'Aku menyerahkan segala rasa pada cinta yang aku agung-agungkan.
Aku menyerahkan segala kepercayaan yang ku miliki untuk ia jaga.
Namun dengan nyata.....
Ia yang ku cinta,
Ia yang ku berikan kepercayaan,
Nyatanya dengan sadis melukai harga diriku, menyayat egoku hingga tandas tak berbekas.
Bila cinta tiba hanya akan menyakiti, Lantas apa arti rasa itu sendiri?
Dengan hati penuh sayatan luka akibat penghinaan, Aku berjalan menyusuri jalan.
Membersamai duka.....
Menemani rasa sakit.....
Dan menyeret serta nurani yang telah robek.
Aku tak lagi percaya Cinta.
Aku tak lagi percaya wanita selain ibuku.
Aku tak lagi percaya akan kesucian.
Inilah aku, yang terluka parah akibat goresan penghinaan yang demikian menyesakkan'
~Azkara Putra Praja Bekti~
Kini, Kara pulang di kediaman Praja Bekti dengan penampilan yang demikian kacau balau.
Wajahnya pucat pasi.
Tak ada pendar semangat yang biasanya berkilat penuh nyala. Yang ada, kini hanya wajah mendung dan pandangan mata kian menggelap.
Tak seorang pun yang berani menyapa Kara bila sudah begini.
Pengawal maupun pelayan setia keluarga Praja Bekti, sudah sangat hafal bila keadaan kara yang telah begini.
Temaram senja merambah berganti malam gelap tanpa cahaya, hanya ada kegelapan tanpa sinar. Langit malam tertutup kabut mendung.
Waktu makan malam akan diadakan sebentar lagi.
Aridha........
Putri Jelita dan Radhi ini tampil menawan meski usianya masih menginjak angka Lima belas tahun.
"Kak Kara..... Mengapa baru pulang?
Segeralah mandi karna mama berkata bahwa malam ini, papa mengundang keluarga om Chandra makan malam di rumah kita".
Mendengar nama Chandra di sebut, tiba-tiba saja wajah Kara kian menggelap.
Aridha yang melihat perubahan itu menyipitkan matanya curiga.
"Kak. Kau.... baik-baik saja?".
"Ya". Kara menjawab seraya melangkahkan kakinya. Sesak siang tadi saat berada di sekolah Dita, masih ia rasakan.
Dan kini ia harus bertemu dengan wanita licik itu lagi.
'Baiklah.....
Kita lihat saja hei wanita licik.
Mari kita lihat, siapa diantara kita yang lebih licik'
Kara membatin dengan sangat marah.
Sekelebat bayangan dan rencana yang Kara susun, mulai tersusun rapi dalam otak Kara.
Malam ini, dengan amarah yang kian membuncah karna hatinya masih demikian terluka dan tercecer darah, Kara berjanji pada dirinya sendiri untuk membuat perhitungan dan pembalasan pada wanita yang telah menghina dan melecehkannya.
Kara........
Putra keluarga Praja Bekti, Adalah putra yang di besarkan dalam keluarga yang baik-baik saja dan serba kecukupan. Baik materi, kasih sayang, Dan segalanya. Kesempurnaan melekat erat dalam kesehariannya.
Itulah awal mulai terbentuknya sebuah karakter yang hedonis dalam diri Kara.
Dan kini......
Gadis belia bernama Dita itu telah melukai harga dirinya, menjatuhkan egonya dengan sangat mengenaskan.
Dita hanya belum tau sedang berhadapan dengan siapa.
Mari kita lihat, siapa yang akan mempermainkan siapa.
Siapa yang akan menjatuhkan siapa.
Meski usia kara masih menginjak angka sembilan belas tahun, namun siapa sangka bahwa kecerdasannya telah membawanya pada semester empat di sebuah universitas elit ternama di ibu kota.
Kecerdasan di atas rata-rata, membuat Kara dengan mudah meraih banyak penghargaan hingga ia bisa melalui mata pelajaran dengan cepat.
Pintu kamar kara di ketuk dengan perlahan. Namun kara tak berniat membuka pintu.
Hingga pintu terbuka dan kara mendapati sosok wanita cantik berdiri tegak meski usianya bukan lagi bisa di katakan muda.
Senyum hangat nampak ter-ulas di bibir jelita yang mampu menghipnotis siapapun.
"mengapa tak membukakan pintu untuk mama?".
"Aku lelah".
Kara menjawab singkat dengan malas.
"Hei.... Apa yang terjadi?".
Beberapa saat lalu, Aridha memberi kabar Jelita perihal Kara yang sikapnya sedikit mengganjal. Tentu Jelita tak ingin membuat suasana hati putranya memburuk menjelang makan malam, bila tak ingin ia mendengar kata dan umpatan menyakitkan dari mulut pedas putranya itu.
Sudah bukan rahasia umum lagi, bagaimana bila Kara sudah murka. Tak akan ada yang sanggup menerima pelampiasan Kara itu.
"Adikku berkata bahwa keluarga om Chandra akan malam bersama kita di sini. Apakah akan bersama anak angkatnya itu?"
Jelita mengerutkan kening tak mengerti. Sejak kapan putranya ini peduli hal-hal demikian.
"Jangan berkata bahwa kau menyukai Dita, Kara. Ya tuhan, kau masih bocah kecil. Jangan jatuh cinta di usia dini bila tak ingin impian mama dan papa hancur begitu saja."
Tatapan tajam Jelita, menghunus tepat tertuju pada putranya.
Namun, Hanya di tanggapi dengan gelak tawa oleh Kara.
"Tentu saja tidak.
Aku tampan dan juga kaya. Tentu banyak wanita yang bersedia bersimpuh di kakiku hanya untuk menikmati malam panas bersamaku di malam yang panjang".
Syok.
Jelita syok dengan penuturan santai putranya kali ini.
"Ja.... jangan berkata bahwa kau pernah tidur Engan wanita di usiamu yang masih muda ini, Kara!!"
"Aku tak berkata demikian. Hanya saja.... pesonaku terlalu sayang bila di lewatkan begitu saja.".
Jelita menggelengkan kepalanya perlahan mendengar kalimat putranya ini.
"Cepatlah bersiap dan bersihkan dirimu segera.
Satu jam lagi mereka sampai".
Ucap Jelita kemudian berlalu pergi tanpa menunggu jawaban putranya.
*******
Telah duduk dua keluarga di ruang makan kediaman Praja Bekti.
Dengan Yusman Nugraha yang telah sepuh itu, mereka nampak sesekali bercanda gurau di sela acara makan mereka.
Kara.....
Kara seperti biasa, nampak acuh dengan hal itu. Berbeda dengan Hanindita yang selalu saja menghindari tatapan Kara yang datar-datar saja .
Tak ada riak emosi apapun dari mata Kara.
Kara benar-benar telah menyembunyikan emosinya dengan sangat baik.
Tak ia ijinkan seorang pun menyelami tentang perasaannya.
Dita gugup.
Sesungguhnya, ia tak sampai hati berlaku dan berkata demikian kasar seperti tadi siang.
Namun harga diri dan egonya terlampau besar. Anak manja itu tentu tak mau bila ia kalah taruhan.
Sosok Kara yang demikian tampan menggoda, kerap kali membuat banyak wanita menggilainya, namun berakhir di tolak mentah-mentah.
Itulah mengapa para remaja wanita teman sekolah Dita acap kali kesusahan dalam mendekati..... Bahkan hanya sekedar mengobrol santai dengan kara.
"Kara, tumben malam ini banyak diam?".
Chandra yang biasa beradu argumen dengan Kara itu, nampak di buat heran dengan sikap Diam Kara kali ini.
"Lalu aku harus apa? berheboh ria dengan berteriak-teriak menyambut kedatangan om dan Tante, seraya kedua tanganku memegang pompom dan menari ala-ala cheersleaders anak SMA?"
Chandra yang mendengar kalimat Kara berdecih pelan.
"Bukan begitu, om hanya rindu dengan mulut pedasmu".
Kemudian senyum kecil tersungging di bibir Chandra.
"Baiklah bila demikian. Maukah kalian mendengar sebuah cerita?".
Kara menatap intens Dita.
Semua mendadak diam..
"Cerita apa?".
Chandra penasaran dan terasa ganjil akan tingkah ponakannya kali ini.
"Siang tadi, anak angkatmu ini telah melecehkan ku di depan kawan-kawan sekoalhnya, dan menjadikan ku objek taruhan. Anak manja itu mencumbui aku dengan demikian bringas.
Oh aku ragu, Sepertinya putrimu ini sudah tak lagi perawan om Chandra. Mengingat betapa liarnya dia siang tadi ******* rakus bibirku.
Membangkitkan sisi liar diriku yang selama ini aku jaga mati-matian agar tak bangkit sebelum waktunya.
Bila telah demikian, ku sarankan agar kau memberhentikan sekolahnya dan menikahkan dia dengan pria hyper sex yang lebih dari sekedar mampu dalam mengimbangi nafsunya".
Semua syok mendengar cerita panjang lebar seorang Kara.
🍁🌻🌻🌻🍁
Kurang pedas gimana lagi coba, mulut si Kara ini??
😂😂😂😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
❤ yüñdâ ❤
level berapa nih pedasnya 😱😱😱
2021-12-03
0
Becky D'lafonte
wow kara bener2 mercon mulutnya
2021-10-14
1
💕Leyka Gallardiev 💕
wah mulut kara kaya cabe rawit setan yg pedas super hot tapi aku suka karakter kara 😊
2021-09-17
2