajam elang itu.....
Tetapi mungkinkah?
Hanum hanyalah seorang wanita biasa yang terlahir dari keluarga sederhana.
Keberadaannya disini pun karena kepandaiannya dalam bermacam mata pelajaran.
Rasa penasaran dan ketertarikan tinggi terhadap Kara, membuat Hanum mengulas senyum tipis.
Hatinya tengah di penuhi dengan berbagai macam bunga-bunga yang merebak bertebaran.
Biarlah......
Biarlah kali ini Hanum akan membersamai ketertarikannya pada sosok itu.
Ya....
Sosok yang mampu membuat Hanum terpesona.
Hanum tetap memandangi punggung kokoh Kara.
Kara yang pergi dengan hina, seperti binatang yang terluka.
Meski di sekelilingnya, kawan-kawan Dita mengejeknya tanpa belas kasih.
Dalam hati akan Kara pastikan, Dita akan bertekuk lutut di hadapannya.
Kara berlalu, berlalu pergi dengan menyanding rasa sakit yang demikian pedih tak Terperi.
🍁🌻🌻🌻🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
❤ yüñdâ ❤
dita jd cwek kok gitu 😬😬😬
2021-12-03
0
Becky D'lafonte
teganya dita
2021-10-13
1
@ Ela Sukma Thea*
aku mampir thor
2021-03-10
1