"Siang tadi, anak angkatmu ini telah melecehkan ku di depan kawan-kawan sekoalhnya, dan menjadikan ku objek taruhan. Anak manja itu mencumbui aku dengan demikian bringas.
Oh aku ragu, Sepertinya putrimu ini sudah tak lagi perawan om Chandra. Mengingat betapa liarnya dia siang tadi ******* rakus bibirku.
Membangkitkan sisi liar diriku yang selama ini aku jaga mati-matian agar tak bangkit sebelum waktunya.
Bila telah demikian, ku sarankan agar kau memberhentikan sekolahnya dan menikahkan dia dengan pria hyper sex yang lebih dari sekedar mampu dalam mengimbangi nafsunya".
Ungkapan Kara demikian menampar telak harga diri Chandra malam itu.
Ia pulang dengan wajah malu dan luar biasa marah.
Terlebih saat Dita menunduk tak menjawab, semakin memperkuat spekulasi bahwa apa yang Kara sampaikan adalah sebuah kebenaran.
Ada saat-saat kita mengalami sebuah fase yang di namakan kecewa dalam hidup kita.
Sebuah proses yang benar-benar mengaduk emosi kita. Hanya saja, dampaknya tergantung dari kasus yang kita alami.
Semuanya beragam.
Saat ini, Chandra dan Dewi telah Sampai di kediamannya. Dita mengetuk pelan ruang kerja Chandra, menghampiri keberadaan Chandra berada, membangunkan Chandra dari renungannya.
Sesungguhnya, Chandra luar biasa murka atas penghinaan Kara terhadap keluarganya.
Namun semua ini, di picu oleh kesalahan putri angkatnya sendiri.
Setelah pintu terbuka, Dewi datang dengan Dita yang tertunduk dalam.
Dita demikian syok saat tahu bahwa ia rupanya hanyalah anak angkat.
Wajahnya pucat pasi.
Di adopsi oleh Chandra dan Dewi di usia Dita yang masih terbilang sangat kecil waktu itu, membuat Dita tidak mengingat bahwa ia hanyalah anak angkat.
"Mas, aku ingin bicara dengan mu.
Bisakah meluangkan waktumu sebentar saja?"
"Ya".
Chandra menutup pintu kemudian berjalan mendahului Dewi dan Dita menuju ruang keluarga.
Ia tak bisa menahan amarahnya kali ini.
Kabar yang ia terima dari Kara, benar-benar membuat emosinya membuncah seketika.
Meski ia dan Kara bisa di bilang seperti kucing dan anjing selama ini, namun justru ada kepercayaan dan ikatan batin yang Chandra bentuk untuk keponakannya itu.
Sepedas apapun kalimat Kara dalam berbahasa, nyatanya mampu menyadarkan Chandra akan banyak hal selama ini.
"Katakan".
Suara Chandra nampak datar.
"Pa.... Apa kah benar bahwa aku adalah anak angkat kalian?".
"Ya. Jadi jangan lewati batasanmu.
Istriku dengan berbaik hati mengangkatmu menjadi anak, membawamu ke rumah ini dan membesarkanmu seperti darah daging sendiri.
Ini kah balasan atas kebaikan kami?
Apa yang kau lakukan itu sungguh keterlaluan, Dita. Sangat keterlaluan, kamu mengerti? Keterlaluan?".
Cukup sudah......
Chandra tak lagi bisa menahan diri lagi.
Amarah yang sedari tadi di tahannya terasa kian penuh dan menyesakkan rongga dadanya.
"Ja....jadi.....?"
Suara Dita terbata-bata.
Sebongkah hari itu terluka mendapati kenyataan yang di terimanya.
"Jadi kau salah besar karna telah mengusik seorang Kara, Dita.
Dengar, Kakakmu Arlan memilih menjalani kehidupan yang di cita-citakan nya semenjak dulu, Menjadi seorang aparatur negara meski nantinya tetap akan menjadi penerus perusahaan milik papa.
Sedang Kakakmu Ariana juga lebih memilih untuk menjadikan Dosen di banding berkecimpung di dunia bisnis.
Jadi, Kara adalah satu-satunya anak yang di gadang-gadang sebagai penerus kerajaan bisnis milik keluarganya.
Kau salah besar karna telah melukai harga dirinya.
Lihat!!
Lihat apa yang akan Kara lakukan padamu Dan aku tak akan peduli apapun lagi".
Chandra kemudian beranjak pergi menuju tangga dan lurus ke arah kamar utama.
Dita memucat.
Dewi tentu khawatir tentang kondisi psikis Dita. Meski sebenarnya, tingkah laku Dita itu nyatanya karna Dewi sering memanjakan anak itu.
"Dengar Dita, Besok kita akan kembali menemui Kara di rumahnya. Persiapkan dirimu. Dapatkan maafnya, bila perlu......
Bersimpuh lah di kakinya bila kau tak ingin. kejadian buruk menimpamu".
Dewi berkata bijak kali ini.
Ia pun memilih beranjak meninggalkan Dita di ruang keluarga seorang diri.
Dengan tangan gemetar karna syok serta menahan amarah yang demikian membuncah,
Dita membuka tasnya, meraih ponselnya dan berniat mengirimkan pesan pada seseorang.
********
Di kediaman Praja Bekti.......
Jelita dan Radhi tengah mengetuk pintu kamar Kara perlahan. Sesungguhnya, Saat ini Jelita demikian khawatir akan keadaan kara yang diburu rasa emosi.
Jelita dan Radhi sadar betul,Kara adalah type pria hedonis yang tak suka menyimpan masalah apapun. Terlebih dalam kasus ini, Kara bahkan dengan gamblang menceritakan apa yang terjadi pada dirinya atas ulah Dita.
Pintu terbuka dari dalam. Kara sudah sangat berantakan. Padahal setengah jam lalu, Kara demikian tampan dengan penampilan rambut yang tertata rapi.
Jelita membawa kan Kara se-nampan makanan untuk putranya itu.
Di meja makan tadi, tak sesuap pun Kara menyuapkan makanan ke mulutnya. Jelita tak mau putranya bermasalah kesehatannya karna terlambat makan.
"Kau baik-baik saja, nak?".
Radhi bertanya lembut penuh perhatian.
Suara bariton nya nampak demikian mengalun merdu menjalar ke saluran gendang telinga Jelita.
"Aku jauh dari kata baik, papa.... mama....
Aku.... aku merasa tertekan saat ini".
"Tenangkan dirimu. Kau butuh refreshing saat ini, besok kau perlu berlibur..... mungkin".
Jelita menimpali dengan senyum tulusnya.
Kara masuk ke dalam kamar dengan mama dan papanya uang membuntuti.
Dengan pelan, Radhi menutup pintu pelan.
"Bukan hanya karna Dita yang telah memeprmalukan ku di depan semua anak-anak teman sekolahnya, dan menjadikanku bahan taruhan. Tapi........"
"Tapi apa?" Tangan Radhi terulur mengusap pelan lengan tangan kokoh milik Kara.
"Salah seorang teman Dita mengabadikan momen memalukan itu, pa...... Kemudian menyebarkan video terkutuk itu di media sosial.
Aku.... aku malu ma, menjadi cibiran dan bulan-bulanan teman-teman kuliahku.
Dita bukan hanya menjatuhkan harga diri ku dan melukai egoku........
Tapi wanita sialan itu bahkan telah membuat ku tertekan.
Aku.... Aku bisa gila sekarang.
Hanya menunggu waktu saja aku akan menjadi viral setelah ini".
Bibir Kara bergetar.
Radhi dan istrinya tentu menyadari masalah ini tak se-sederhana yang terlihat.
Kondisi kejiwaan Putranya menjadi taruhannya.
Tak menyangka, Satu jam lalu.... Kara bisa bersikap demikian tenang saat berhadapan dengan Dita dan Chandra.
"Benarkah? Papa akan hubungi asisten papa agar segera mengurusnya.
Jangan khawatir.
Kau adalah putra kebanggaan papa yang berharga.
Kau tak boleh lemah hanya karna masalah ini".
Di sini Radhi menyadari satu fakta yang terungkap tentang putranya.
Kara adalah pria yang sensitif dan rapuh perasaannya.
Kalimat pedas dan sikap tenangnya, merupakan sebuah tameng untuk menutupi kerapuhan hatinya.
Diam-diam......
Radhi dan Jelita takjub akan keistimewaan Kara yang jarang di miliki anak-anak lain seusianya.
"Aku.... besok mungkin berita ini akan menyebar, pa.
Aku tak siap bila harus keluar rumah dan mendapati banyak orang menggunjingku.
Aku tak siap......
Aku takut.....
Aku..........."
"Ssttt.... sudah papa bilang papa akan mengurusnya".
Jelita ikut serta menenangkan putranya yang kacau.
"Sekarang kau harus habiskan makanmu."
"Mama..... Papaa.....".
"Ya?".
"Aku ingin pindah kuliah ke luar negeri.
Aku tak akan sanggup bila bertahan di sini dengan harga diri yang telah di injak wanita se-kejam Dita".
🍁🌻🌻🌻🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
❤ yüñdâ ❤
anak pungut yg tau diri kau dita 😑😑😑
2021-12-03
0
Becky D'lafonte
sukaaa
2021-10-14
1
🌹❦𝐺𝑙𝑎𝑑𝑦𝑠✿💦
dita blm tau aja gmna Kara klau udah marah
2021-04-25
2