*Kalau fisik jadi penentu, maka aku akan kalah
sebelum bertanding
-Assalamualaikum Pengagum Rahasia*-
✿✿✿
Aku berjalan keluar kelas untuk mengumpulkan tugas beberapa hari lalu sebelum bel masuk pertama.
"Mau kemana, Sa?" tanya Syifa menyegah langkahku , dia baru saja datang dan bertemu di depan kelas pagi ini.
"Ke kantor, ngumpulin tugas. Oh iya, punyamu udah?"
"Tugas Agama itu ya?" tanya Syifa sembari mengingat dan aku mengangguk. "Bentar kayaknya belum, ini gue ambil dulu."
Dengan cekatan ia menjulurkan tasnya ke depan, menggeledah isi tasnya.
"Sa."
Aku yang sibuk menunduk membantu mencari buku Syifa jadi mendongak. Menemukan Ali yang berjalan tenang ke arah kami. Syifa menoleh, lalu tak lama kembali fokus mencari bukunya.
"Ada apa, Li?" tanyaku heran, tak lama berikutnya aku teringat sesuatu, "lembaran jadwal seminar ya?"
Ali mengangguk, menyerahkan proposal yang disusunnya semalam.
Tanganku terjulur dan hanya membacanya sekilas.
"Udah ini, kasih sama Pak Farhan aja, Li," usulku mengingat Pak Farhanlah pembina Osis angkatan sekarang. "Eh tunggu, biar aku yang ngasih ya sekalian ke kantor guru ngumpulin tugas," kataku menawarkan diri diangguki Ali pelan. Ia pamit untuk kembali ke kelasnya.
"Udah apa belum, Syif?" tanyaku pada Syifa yang tadi sempat bergeser dan duduk diambal teras masih sibuk mencari bukunya.
"Taraaaa."
Dengan riang Syifa menyodorkan buku tepat di depan muka dan membuat aku termundur kaget.
"Astagfirullah. Dasar ya suka ngagetin mulu, tanggung jawab. Aku kaget!" Dengan sebal meraih buku Syifa.
Syifa tertawa riang, kembali menyampirkan tas dipunggunnya. "Uuu marah uuu...," godanya iseng sambil berjalan mundur hendak memasuki kelas.
Tapi.
" Awww. "
"Ehhhh."
Yaps, dia bertubrukan dengan seorang yang baru saja keluar kelas.
Aku hanya mengulum bibir ke dalam, melihat betapa lucunya Syifa langsung menunduk begitupun lawannya yang bernama Hashim.
Yang tak lama Hashim bergeser memberikan jalan Syifa untuk masuk kelas.
"Salting akutuh," sindirku pada Hashim yang langsung mendongak dan melototkan mata sipitnya itu. Aku menertawai hal tersebut. Hampir saja ia berlari untuk mengejarku namun karena aku lebih tahu instingnya jadi kabur terlebih dahulu.
Setelah kembali dari ruang guru, akupun melangkah menuju kelas melewati kelas 11 IPS terlebih dahulu sebelum menaiki tangga.
Ku lihat Fariz yang sedang bergurau dengan gerombolan satu kelasnya itu depan kelas.
Tentunya seperti Kevin, Afran, dan yang lainnya. Kebanyakan kelas IPS dihuni oleh para cowok. Bisa dihitung berapa cewek yang ada di kelas 11 IPS 1.
"Lisa," panggil Faniya membuat aku berhenti dan menoleh. Melempar senyum dan melambaikan tangan kecil. "Sini!" suruhnya.
Ha? Aku ke sana?
Baiklah kurang beberapa langkah lagi aku mendekati mereka.
Aku meneguk ludah berusaha mengusai diri. Faniya yang sedang berjarak lumayan dengan Fariz itu membuat aku hampir saja mati kutu. Ketika Kevin selalu melempar tatapan ke arahku dengan tenang.
Sadarlah, Vin. Aku tidak suka dengan tatapan seperti itu. Sungguh, aku sangat benci.
"Ada apa, Fan?" tanyaku yang kini lebih dekat pada Faniya. Faniya malah terkekeh, matanya seolah mengisyaratkan ke arah Fariz membuat aku memutar bola mata seolah tak minat. Padahal jika boleh jujur, aku sangat canggung di situasi seperti ini.
Disituasi area anak IPS. Adanya IPA Vs IPS membuat aku tak enak selalu bermain di ruang kelas Faniya dan sahabatku lainnya apalagi seorang diri seperti sekarang. Tapi sungguh aku tak ingin dan tak peduli adanya IPA VS IPS. Bukankah tujuannya sama, yaitu mencari ilmu yang berkah.
Tapi jujur, suka kesal ketika lewat sendiri di deretan kelas IPS ada yang menatap sinis padaku. Entahlah aku yang perasa atau memang itu kerjaan mereka.
Istighfar, aku ga boleh bersuudzan bukan?
"Mau cerita ga?" tawar Faniya dengan senyum yang tak pernah luntur dari wajah cantiknya.
Aku mengernyit, "Nanti ajalah," tolakku. "Udah mau masuk juga."
"Hm okelah, ketemu di musola ya."
"Oke, InsyaAllah." Aku memberi isyarat melalui jempol, kemudian melangkahkan kaki meninggalkan deretan kelas IPS dan menaiki tangga menuju kelas IPA.
✿✿✿
Aku yang sedang sibuk merunduk membaca buku terlonjak kecil menemui Laili yang tiba-tiba sudah berpindah bangku di depanku.
"Sa, mau tanya dong," pintanya dengannya wajah memelas siang ini. Hm tepat, kita sedang istirahat siang setelah tadi dipusingkan dengan ulangan kimia mendadak.
Aku menutup buku, memperbaiki tempat duduk untuk mendekat pada Laili.
"Menurut lo kalau gue ngambil jalan buat baikan dan temenan sama mantan gimana?" tanya Laili seolah sedang berharap-harap cemas.
Aku berdeham kecil. "muka-muka gamon kayak kamu mau temenan sama mantan?" Setengah mengernyit aku memandang Laili. "Kamu itu bener-bener bucin banget ya, Li," lanjut ku merasa kasihan.
Laili menghela nafas, merunduk memperhatikan sepatunya yang terpakai.
"Mungkin ya, pas nanti diajak balikan kamu pasti bakalan nerima kembali tanpa berpikir panjangkan?"
Laili menoleh menatapku, seolah tatapannya itu memberikan jawaban "YA" begitu saja.
"Gini ya, itu semua terserah sama kamu. Tapi yang namanya hubungan sebelum nikah atau istilahnya pacaran itu dilarang tau, apalagi kalau kamu udah pernah disakitin eh pas dia balik kamu mau nerima gitu aja. Endingnya selalu sama, InsyaAllah," jelasku panjang lebar.
Zaskia yang baru saja memasuki kelas dengan membawa buku menghampiri kami.
Laili sudah menghela nafas, merasa akan diadili sadis oleh Zaskia jadi dia memilih diam saja sekarang.
"Weih ada apa ini? Ga pada ke kantin?" Zaskia meletakkan bukunya di meja, lalu menarik salah satu kursi agar lebih dekat dengan aku dan Laili.
"Lagi ga mood," jawab Laili sepertinya benar-benar terkena badmood.
Zaskia memiringkan kepalanya, mengamati Laili dengan wajah ditekuknya.
"Ahhh, mantan lagi ya?" tebaknya. "Ada apalagi sih?" tanya Zaskia kini mencomot satu omelet gulung yang ia bawa dari rumah.
"Lah tumben kamu bawa bekal, Zas?" tanyaku. Masalahnya Zaskia jarang sekali membawa makanan, apalagi untuk saat ini dan merupakan hal pertama kalinya.
Zaskia terkekeh, "mau enggak?"
Zaskia menyodorkan kotak bekal berisi omelet itu padaku. Aku menggeleng, ya merasa sama dengan Laili. Tidak ada mood.
"Ya jadi kakak gue libur di rumah, taulah kakak gue itu paling ga tahan liat orang yang ga makan tepat waktu. Jadinya gue bawa bekal, padahal gue paling males kalau makan siang kek gini," ceritanya sesekali menguyah omeletnya.
Zaskia kembali memakan omeletnya, membuat pipi bulatnya itu terlihat penuh. Cewek ini memang sangat unik. Pipinya agak chubby tapi badannya ramping, tidak heran karena makannya saja atau lebih tepatnya dietnya sangat dijaga.
"Li," panggilku pada Laili yang menyentuh layar handphone setelah beberapa saat terabaikan oleh kotak bekal. "Kalau hatimu belum kuat jangan kontakan sama mantan deh," saranku semoga saja membuat ia benar-benar move on.
Suka kasihan karena ia bucin sama mantan, yang udah ninggal dan selingkuh tapi seenak jidat buat kembali.
"Dia udah nganggep lo masalalu dan dia aja enggak baper ngapain lo baper sendirian. Itu malah buat dia semakin ngegas lo lagi," celetuk Zaskia setelah menghabiskan omelet dimulutnya.
Aku mengangguk, "nah betul tuh!"
"Katanya dia nyesel udah ninggalin gue jadinya mau ngajak balikan. HUHUHU KENAPASIH HATI GUE BAPERAN KEK GINI."
Laili sudah merengek tak jelas.
Sumpah ya, siapapun itu mantan Laili pengen aku cincang terus jadiin makanan ikan laut!
Ini anak orang dibuat galau melulu.
"Assalamu'alaikum," salam seseorang dari pintu membuat aku menoleh. Hampir saja tersedak ketika melihat Fariz berdiri di depan pintu kelasku.
Eh, ngapain dia?
Hashim yang memang sejak dari tadi bermain di depan kelas menyambut Fariz.
Entah aku pun tidak mendengar apa yang mereka bicarakan.
"Li, dipanggil Fariz nihhh," suara lantang Hashim memanggil Laili yang terperanjak kaget.
Aku yang sedari tadi diam menunduk jadi mendongak perlahan. Mencuri pandang kecil disudut sana.
Laili menghampiri, tak berapa lama ikut melangkahkan kaki di belakang Fariz.
Pada nyatanya aku ketahuan sedang mencuri pandang.
"HEM!" deheman keras dari Zaskia itu segera menyadarkan aku. "Kok diliatin mulu, awas naksir," goda Zaskia berhasil membuat pipiku terserang virus merah jambu. Tapi aku seorang penyesuai yang handal bisa menutupi hal tersebut agar Zaskia tidak melihat.
"Apasih? Awas tuh kesedak sama toples!" kataku sembari menunjuk wadah bekal Zaskia yang bertuliskan Tupperware.
Merasa berhasil mengerjaiku, Zaskia menyemburkan tawa lagi.
Awas aja kamu ya Zas!
Tapi ada perihal apa Fariz menemui Laili. Mereka tak pernah ikut organisasi atau kegiatan apapun yang melibatkan mereka bersama.
Laili tidak ikut ekstra basket, ia juga tidak ikut Osis, lalu untuk apa Fariz memilih memanggil Laili?
Astagfirullah jangan berburuk sangka dulu. Bisa saja ada kepentingan lain.
✿✿✿
🍃Assalamu'alaikum 🍃
Votementnya 💙
InsyaAllah bakal diupdate terus ya❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Kenanga
In Syaa Allah...
2020-06-09
1